Senin, 29 Agustus 2011

Nikmatnya Kakak Kandungku

Nama sebut saja namaku Andi.
Umurku 21 tahun dan masih
kuliah. Aku anak kedua setelah
kakakku. Kami hanya dua
bersaudara. Kakakku berumur
23 tahun dan baru wisuda. Aku
memanggilnya Mbak Lulu.
Kakakku memang cantik,
tubuhnya putih mulus, dadanya
gede dan pantatnya yang
montok. Tingginya 171 cm dan
berat 54 kg. Sangat seksi sekali,
sehingga banyak cowok yang
naksir termasuk aku sendiri. Aku
punya kebiasaan onani setiap
hari, bahkan bisa lebih lima kali
sehari. Dan sering hayalanku
tertuju pada Mbak Lulu. Aku
sering pura-pura ke kamarnya
dengan maksud mengintipnya.
Suatu siang, aku melihatnya
sedang berbaring di ruang tamu
dengan hanya memakai rok
pendek dan baju ketat.
Kuperhatikan ternyata dia tidur.
Mataku tertuju pada pahanya
yang mulus. Nafsuku langsung
naik, sambil menelan ludah aku
berjongkok mendekatinya dan
meraba paha mulusnya.
Kuangkat roknya keatas dan
kulihat CDnya yang menutupi
seonggok daging tebal. Nafsuku
makin menjadi-jadi. Kuturunkan
CDnya pelan-pelan sampai paha,
kuraba vaginanya yang tebal ku
remas dengan pelan karena
takut Mbak Lulu bangun. Nafas
ku makin cepat menahan nafsu
yang semakin naik. Vagina Mbak
Lulu terasa hangat dan lembab.
Aku terus menggosokan jari ku
pada belahan vagina Mbak Lulu
yang makin agak lembab. Namun
dengan semua yang kulakukan
pada vanigina Mbak Lulu, Mbak
Lulu masih tetap saja tidur
terpejam. Aku penasaran dan
akhirnya aku mulai berani
menjilatinya. Anehnya Mbak Lulu
tetap tertidur. Kujilati vaginanya
sampai basah dan kugesekkan
penisku diantara paha mulusnya,
akh nikmatnya saat kepala penis
ku bersentuhan dengan paha
mulus Mbak Lulu, geli. Sampai
menyemburkan sperma yang
mengenai CDnya. Lalu
kubersihkan dan kupasangkan
lagi CDnya pelan-pelan. Dikamar
aku terus terbayang, karena ini
pengalaman pertamaku dan
akan kulakukan lagi.
Malamnya pukul 1 dini hari, aku
masuk kekamar Mbak Lulu dan
ingin mengulangi pengalaman
siang tadi. Kulihat dia tidur
menggunakan kimono. Kudekati
dan kubuka pelan-pelan tali
kimononya. Wow.. Ternyata
Mbak Lulu bugil tanpa benang
sehelai pun, hanya terbalut
kimono. Kubuka kimononya dan
terlihat payudaranya yang gede
(kira-kira 36B) dan montok.
Kuremas dan kujilati putingnya
yang merah. Kudengar Mbak
Lulu mendesah tetapi matanya
tetap terpejam. Kulanjutkan
aktifitasku kearah vaginanya.
Kujilati daging kecil (klitoris)
diatasnya sampai puas dan
kurasakan kepalaku dijepit serta
lidahku merasakan cairan
hangat. Kuhentikan jilatanku,
sambil kuperhatikan paha Mbak
Lulu yang merapat seperti
sedang menahan pipis.
Kuperhatikan matanya yang
terpejam tetapi nafasnya cepat.
Kubuka lebar selangkanganya
dan kugesekkan penisku dibibir
vaginanya. Kuselesaikan dengan
semburan sperma diatas
perutnya. Sebenarnya aku
pengen merasakan gesekan dan
cengkeraman otot vaginanya,
tetapi aku takut dia bangun. Lagi
pula dia kakak kandungku
sendiri. Kubersihkan bekas
spermaku dan kupakaikan lagi
kimononya, lalu aku pergi tidur.
Besoknya aku tidak mencobanya
lagi karena aku takut ketauan.
Jadi aku cuma onani sambil
berkhayal. Sampai suatu malam,
hujan turun sangat lebat sekali.
Aku tidak ada kegiatan, jadi aku
berencana nonton bf dikamarku.
Lagi asik-asiknya nonton, tiba-
tiba pintu kamarku diketuk. Aku
langsung mematikan TV dan
membuka pintu. Tapi tidak ada
orang, melainkan secarik kertas.
Kuambil dan kututup pintu
kamarku. Disitu tertulis, "I KNOW
WHAT U DID LAST MONTH", so "DO
IT AGAIN". Aku terkejut
membacanya, mungkinkah Mbak
Lulu tahu? pikirku. Tapi kenapa
dia menyuruh untuk melakukan
lagi. Ah.. Sudahlah yang penting
Mbak Lulu nggak marah dan dia
suka. Dengan semangat campur
nafsu (habis nonton BF) aku ke
kamar Mbak Lulu. Kulihat
matanya terpejam dan
tubuhnya tertutup selimut.
Kudekati dan kutarik selimutnya.
Ternyata Mbak Lulu nggak pake
baju (bugil). Kujilat pentilnya
yang merah, tiba-iba dia bangun
dan memelukku. Aku terkejut
dan langsung berdiri.
"Kenapa, takut", katanya.
"Kemarin kok berani, ayo..
Kemari nikmati tubuh Mbak"
katanya lagi.
"Bener nih" ujarku. Aku langsung
membuka bajuku dan langsung
menerkamnya dan melumat
bibirnya. Kuremas-remas
payudaranya dan kuisap
pentilnya.
"sstt.. Terus.. Ndi.. Ssst.."
desahnya.
Lima menit kujamah
payudaranya dan aku mulai
menuju vagina Mbak Lulu. Aku
menelusuri tubuh Mbak Lulu,
kulitnya yg putih mulus dan
kencang aku belai mulai
payusara nya, terus ke perut
nya yang rata, pusar nya. Aku
cium pusarnya dan terus ke
bawah munuju selangkangan
Mbak luilu. Harum aku cium
tubuh Mbak Lulu. Sementara
tangan Mbak Lulu mulai
membalai penis ku yanmg sudah
tegang dari tadi, akh nikmatnya.
Jari tangan Mbak Lulu yang
lentik dan lembut menggenggam
penisku yang berdenyut.
Tanganku mulai meremas vagina
Mbak Lulu yang makin basah.
Dengan bulu vagina yang tidak
terlalu lebat tapi tercukur rapih,
aku bisa melihat belahan vagina
Mbak Lulu yang indah. Aku
remas lembut dan aku belai
vagina Mbak Lulu.
"Oohh.. Ndi.. Akh.." desah Mbak
Lulu.
Aku dekatkan lagi muka ku
dengan selangkangan Mbak Lulu
untuk ketuga kalinya, namun kali
ini aku tak takut dan waswas
seperti sebelumnya. Makin dekat
vagina Mbak Lulu dengan wajah
ku hingga aroma vagina Mbak
Lulu yang menarangsang makin
terasa. Aku kecup lembut vagina
Mbak Lulu, dan Mbak Lulu
langsung mendesah dan
mengerang kerika bibir ku
bersentuhan dengan permukaan
vagina Mbak Lulu.
"Akh.. Andi.. Nikmat.. Akh.."
eerang Mbak Lulu lagi.
Aku yang makin bennafsu
langsung mencium dengan buas
vagina Mbak Lulu, Aku jilat dan
hisap vagina nya, aku jilati
cairan yang membasahi
permukaan vagina Mbak Lulu,
aku terus menjilat vaginanya.
"Oh.. Ssstt.. Enak.. Terus.. Ah.. Ah.."
erangnya.
Kujilati terus sampai kurasakan
vaginanya menyemburkan
cairan hangat dan berdenyut.
"ohh.. " terdengar erangan Mbak
Lulu tanda dia orgasme. Aku
meremas-remas payudaranya
agar nafsunya bangkit lagi.
Kujilati sambil tanganku
menggosok vaginanya yang
basah.
"Ayo.. Masukin aja" bisiknya.
Seperti yang sering kulihat di
film, kubuka lebar
selangkangannya dan
kutusukkan penisku keliang
surganya. Sulit sekali, pelan-
pelan dan bless amblas penisku
terbenam dalam vaginanya.
"Akh.." erangku panjang.
Sementara tubuh Mbak Lulu
sedikit tersentak saat penis ku
masuk ke dalam liang surganya
itu.
"Eemmpphh.. Aaakkhh.." erang
Mbak Lulu sambil menggigit
bibirnya tanda Mbak Lulu
menikmati tusukan pertama
penisku ke dalam vagina Mbak
Lulu.
Rasanya penisku seperti dijepit
kuat sekali. Kugoyang maju
mundur (Mbak Lulu sudah tidak
perawan lagi, nggak tahu siapa
yang buat). Kulihat Mbak Lulu
mulai menikmati lagi. Kugoyang
makin cepat.
"Ohh.. Ohh.. Ngg.. Ayo.. Lagi..
Terus.. Owww.." jeritnya.
Dengan satu tangan menopang
tubuhku, sambil menggoyang
pantaku naik turun, tanganku
meremas payudara Mbak Lulu
yang lembut kenyal namun
kencang. Tak hentinya Mbak Lulu
mendesah dan mengerang saat
sodokan demi sodokan penisku
menembus vagina Mbak Lulu.
Bunyi kocokan penisku di vagina
Mbak Lulu menambah suara
yang ada di ruangan itu. Mbak
Lulu memejamkan matanya,
tanggannya ia naikan ke atas
dan memegangi bantal dan
meramasnya. Tanda Mbak Lulu
sangan menikmati pemainan in
dengan aku. Dengan posisi itu
aku dapat melihat tubuh Mbak
Lulu yang indah ramping, seperti
sebuah gitar dengan lekuk yang
mulus. Payudaranya bergerak
dan bergoyang seirama dengan
sodokan penisku di liang
ternikmat yang pernah aku
rasakan. Aku tak tahan hanya
meremas payudara nya, sambil
terus menggoyang pantat ku
aku cium dan lumat lagi
payudara Mbak Lulu dan aku
gigit kceil putingnya.
"Aw.. Akh.. Ndi.. Ooohh.."
erangnya agak keras. Aku cium
bibirnya yng merah.
Hingga.., "Aku.. Mau.. Keluar..
Mbak.." jeritku.
"Tahan.. Sama-sama.. Di dalam
aja.." katanya lagi.
Crott.. Crot.. Croott..
Kusemburkan spermaku didalam
rahimnya. Kurasakan penisku
berdenyut-denyut.
"Akkhh.." erangku panjang.
Kurasakan kenikmatannya
sampai ubun-ubun. Aku terus
menggoyang penisku maju
mundur dan kaki Mbak Lulu
mengepit kuat pinggangku.
Kurasakan penisku disembur
cairan hangat dan kulihat Mbak
Lulu mengejang menahan
kenikmatan orgasmenya.
"Aaahh.." desahnya puas.
Penisku kubiarkan menancap,
menikmati otot vaginanya yang
berkontraksi meremas-remas
penisku. Setelah selesai, aku
berbaring disamping Mbak Lulu
sambil meremas-remas
payudaranya.
"Makasih Mbak, betul-betul
nikmat", kataku.
"Kamu juga nikmat" katanya
sambil tersenyum.
Aku pun langsung melumat lagi
bibir Mbak Lulu, kami pun
kembali berciuman dengan
lembut kali ini layaknya seperti
sepasang kekasih.
Malam itu kunikmati lagi tubuh
Mbak Lulu, kali ini aku yang
berbaring terlentang dan Mbak
Lulu yang memulai nya. Dia
mencium bibirku semetara
tangan ku meremas kedua
payudaranya. Penisku yang tadi
agak mengecil mulai bangun lagi
dan mengeras. Tangan Mbak Lulu
kemudian mengocok penis ku.
"Eemmpp.. Akh.." erangku
merasakan nikmatnya kocakan
tangan Mbak Lulu yang lentik.
Penisku kembali tetang dan
keras seperti tapi setlah di
kocok-kocok oleh tangan Mbak
Lulu. Melihat itu Mbak Lulu yang
jg seprtinya sudah ga tahan
langsund menduduki
selagkangannku hingga penisku
tertindih tubuhnya. Mbak Lulu
lalu maju sedikit hingga
posisinya dia kira pas, dan
dengan di bimbing tanggannya,
penisku di arahka ke liang
senggamanya lagi.
Aku rasakan vagina mbk Lulu
masih basah, dang saat tepat
kepala penisku berada di bibir
vaginanya, Mbak Lulu
mengangkat tubuhnya dan
dengan perlahan kembail turun
hingga perlahan juga penisku
masuk lagi ke dalam vagina
Mbak Lulu yang hangat, licin dan
nikmat itu. Dan karena sudah
licin hingga penisku masuk
dengan lancar ke dalam vagina
Mbak Lulu hingga bless masuk
seluruh batang penis ku ke
dalam vagian Mbak Lulu, aku
terpejam dan mendesah saat
jepitan daging licin dan hangat
itu menggesek ke penis ku. Mbak
Lulu yang sudah naik nafsunya
langsung bergerak naik turun
hingga mengocok penisku.
Sebenarnya aku kurang merasa
kenikmatan seprti tadi dengan
posisi sekarang, namum melihat
gerakan dan goyangan Mbak
Lulu yang bersemangat,
menunjukan Mbak Lulu sangat
menikmati posisi kali ini.
"Aakhh.. Akh.. Eemmhh.." desah
Mbak Lulu.
Aku biarkan Mbak Lulu yang
menguasai permainan kali ini,
dan memang Mbak Lulu sangat
menyukai posisi di atas ini,
terbukti dengan goyangan
pinggul Mbak Lulu yang makin
liar hingga aku yang tadi agak
pasif kembali mualai bergerak.
Aku remas kedua payudara
Mbak Lulu yang bergerak naik
turun, kenyal dan lembut. Aku
belai pinggangnnya dan aku elus
punggung mulus Mbak Lulu yang
kemudian aku tarik hingga kami
berciuman kembali. Mbak Lulu
membungkuk tapi pinggulnya
terus pergreak liar, naik turun,
berputar hingga penisku yag
ada dalam vaginanya semakin
terasa terjepit, namum sangat
nikmat, aku mulai dengan pelan
mengocok naik turun namun
aku yag pertama kali merasakan
gaya tersebut agak kaku yang
membuat Mbak Lulu tersenyum
di antara erangan dan desahan
nya.
Aku cium payudaranya, aku
remas, aku hisap putingnya
dengan gemas dan Mbak Lulu
pun merasa akan orgasme
dengan goyangan pinggul yang
makin cepat dang gerakan naik
turun pantatnya yang bahenol
juga erangan, dan desahannya.
Aku yang makin nafsu juga
semakin aktif bergerak, tidak
hanya ppinggul, namun tangan
ku meremas payudara Mbak
Lulu. Hingga..
"Akh.. Akh.. Eemmhh.. Ndi.. Akh..
Mbak.. Mau.. Keluar.. Aakh.."
desahnya hingga akhirnya
tubuh Mbak Lulu bergetar dan
aku rasakan cairan hangat lagi di
penisku yang masih ada di
dalam vagina Mbak Lulu.
"Aaakh.." desahnya panjang
yang kemudian tubuh Mbak Lulu
terkulai dan rebah di atas
tubuhku hingga payudara Mbak
Lulu menempel di dadaku.
Aku biarkan beberapa saat dan
aku juga menikmati remasan
dari otot vagina Mbak Lulu yang
berkontarksi meremnas dan
menjepit batang penisku. Dan
aku yang tidak mau kehilangan
momen itu langsug membalikan
dan memutar tubuh kali hingga
kembali Mbak Lulu di bawah.
Sambil aku rasakan pijatan
lembut itu aku kocok lagi
penisku naik turun hingga tak
lama..
"Akh.. Mbak.. Ndi.. Mau.. Keluar..
Akh.." desahku dan crott.. crott..
crott..
Spermaku aku semprotkan lagi
di dalam rahimnya. Dan aku
terkulai di atas tubuh kakakku
yang sexy itu. Setelah selesai
aku rasakan kenikmatan itu, aku
berbaring lagi di sebelahnya dan
mencium lagi bibir Mbak Lulu
yang hangat dan nikmat.
"Kamu hebat sayang.." sahut
Mbak Lulu sambil tersenyum.
Aku kecup lagi bibirnya dan
bilana, "Mbak.. Ini malam yang
gak bakal Ndi lupain, Mbak udah
ngasih kenikmatan buat ndi..",
kataku.
Dan Mbak Lulu pun bilang, "Sama
ndi, Mbak juga nikmatin banget".
Akhirnya kami tidur saranjang
karena kelelahan dan masih
telanjang sambil berpelukan.
Pagi hari aku bangun
meninggalkan Mbak Lulu yang
masih tidur telanjang dan aku
kembali ke kamarku dan tertidur
dengan pulas. Semenjak itu, kami
sering melakukannya kapan saja
dengan gaya berbeda-beda.
Terkadang kusodok pantatnya
yang montok, kusuruh mengisap
penisku dan menelan
spermanya. Pokoknya aku puas
menikmati seks dengan Mbak
Lulu.
Tamat

Minggu, 28 Agustus 2011

Adikku Tersayang

Segar sehabis mandi, Evi keluar
dari kamarnya dan dari teras di
depan kamarnya di lantai 2, ia
melihat adiknya, Nita, memasuki
rumah dengan wajah merah
kepanasan, namun tampak ceria.
Nita baru pulang dari sekolah,
kemeja putih dan rok birunya
tampak lusuh. Tak melihat siapa
pun di rumah, Nita langsung naik
dan masuk ke kamarnya lalu
menyalakan AC. Ia mencuci muka
dan tangannya di kamar mandi
dalam kamarnya saat
mendengar kakaknya bertanya,
"Hey, gimana
pengumumannya?"
Nita keluar dari kamar mandi
mendapatkan Evi bersandar di
pintu kamarnya dengan tangan
ke belakang.
"Nita diterima di SMA Theresia,
Kak!" jawab Nita dengan ceria.
Evi berjalan ke arahnya dan
memberikan sebuah kado
terbungkus rapi.
"Nih, buat kamu. Kakak yakin
kamu diterima, jadi udah nyiapin
ini."
"Duuh, thank you, Kak!" Nita
setengah menjerit menyambar
kado itu.
Evi duduk di ranjang Nita
sementara adiknya duduk di
meja belajarnya membuka kado
itu dan mendapatkan sebuah
gelas berbentuk Winnie the
Pooh, karakter kartun
kesukaannya, sedang memeluk
tong bertulisan "Hunny". Kali ini
Nita benar-benar menjerit,
"Aaah, bagus banget! Thank you,
Kak!"
Nita melompat ke ranjang dan
memeluk kakaknya erat-erat,
dan dengan tiba-tiba mencium
bibir Evi. Evi tersentak, bukan
karena Nita menciumnya, tapi
karena getaran elektrik yang ia
rasakan dari bibir adiknya yang
basah menyambar bibirnya dan
menyebar ke seluruh tubuhnya.
Ciuman yang sebenarnya hanya
berlangsung beberapa detik itu
membuat jantung Evi berdebar.
Nita melepas ciumannya, namun
tak melepas pelukannya yang
erat. Evi tersenyum berusaha
menutupi perasaannya, lalu
mengecup bibir adiknya dengan
lembut. Nita meletakkan gelas itu
di meja kecil di sisi ranjangnya
dan merebahkan diri. Ia menarik
Evi agar berbaring di sisinya, lalu
kembali memeluknya.
"Kak, Nita kangen nih ama Kakak.
Sejak Kak Evi pacaran ama Mbak
Anna, kapan kita pernah tidur
bareng lagi? Cerita-cerita sampe
ketiduran? Nggak pernah kan?"
"Bukan gitu, Nit," jawab Evi,
"Kakak kan kuliahnya sibuk,
bukan karena pacaran ama
Anna."
Evi kembali merasakan dadanya
berdebar hanya karena dipeluk
oleh adiknya yang cantik ini. Ia
baru menyadari bahwa ia
memang sudah lama sekali tak
pernah sedekat ini dengan Nita.
"Lagian ngapain sih Kakak
pacaran ama Mbak Anna? Ntar
ketahuan Papa baru tahu lho!"
kata Nita sambil mengernyitkan
dahinya seakan memarahi
kakaknya.
Wajah Nita begitu dekat dengan
wajahnya, membuat Evi merasa
canggung dan semakin
berdebar. Evi berusaha keras
meredam ketegangannya dan
menutupi perasaannya dari
adiknya.
"Sok tahu kamu," kata Evi, "Papa
kan udah tahu Kakak pacaran
ama Anna. Malah sebelum
berangkat ke Jerman, Anna
pernah ketemu dan ngobrol ama
Papa. Sekarang Papa udah bisa
kok nerima kenyataan bahwa
Kakak emang lesbian."
Hangatnya hembusan napas Nita
di lehernya membuat Evi
semakin berdebar dan ia
merasakan panas yang hebat
dari selangkangannya. Evi tahu
ia tak mampu menahan diri lebih
lama lagi saat celana dalamnya
mulai terasa lembab.
"Sana mandi dulu kamu!" tukas
Evi sambil mendorong adiknya,
"Kamu bau matahari!"
"Ngg.." balas Nita kolokan walau
tetap melepaskan lengannya
yang melingkari pinggang Evi.
"Tapi Kakak jangan pergi dulu.
Nita masih kangen ama Kakak,"
kata Nita sambil berjalan ke
kamar mandi.
Evi duduk dan melipat kedua
kakinya rapat-rapat di depan
dadanya. Ia memeluk kedua
kakinya sambil menyadarkan
dagu ke lututnya. Ia menghela
napas dalam-dalam berusaha
menenangkan gairahnya.
"Kenapa aku sampai begitu, sih!"
ia memarahi dirinya sendiri
dalam hati.
"Nita kan adikku sendiri!"
"Mungkinkah karena sudah
hampir 4 bulan Anna pergi dan
aku kangen pada pelukan dan
sentuhan lembut wanita?" Evi
menyelonjorkan kakinya di
kasur dan mulai meraba-raba
pahanya. Sambil membayangkan
dada Anna yang montok, tangan
kiri Evi meraba-raba dadanya
sendiri, sementara tangan
kanannya naik meremas-remas
selangkangannya.
Evi tersentak dari lamunannya
dan melepas kedua tangannya
dari bagian-bagian vitalnya dan
kembali menarik napas dalam-
dalam. Ia tak ingin terlihat
bergairah saat adiknya keluar
dari kamar mandi nanti.
Tak memakan waktu lama, Nita
keluar dari kamar mandi dalam
keadaan bugil. Ia mengambil
celana dalam dan daster dari
lemari. Evi menatap adiknya
memakai celana dalam,
jantungnya yang belum
sepenuhnya kembali normal
langsung berdebar lagi melihat
tubuh Nita yang langsing namun
berisi itu. Nita tidak mengenakan
dasternya, tetapi langsung
duduk bersila di sisi kakaknya di
ranjang dan meletakkan
dasternya di pangkuannya.
Evi tersenyum berusaha
menutupi gairahnya dan
membelai rambut adiknya. Nita
memonyongkan bibirnya seperti
orang ngambek dan berkata,
"Kak Evi kok mau sih ama Mbak
Anna? Dia kan.." Nita tampak
agak ragu sebelum akhirnya
melanjutkan, "Dia kan nggak
cantik." Bukannya marah,
senyum Evi malah berubah jadi
tawa, "Kamu nggak boleh
menilai orang dari penampilan
fisiknya. Anna kan baik banget
orangnya, lembut dan penuh
pengertian. Lagian fisiknya juga
nggak jelek-jelek amat. Toket
dan pantatnya kan gede banget,
Nit. Asyik banget untuk diremas.
Dan ciumannya jago banget. Dia
yang ngajarin Kakak ciuman."
"Iya sih. Toket Nita nggak gede
ya, Kak?" kata Nita sambil
memandang payudaranya.
"Siapa bilang?" balas Evi, "Toket
kamu gede lagi! Kamu tuh
tumbuh melebihi orang
seumurmu. Waktu Kakak 17
tahun, toket Kakak belum
segede kamu."
Dengan polos, Nita bertanya,
"Emang enak, Kak, diremas ama
sesama cewek?"
Belum sempat Evi menjawab,
Nita meraih tangan kakaknya
dan meletakkannya di atas
dadanya. Evi tersentak, namun
membiarkan Nita menggerakkan
tangannya berputar-putar di
dada adiknya yang terasa
lembab dan segar itu. "Mmmhh.."
Nita mendesah dan matanya
setengah menutup. Gairah Evi
yang sudah sulit dikendalikan
semakin meledak melihat reaksi
adiknya yang sangat
merangsang itu. Evi mulai
meremas-remas dada adiknya
dengan lembut lalu memilin-milin
puting dada Nita yang terasa
semakin membesar dan
mengeras.
"Uhh.." Nita kembali mendesah
dan membiarkan Evi meraba dan
meremas dadanya, sementara
kedua tangannya sendiri
meremas sprei kasurnya. Tak lagi
berusaha mengendalikan
gairahnya yang sudah
memuncak, Evi meraih dagu
adiknya dengan tangan kiri
sementara tangan kanannya
terus meremas dada Nita
dengan semakin bernafsu. Evi
menarik wajah Nita dan
mengecup bibirnya yang basah.
"Mmmhh.." reaksi Nita yang
hanya berupa desahan itu
membakar nafsu Evi. Sambil
meremas dada adiknya dengan
bergairah, Evi mengulum bibir
bawah adiknya yang segera
membuat Nita membalas dengan
mengulum bibir atas Evi. Kakak
beradik ini saling menghisap
bibir selama beberapa saat,
sampai akhirnya Evi melepas
ciuman mereka. Nita membuka
mata mendapatkan ia dan
kakaknya sama-sama terengah-
engah setelah berciuman
dengan penuh gairah.
"Ohh, ternyata enak ya, Kak?
Nita nggak nyangka deh. Kak Evi
juga enak?" tanya Nita dengan
polos.
"Gila kamu, Nit! Dari tadi Kakak
udah mau mati nahan gairah
Kakak gara-gara kamu peluk,
kamu cium, ngelihat kamu
telanjang!" jawab Evi, "Kamu sih!
Ngapain lagi kamu tarik tangan
Kakak ke toket kamu?"
Nita tampak terkejut dengan
kerasnya kata-kata kakaknya,
"Sorry, Kak. Nita cuma kangen
aja ama Kak Evi dan pengen
disentuh. Sorry.." katanya sambil
menundukkan kepala.
"Ssstt.." Evi menarik dagu
adiknya lagi hingga mereka
saling bertatapan, lalu
menampilkan senyumnya yang
manis, "Tapi kamu suka kan?"
Nita hanya membalas dengan
senyuman yang tak kalah
manisnya.
Evi menggeser duduknya di
ranjang hingga bersandar pada
dinding, "Sini," ia menarik lengan
Nita agar duduk di sisinya.
Mereka duduk berdampingan,
Evi membelai rambut Nita, lalu
dengan tangan di belakang
kepala adiknya, Evi menarik
wajah Nita mendekati wajahnya,
"Nih ajaran Anna. Kamu nilai
sendiri enak apa nggak." Evi
kembali mencium bibir Nita.
Kendali diri sudah sepenuhnya
kembali pada dirinya setelah
menyadari bahwa Nita juga
menikmati semua ini, Evi
mengatur alur percintaan tanpa
tergesa-gesa. Ia tak lagi meraba-
raba adiknya. Kini Evi hanya
mengulum bibir adiknya, kadang
seluruh mulutnya, lalu
melepasnya, lalu mengulumnya
lagi. Kadang ia biarkan Nita yang
menghisap bibirnya dengan
lebih bernafsu, lalu melepasnya
untuk melihat adiknya maju
mengejar mulutnya yang sedikit
ia buka, memancing gairah Nita.
Evi mendorong adiknya hingga
rebah di kasur. Mereka
berciuman lagi dengan penuh
gairah. "Kak.." Nita mendesah. Evi
menjawab dengan
menyelusupkan lidahnya dengan
lembut ke dalam mulut Nita yang
sedikit terbuka. Tenggorokan
Nita tercekat saat merasakan
lidahnya bersentuhan dengan
lidah kakaknya. Ini perasaan
yang belum pernah ia rasakan
sebelum ini. Ia tak menyangka
akan merasakan rangsangan luar
biasa sebagai akibatnya.
Jilatan lembut Evi pada langit-
langit dan lidah Nita membuat
Nita terangsang, namun menjadi
semakin rileks karena merasa
semakin menyatu dengan
kakaknya. Nita mulai membalas
gerakan lidah Evi dengan
gerakan lidahnya sendiri.
Mengetahui adiknya sudah bisa
menikmati ini, Evi membelitkan
lidahnya pada lidah Nita sambil
menghisap bibir adiknya. Evi
melepas lidahnya dari mulut
adiknya, lalu berkata, "Hisap
lidah Kakak, Sayang."
Kata-kata lembut Evi membuat
Nita semakin bergairah, seakan
sedang bercinta dengan
kekasihnya. Dengan bernafsu, ia
menghisap lidah Evi yang
kembali menjelajahi mulutnya.
Mereka berciuman dan
bergantian saling menghisap
lidah untuk waktu yang lama.
Merasa gairah adiknya dan
gairahnya sendiri semakin
membara, Evi mulai
meningkatkan kecepatan
percintaan dengan meraba paha
dan selangkangan Nita. Nita
mendesah saat merasakan
sentuhan di bagian yang belum
pernah disentuh siapa pun itu.
Evi melepas bibirnya dari bibir
adiknya, lalu mulai menjilati
telinga dan leher Nita. Desahan
Nita mulai berubah menjadi
erangan kenikmatan.
Tanpa melepas tangannya dari
selangkangan Nita, Evi
menurunkan jilatannya ke dada
adiknya yang montok itu. "Ah..!"
Nita menjerit kecil saat pertama
kali lidah kakaknya menyentuh
puting buah dadanya, "Ooohh..
aahh.. Kak.." desahnya dengan
penuh kenikmatan. Nita
membuka matanya menyaksikan
Evi menjilati puting dan
payudara Nita dengan semakin
cepat dan bernafsu, membuat
putingnya membesar dan
mengeras. Kadang Evi menggigit
puting Nita membuat Nita
menjerit kecil dan memaju-
mundurkan pantatnya seirama
dengan gerak tangan Evi di
selangkangannya, sehingga
tangan Evi terasa semakin
menekan dan meremas di
selangkangannya yang kini
sudah basah kuyup.
Bangkit dari dada Nita, Evi
menduduki adiknya dengan
selangkangan tepat di atas
selangkangan adiknya. Evi
menarik kaosnya lalu
melemparkannya ke lantai.
Kedua tangan Nita meremas
dada kakaknya saat Evi sedang
berusaha melepas BH-nya. Evi
melempar BH-nya dan Nita
semakin bernafsu meremas
dada dan puting telanjang
kakaknya. Mereka saling
menghujam selangkangan
hingga saling menekan. "Hhh.."
desah Evi yang menikmati
remasan adiknya pada dadanya
yang telah membesar dan
mengeras itu. Tak tahan lagi
untuk segera merasakan
adiknya, Evi bangkit membuka
celana pendek sekaligus celana
dalamnya, lalu menarik celana
dalam Nita hingga terlepas,
menampilkan setumpuk kecil
bulu tipis yang menutupi
kemaluan yang telah
membengkak penuh gairah. Bau
seks menyebar dari vagina Nita,
membuat isi kepala Evi serasa
berputar penuh gairah tak
tertahankan.
Evi meraba bibir vagina adiknya
yang telah berlumuran lendir
gairah. "Ohh, Kakaak!" Nita
tersentak merasakan nikmatnya
sentuhan di titik terlarang itu.
Tak tahan lagi, Evi segera
menjilati bibir vagina Nita
dengan bernafsu, menikmati
manisnya lendir vagina Nita.
"Ah! Ah! Kak! Ah!" Nita menjerit-
jerit tak tertahankan, tubuhnya
menggelinjang merasakan
kenikmatan yang tak pernah
terbayangkan olehnya.
Dua jari Evi membuka bibir
vagina Nita, menampilkan
klitoris yang telah membengkak
keras dan teracung keluar. Lidah
Evi menari pada klitoris adiknya
sambil tangan kirinya naik
meremas-remas payudara Nita,
membuat Nita terpaksa
mencengkeram sprei untuk
menahan gelinjang tubuhnya
yang semakin sulit dikendalikan.
Ini tak membantu menahan
jeritannya yang semakin keras
"Aaagghh! Aaagghh! ohh,
Kakaak! Nikmat, Kaak! Jangan
berhen.. aagghh!" Nita telah
terlontar ke dalam dunianya
sendiri.
Memang tak berniat berhenti,
lidah Evi masuk ke dalam vagina
Nita dan menjilatinya tanpa
ampun. Nita meluruskan kedua
lengannya di sisi menopang
tubuhnya ke posisi duduk
mengangkang, menyaksikan
kepala kakaknya di antara kedua
pahanya. Tak mampu
mengendalikan kenikmatan seks
yang terus meningkat ini, Nita
menghunjamkan
selangkangannya ke wajah
kakaknya berulang kali,
sementara lidah Evi semakin
cepat bergetar di dalam vagina
Nita, sambil menikmati lendir
vagina adiknya yang terus
mengalir ke dalam mulutnya.
Hunjaman selangkangan dan
gelinjang tubuh Nita yang
semakin kasar dan tak terkendali
membuat Evi tahu bahwa
adiknya tak akan tahan lebih
lama lagi. Ia semakin bernafsu
menjilati adiknya, di dalam
vagina, bibir vagina serta
klitorisnya. Tepat dugaannya,
tak lama kemudian kedua paha
Nita menghentak kaku menjepit
kepala Evi, tubuh Nita
bergelinjang semakin kasar dan
liar, sementara vaginanya
berkontraksi dan memuncratkan
gelombang demi gelombang
lendir seks yang tak mampu lagi
ia bendung.
"Aaakk.. aahh.. ahh Kakk.." jerit
Nita tak peduli lagi pada dunia,
hanya kenikmatan orgasme
pertamanya ini yang berarti
baginya. Evi membuka mulutnya,
mengulum seluruh vagina
adiknya dan menenggak lendir
orgasme yang membanjiri seisi
mulutnya hingga sebagian
menetes dari bibirnya ke dagu
dan lehernya.
Orgasme demi orgasme melanda
Nita selama semenit penuh,
hingga akhirnya ia merasa
begitu lemah sampai tubuhnya
jatuh ke kasur dengan penuh
kenikmatan dan kepuasan. Evi
menjilati lendir yang lolos ke sisi
selangkangan dan paha adiknya,
lalu memanjat tubuh adiknya
dan menindih tubuh adiknya.
Sambil terengah-engah, ia
menyaksikan Nita yang
memejamkan mata penuh
kepuasan. Evi mengecup bibir
Nita, membuat Nita membuka
matanya dan tersenyum. Ia
memeluk tubuh telanjang Evi,
lalu membalas kecupan kakaknya
dengan ciuman penuh pada
mulut Evi. Lidah mereka terpaut,
Nita menghisap lidah kakaknya,
lalu melepaskannya untuk
menjilati wajah, pipi dan leher
Evi yang berlumuran lendir
orgasmenya sendiri. Lendir seks
ini terasa nikmat dan manis
baginya.
Nita tahu Evi terengah-engah
bukan hanya karena habis
memakan vaginanya dengan
brutal, namun juga karena
gairahnya yang telah
memuncak. Nita melorotkan diri
di bawah tubuh kakaknya,
menggesekkan payudaranya
pada payudara Evi. Wajah Nita
tiba di depan payudara Evi saat
Evi mengangkat tubuhnya
dengan menopangkan dirinya
pada sikunya. Tanpa ragu Nita
mulai menjilati puting payudara
kakaknya hingga napas Evi
semakin tersenggal-senggal
menahan gairah yang semakin
melonjak dalam dirinya.
Selangkangannya semakin
memanas dan lendir seksnya
meleleh keluar dari vaginanya,
menetes-netes di paha Nita.
"Ohh, Sayang! Kakak nggak
tahan lagi, Sayang!" erang Evi.
Memahami maksud kakaknya,
Nita melorotkan tubuhnya
kembali hingga wajahnya tiba di
depan vagina Evi, dan tanpa
menunda lagi, Nita langsung
menyusupkan lidahnya ke dalam
vagina kakaknya.
"Aaahh! Ahh! Sayaang!" Evi
menjerit selagi Nita sibuk
menjilati vaginanya dari dalam
hingga ke klitorisnya berulang-
ulang.
Dengan bernafsu, Evi menduduki
wajah adiknya, lalu menaik-
turunkan tubuhnya,
menghujamkan vaginanya ke
wajah adiknya berulang-ulang.
Sambil meremas pantat Evi, Nita
meluruskan lidahnya hingga
kaku dan menghujam wajahnya
seirama dengan gerakan pantat
kakaknya ini. Lendir gairah
meleleh ke wajah dan pipi Nita
saat ia memaikan kakaknya
dengan lidahnya. Tak lama Evi
mampu bertahan setelah
gelombang rangsangan bertubi-
tubi yang telah ia nikmati,
puncak kenikmatan pun meledak
dan Evi tersentak kaku di atas
wajah adiknya dalam kepuasan
orgasme demi orgasme yang
menyemprotkan lendir panas ke
dalam mulut Nita berulang kali.
Nita berusaha keras menghisap
dan menelan seluruh lendir
orgasme Evi yang memenuhi
mulutnya. Begitu banyaknya
lendir kepuasan yang Evi
tumpahkan ke mulut adiknya,
sebagian terpaksa mengalir
keluar ke pipi Nita. Dari kaku,
perlahan-lahan tubuh Evi mulai
melemas dan jepitan pahanya
pada kepala Nita pun mulai
mengendur, hingga akhirnya Evi
jatuh terbaring lemas di atas
ranjang. Nita mendekati wajah
kakaknya yang menantinya
dengan tersenyum, lalu mencium
bibir kakaknya. Mereka
berpelukan dan berciuman
beberapa saat. Evi membelai
rambut adiknya, sementara Nita
meremas pantat kakaknya. Lelah
berciuman, Evi menghela napas
panjang sebelum akhirnya
mengatakan, "Aku cinta kamu,
Sayang.." Nita hanya tersenyum
dan mereka terus berpelukan
hingga tertidur dalam rasa lelah
yang penuh dengan kepuasan.
TAMAT

Adikku Kekasihku

Namaku Ani, mahasiswi tingkat
tiga di sebuah perguruan tinggi
negeri di Bandung. Aku dan
saudaraku empat bersaudara,
aku anak nomor tiga. Kakakku
yang paling besar, Mbak Ine
sudah menikah dan tinggal
bersama suaminya di Jakarta.
Kakakku nomor dua, Mas Doni
bekerja di Batam, dan adikku
Toni yang paling bungsu masih
kelas satu SMU negeri di
Bandung.
Pertama kali aku melakukan
hubungan seks dengan kakakku
nomor dua saat aku masih kelas
dua SMU. Saat itu kakakku
sedang cuti dan pulang ke
Bandung, aku sangat senang
sekali. Kami bertiga pergi ke
Cipanas dan kami menyewa
sebuah pondokan di sana. Malam
harinya saat aku sedang tertidur
lelap di kamarku, aku merasa ada
sesuatu di kemaluanku. Mula-
mula rasanya enak sekali seperti
ada yang membelai dan
menghisapnya, tetapi tiba-tiba
rasanya sangat sakit seperti ada
yang menekan dan berusaha
masuk, dan kurasakan juga
seperti ada yang sedang
menindihku.
Saat aku membuka mataku, aku
melihat kakakku sedang
menindihku dan berusaha
memasukkan batang
kemaluannya, aku mencoba
berontak tapi tenagaku kalah
kuat.
"Mas Doni jangan, aduh sakit
Mas.., sakit..!"
"Ah diem aja dan jangan coba
teriak..!" kata kakakku.
Malam itu kegadisanku diambil
oleh kakakku sendiri. Tidak ada
rasa nikmat seperti yang kubaca
di buku, melainkan rasanya sakit
sekali. Aku hanya bisa pasrah
dan menahan sakit di bagian
liang kewanitaanku saat
kakakku bergerak di atas
tubuhku. Gerakannya kasar
seperti ingin mencabik-cabik
tubuhku. Aku hanya bisa
menangis tersedu-sedu. Saat
kulihat tubuh kakakku
mengejang dan kurasakan ada
sesuatu yang hangat
menyemprot ke dalam liang
senggamaku, semakin hancurlah
perasaan hatiku.
Pagi harinya aku hanya terdiam
di kamar, karena tubuhku
rasanya lemas dan sakit. Saat
kakakku mengajakku pergi, aku
hanya memalingkan wajahku
dan menangis. Sore harinya
kakakku masuk ke kamarku, dia
minta maaf atas kejadian
semalam dan berusaha untuk
memperbaikinya, tapi aku hanya
diam saja. Malam harinya
kakakku datang lagi ke kamarku.
Aku sangat ketakutan, tapi dia
hanya tersenyum dan mencoba
mencium bibirku, aku kembali
berontak. Aku memaki-maki
kakakku, tapi dia tidak peduli
dan kembali mencium bibirku
sambil meremas payudaraku,
lama-lama aku menjadi
terangsang karenanya. Dan
malam itu kembali aku dan
kakakku melakukannya, tapi lain
dari malam yang kemarin, malam
ini aku merasakan kenikmatan
yang luar biasa dan kami
melakukannya dua sampai kali.
Sebelum kakakku kembali
bekerja di Batam, saat
mengantar kakakku di Bandara,
aku meminta hadiah perpisahan
darinya.
Di kamar mandi Bandara kami
melakukannya lagi, "Ah Mas
Doni.., terus Mas.. akh.."
"Akh Ani, kamu cantik sekali,
akh.. Ani, Mas Doni mau keluar,
akh..!"
"Ani juga Mas.., akh.. Mas, Ani
keluar Mas.., akhh..!"
Mas Doni memelukku erat-erat,
begitu juga diriku. Setelah
beberapa saat kami berciuman
dan kembali lagi ke ruang
tunggu dengan alasan habis dari
kantin beli makanan. Aku hanya
bisa menangis saat Mas Doni
pergi, tapi aku juga sangat
bahagia dengan hadiah yang
diberikannya.
Sejak saat itu aku seperti
ketagihan dengan seks, dan
untuk melampiaskannya aku
hanya dapat melakukan
masturbasi di kamar mandi. Aku
sudah punya pacar dan kami
melakukannya sampai sekarang,
tapi aku jarang merasakan
kenikmatan seperti yang
kudapatkan dari kakakku. Dan
saat adikku mulai beranjak
dewasa, aku melihat sosok
kakakku, tapi adikku lebih
tampan dan gagah bila
dibandingkan dengan kakakku.
Aku sering merasa terangsang,
tapi hanya bisa kutahan dan
lagi-lagi hanya bisa
kulampiaskan dengan jalan
masturbasi. Entah berapa lama
aku bisa menahan keinginan
untuk melakukannya dengan
adikku.
Sampai suatu hari, saat orang
tuaku sedang tidak ada di
rumah, adikku baru pulang
sekolah dan aku menyiapkan
makan siang untuknya. Karena
hari itu terasa panas, aku hanya
menggunakan celana pendek
dan t-shirt tanpa memakai BH.
Saat adikku kusuruh makan, Toni
menolak karena sudah makan di
luar bersama teman-temannya,
dan akhirnya aku makan sendiri,
sedangkan adikku asyik
berenang. Selesai makan aku
buatkan jus jeruk dan
kuantarkan ke kolam renang.
Sambil meminum jus jeruk, aku
melihat adikku berenang. Saat
Toni keluar dari kolam renang
dan duduk di sebelahku sambil
meminum jus jeruk dan
berjemur, jantungku berdetak
semakin cepat dan aku sangat
tidak tahan untuk memeluknya.
Tidak kusangka adikku yang
dulunya polos, sekarang sudah
berubah menjadi seorang cowok
yang gagah dan tampan terlebih
lagi hobinya adalah berenang.
Dadanya terlihat bidang dengan
bentuk yang menggairahkan,
tubuhnya atletis dan bisa
kutebak kalau batangnya juga
lumayan besar. Aku hanya dapat
memandangnya, wajahnya
ditutupi oleh handuk kecil yang
digunakannya untuk
mengeringkan tubuhnya. Aku
sudah tidak tahan lagi dan aku
tidak peduli apa yang akan
terjadi. Aku membelai dada
adikku dan Toni hanya
menggelinjang kegelian.
"Mbak Ani.., apaan sih..? Geli tau..!
Kurang kerjaan, mendingan
bikinin aku roti bakar.."
Aku sedikit terkejut dan kucubit
perutnya, Toni hanya tertawa.
"Emang aku pembantumu, enak
aja." kataku agak jengkel.
Aku sudah benar-benar tidak
tahan, tanpa pikir panjang lagi
kutindih tubuh adikku dan
kulempar handuk dari wajahnya.
"Mbak Ani mau ngapain sih..?"
tanyanya.
Tanpa sepatah kata pun
langsung kucium mulutnya dan
kuremas-remas dadanya yang
bidang itu. Adikku sangat
terkejut dengan apa yang
kulakukan dan mendorong
tubuhku. Aku tidak peduli,
kucium lagi bibirnya dan kali ini
adikku tidak bereaksi apa-apa
dan mencoba untuk
menikmatinya. Aku tahu kalau
Toni mulai terangsang, karena
kurasakan diantara kedua
pahanya ada sesuatu yang
bertambah besar.
Kuciumi terus bibir dan lehernya,
adikku sedikit kewalahan tapi
Toni selalu mencoba membalas
ciumanku walau terasa agak
kaku.
"Baru pertama dicium cewek
ya..?" tanyaku.
"Ah Mbak banyak omong,
terusin aja Mbak..!" katanya
tidak sabar lagi.
Mendengar ucapannya aku jadi
semakin bersemangat, langsung
kubuka kaosku, dan adikku
hanya bisa melotot melihat
payudaraku yang cukup besar.
"Wah susu Mbak bagus sekali,
baru kali ini Toni melihat susu
cewek." katanya.
Kusuruh Toni memegang dan
meremasnya, "Aduh jangan
keras-keras, sakit.. Coba
sekarang kamu isep susu Mbak.."
Lalu kusodorkan payudaraku ke
mulutnya, Toni mengulum dan
menghisap puting payudaraku,
"Akh enak sekali Ton, sshs.. akhh
terus Ton.., enak sekali.."
Kusuruh Toni berhenti, lalu
kuciumi lagi bibir dan lehernya,
kemudian kuturun ke dadanya
dan kuciumi serta kugigit pelan
putingnya, Toni hanya bisa
mendesah lirih, "Akh.. enak Mbak,
akhh.."
Dengan tergesa aku turun
kebawah, kulihat batang
kejantanannya yang gagah
sudah sedikit tercetak dan
memperlihatkan kepalanya di
celana renang adikku. Dengan
penuh nafsu langsung kutarik
celana renang adikku sampai ke
lututnya.
"Wah.., Ton punya kamu Oke
juga nih, lebih bagus dari punya
Mas Doni.."
Adikku hanya tersenyum dan
sepertinya tidak sabar dengan
apa yang akan kulakukan. Aku
pun lalu membuka celanaku dan
sekarang aku telanjang. Toni
bangun dari kursi dan duduk,
lalu Toni meraba bibir
kemaluanku, kemudian kusuruh
Toni menjilati bibir kemaluanku.
Toni kelihatannya kaget tapi
langsung kutarik kepalanya ke
arah kemaluanku, dan Toni mulai
menjilati permukaan lubang
senggamaku.
"Akh.., Ton enak sekali terus akh..
yaa disitu Ton, enak.., akhh..
terus Ton terus akkhh.."
desahku.
Aku menggelinjang keenakan
dibuatnya, rasanya enak sekali
dan aku sangat suka jika ada
yang menjilati kemaluanku. Aku
sudah tidak tahan, kudorong
tubuh adikku ke kursi lagi,
kemudian kupegang batang
kejantanannya dan kuarahkan
ke liang senggamaku. Toni
kelihatannya sedikit tegang saat
kepala kejantanannya
menyentuh permukaan bibir
kemaluanku. Toni menahan
nafas dan mengerang saat aku
menekan tubuhku ke bawah,
dan batang kejantanannya
masuk seluruhnya ke liang
kewanitaanku.
"Akh.. Mbak.. enak sekali..
hangat.. yeah.. ayo Mbak
terusin..!"
Aku lalu bergerak,
menggoyangkan pantatku ke
atas dan ke bawah, dan kadang
kuputar-putar, tangan adikku
kusuruh meremas-remas
payudaraku dan Toni sangat
bernafsu sekali. Aku bergerak
semakin lama semaki cepat,
tanganku memegang paha
adikku untuk tumpuan.
Beberapa saat kemudian, nafas
adikku mulau memburu dan
gerakannya mulai tidak karuan,
kadang memegang pantatku,
kadang meremas payudaraku,
dan aku tahu kalau Toni sudah
hampir sampai dan berusaha
menahannya.
"Akh.. Mbak.., aduh.. Toni mau
keluar Mbak..!"
"Tahan Ton.., Mbak sebentar lagi
akhh..!"
Semakin kupercepat gerakanku,
aku mulai liar. Kuremas dadanya
dan saat kurasa kenikmatan itu,
aku menekan tubuh adikku, dan
tubuhku menjadi tegang sambil
kuremas paha adikku.
"Toni nggak tahan lagi Mbak..
akh.. Mbak, Toni keluar Mbak
akhh..!"
Pantatnya terangkat ke atas
seperti ingin menusuk
kewanitaanku dan kurasakan
semprotannya yang cukup keras
beberapa kali di dalam rahimku.
Begitu juga denganku, otot
kemaluanku menekan
batangnya dan kurasakan
liangku semakin basah, baik oleh
cairanku ditambah mani adikku
yang menyemprot sangat
banyak di lubang senggamaku.
Tubuh kami basah oleh keringat,
dan kemudian kupeluk tubuh
adikku menikmati sisa-sisa
kenikmatan tadi. Nafas adikku
mulai teratur dan kurasakan
batang kemaluannya mulai
mengecil di liang kewanitaanku,
namun pantatku masih tetap
bergoyang di atas tubuhnya.
"Mbak, enak sekali.., makasih ya
Mbak, baru pertama kali ini Toni
merasakan nikmatnya tubuh
perempuan dan nikmatnya
melakukan hubungan badan."
"Mbak yang harusnya makasih
sama kamu, ternyata adik Mbak
cukup hebat walau baru
pertama kali, tapi Mbak sangat
puas sekali dan Mbak pengen
sekali lagi, bolehkan Ton..?"
"Wah.., Toni juga mau Mbak..!"
Kucabut batang kejantanannya
dari lubang kewanitaanku dan
kembali kurasakan orgasme saat
mencabutnya. Batang kemaluan
adikku sudah mengecil sekarang,
tapi tetap telihat gagah. Toni lalu
duduk di pinggir kursi dan aku
kemudian menjilati batang
kejantanannya, Toni kembali
mendesah, "Ssshh.., enak Mbak..!"
Tangannya membelai rambutku
dan kadang meremas
payudaraku. Aku kembali
terangsang dan batang
kemaluan Toni dengan cepatnya
kembali tegak dan kokoh. Aku
lalu lari dan menceburkan diriku
di kolam renang, Toni menyusul
setelah membuka celana renang
yang masih tertinggal di
lututnya. Di kolam kembali kami
berciuman, tapi sekarang Toni
kubiarkan lebih agresif. Sambil
duduk di tangga kolam,
diciuminya bibir dan leherku,
kemudian dihisapnya puting
payudaraku.
Kemudian kurasakan Toni
berusaha memasukkan batang
keperkasaannya, tapi selalu
meleset. Aku hanya tertawa
kecil, lalu kubantu dia. Kupegang
batangnya dan kuarahkan ke
kemaluanku. Toni hanya tertawa
kecil dan kemudian dia menekan
rudalnya ke sarangku. Toni lalu
menggerakkan pantatnya dan
memompa senjatannya keluar
masuk liang surgaku, nafasnya
juga mulai memburu. Aku
menikmati tekanan yang
diberikan Toni dan rasanya
nikmat sekali.
"Akh.., enak sekali Ton, yang
keras Ton..! Akh..!"
"Akhh Mbak.., kita pindah di kursi
ya..? Di sini nggak enak."
Toni lalu mengangkat tubuhku,
kulingkarkan kakiku di
pinggangnya sehingga aku
masih bisa bergerak walaupun
Toni berdiri dan berjalan ke arah
kursi tempat kami tadi.
Di baringkannya tubuhku, lalu
Toni mulai memompa batang
kejantanannya lagi, semakin
lama semaki cepat. Aku
mengimbangi gerakakn Toni
dengan mengerakkan pantatku
ke kiri dan ke kanan, kadang
kuremas-remas pantat adikku
yang kenyal. Nafas Toni mulai
tidak teratur.
"Lebih cepat Ton.. akh..!"
"Mbak.., Toni mau keluar Mbak,
akh..!"
Gerakan Toni semakin cepat, dan
saat kulihat tubuh Toni mulai
mengejang, kulingkarkan kakiku
di pinggangnya. Toni menekan
dan memasukan batang
kemaluannya lebih dalam lagi.
"Akh.., Mbak, Toni keluar Mbak,
akhh.., Mbak.. ngeakhh.."
Tubuhnya lalu rubuh di atas
tubuhku. Tanpa mengeluarkan
burungnya, kusuruh Toni
berbalik dan aku mulai
menggerakkan pantatku di atas
tubuhnya. Batang kemaluan Toni
memang mengecil, tapi lama-
lama mulai mengembang lagi.
Aku bergerak tidak karuan di
atas tubuhnya, sampai beberapa
saat kemudian aku orgasme,
kupeluk erat-erat tubuh Toni.
Setelah agak tenang, karena aku
tahu kalau Toni belum keluar,
kemudian aku turun dan
mengulum batang
keperkasaannya. Toni
menggerakkan pantatnya ke kiri
dan ke kanan dan kadang
menusuk ke dalam mulutku.
Selang beberapa waktu
kemudian, batang kemaluannya
seperti mengembang di dalam
mulutku.
"Akh.., Toni keluar Mbak.. akhh..!"
Maninya menyembur di dalam
mulutku dan kutelan semuanya,
kemudian kami berpelukan dan
berciuman. Tanpa sadar kami
tertidur di kursi, kepalaku
kurebahkan di dadanya dan
tubuhku di atas tubuhnya.
Sore hari kami dikejutkan oleh
suara klakson mobil dan kami
buru-buru bangun. Aku memakai
bajuku yang berserakan di
pingir kolam dan Toni buru-buru
mengambil celana renangnya
dan berlari ke kamarnya. Saat
makan malam, kakiku
mengeranyangi kakinya dan jari
kakiku menekan batangnya
yang mulai mengembang. Kedua
orang tuaku sedikit keheranan
dengan kelakuan kami, tapi
mereka tidak pernah tahu
dengan apa yang telah terjadi di
antara kami. Malamnya seusai
makan malam aku langsung
masuk kamar, begitu juga Toni.
Tengah malam aku terbangun
karena Toni menciumi bibirku
dan malam itu kami
melakukannya lagi.
Sejak saat itu, secara sembunyi-
sembunyi kami melakukannya,
bahkan setelah aku menikah
dengan pacarku, kami pun masih
sering melakukannya, terutama
saat suamiku sedang dinas
keluar kota. Rahasia ini sampai
sekarang masih kami pegang
dan bahkan cinta gelap kami ini
membuahkan putra pertamaku
yang sekarang sudah berusia 9
tahun.
Saat pernikahan Toni aku
memberikan sebuah hadiah.
Setelah malam pengantinnya,
kami melakukannya di gudang
belakang rumah saat semua
orang sudah terlelap. Toni bilang
walaupun istrinya sekarang
masih gadis, tapi tidak ada yang
menyaingi aku. Makanya
suamiku sangat betah di rumah
karena servisku yang sangat
memuaskan, tanpa tahu kalau
aku selingkuh dengan adik
kandungku sendiri.
TAMAT

Jumat, 26 Agustus 2011

Dientot Supir Pribadiku

Kisah ini terjadi ketika aku masih
SMU, ketika umurku masih 18
tahun, waktu itu rambutku
masih sepanjang sedada dan
hitam (sekarang sebahu lebih
dan sedikit merah). Di SMU aku
termasuk sebagai anak yang
menjadi incaran para cowok.
Tubuhku cukup proporsional
untuk seusiaku dengan buah
dada yang sedang tapi kencang
serta pinggul yang membentuk,
pinggang dan perutku pun
ukurannya pas karena rajin
olahraga, ditambah lagi kulitku
yang putih mulus ini. Aku
pertama mengenal seks dari
pacarku yang tak lama kemudian
putus, pengalaman pertama itu
membuatku haus seks dan selalu
ingin mencoba pengalaman
yang lebih heboh. Beberapa kali
aku berpacaran singkat yang
selalu berujung di ranjang. Aku
sangat jenuh dengan kehidupan
seksku, aku menginginkan
seseorang yang bisa
membuatku menjerit-jerit dan
tak berkutik kehabisan tenaga.
Ketika itu aku belum diijinkan
untuk membawa mobil sendiri,
jadi untuk keperluan itu orang
tuaku mempekerjakaan Bang
Tohir sebagai sopir pribadi
keluarga kami merangkap
pembantu. Dia berusia sekitar
30-an dan mempunyai badan
yang tinggi besar serta berisi,
kulitnya kehitam-hitaman
karena sering bekerja di bawah
terik matahari (dia dulu bekerja
sebagai sopir truk di pelabuhan).
Aku sering memergokinya
sedang mengamati bentuk
tubuhku, memang sih aku sering
memakai baju yang minim di
rumah karena panasnya iklim di
kotaku. Waktu mengantar
jemputku juga dia sering
mencuri-curi pandang melihat ke
pahaku dengan rok seragam
abu-abu yang mini. Begitu juga
aku, aku sering membayangkan
bagaimana bila aku disenggamai
olehnya, seperti apa rasanya bila
batangnya yang pasti kekar
seperti tubuhnya itu mengaduk-
aduk kewanitaanku. Tapi waktu
itu aku belum seberani sekarang,
aku masih ragu-ragu memikirkan
perbedaan status diantara kami.
Obsesiku yang menggebu-gebu
untuk merasakan ML dengannya
akhirnya benar-benar terwujud
dengan rencana yang kusiapkan
dengan matang. Hari itu aku
baru bubaran pukul 3 karena
ada ekstra kurikuler, aku menuju
ke tempat parkir dimana Bang
Tohir sudah menunggu. Aku
berpura-pura tidak enak badan
dan menyuruhnya cepat-cepat
pulang. Di mobil, sandaran kursi
kuturunkan agar bisa berbaring,
tubuhku kubaringkan sambil
memejamkan mata. Begitu juga
kusuruh dia agar tidak
menyalakan AC dengan alasan
badanku tambah tidak enak,
sebagai gantinya aku membuka
dua kancing atasku sehingga bra
kuningku sedikit tersembul dan
itu cukup menarik perhatiannya.
"Non gak apa-apa kan? Sabar ya,
bentar lagi sampai kok"
hiburnya
Waktu itu dirumah sedang tidak
ada siapa-siapa, kedua orang
tuaku seperti biasa pulang
malam, jadi hanya ada kami
berdua. Setelah memasukkan
mobil dan mengunci pagar aku
memintanya untuk memapahku
ke kamarku di lantai dua. Di
kamar, dibaringkannya tubuhku
di ranjang. Waktu dia mau keluar
aku mencegahnya dan
menyuruhnya memijat kepalaku.
Dia tampak tegang dan berkali-
kali menelan ludah melihat posisi
tidurku itu dan dadaku yang
putih agak menyembul karena
kancing atasnya sudah terbuka,
apalagi waktu kutekuk kaki
kananku sehingga kontan paha
mulus dan CD-ku tersingkap.
Walaupun memijat kepalaku,
namun matanya terus terarah
pada pahaku yang tersingkap.
Karena terus-terusan disuguhi
pemandangan seperti itu
ditambah lagi dengan geliat
tubuhku, akhirnya dia tidak
tahan lagi memegang pahaku.
Tangannya yang kasar itu
mengelusi pahaku dan merayap
makin dalam hingga menggosok
kemaluanku dari luar celana
dalamku.
"Sshh.. Bang" desahku dengan
agak gemetar ketika jarinya
menekan bagian tengah
kemaluanku yang masih
terbungkus celana dalam.
"Tenang Non.. saya sudah dari
dulu kesengsem sama Non,
apalagi kalau ngeliat Non pake
baju olahraga, duh tambah gak
kuat Abang ngeliatnya juga"
katanya merayu sambil terus
mengelusi bagian pangkal
pahaku dengan jarinya.
Tohir mulai menjilati pahaku
yang putih mulus, kepalanya
masuk ke dalam rok abu-abuku,
jilatannya perlahan-lahan mulai
menjalar menuju ke tengah. Aku
hanya dapat mencengkram sprei
dan kepala Tohir yang
terselubung rokku saat
kurasakan lidahnya yang tebal
dan kasar itu menyusup ke
pinggir celana dalamku lalu
menyentuh bibir vaginaku.
Bukan hanya bibir vaginaku
yang dijilatinya, tapi lidahnya
juga masuk ke liang vaginaku,
rasanya wuiihh..gak karuan, geli-
geli enak seperti mau pipis.
Tangannya yang terus mengelus
paha dan pantatku
mempercepat naiknya libidoku,
apalagi sejak sejak beberapa hari
terakhir ini aku belum
melakukannya lagi.
Sesaat kemudian, Tohir menarik
kepalanya keluar dari rokku,
bersamaan dengan itu pula
celana dalamku ikut ditarik lepas
olehnya. Matanya seperti mau
copot melihat kewanitaanku
yang sudah tidak tertutup apa-
apa lagi dari balik rokku yang
tersingkap. Dia dekap tubuhku
dari belakang dalam posisi
berbaring menyamping. Dengan
lembut dia membelai
permukaannya yang ditumbuhi
bulu-bulu halus itu. Sementara
tangan yang satunya mulai naik
ke payudaraku, darahku makin
bergolak ketika telapak
tangannya yang kasar itu
menyusup ke balik bra-ku
kemudian meremas daging
kenyal di baliknya.
"Non, teteknya bagus amat..
sama bagusnya kaya memeknya,
Non marah ga saya giniin?"
tanyanya dekat telingaku
sehingga deru nafasnya serasa
menggelitik.
Aku hanya menggelengkan
kepalaku dan meresapi dalam-
dalam elusan-elusan pada daerah
sensitifku. Tohir yang merasa
mendapat restu dariku menjadi
semakin buas, jari-jarinya kini
bukan hanya mengelus
kemaluanku tapi juga mulai
mengorek-ngoreknya, cup bra-
ku yang sebelah kanan
diturunkannya sehingga dia
dapat melihat jelas payudaraku
dengan putingnya yang mungil.
Aku merasakan benda keras di
balik celananya yang digesek-
gesek pada pantatku. Tohir
kelihatan sangat bernafsu
melihat payudaraku yang
montok itu, tangannya
meremas-remas dan terkadang
memilin-milin putingnya.
Remasannya semakin kasar dan
mulai meraih yang kiri setelah
dia pelorotkan cup-nya. Ketika
dia menciumi leher jenjangku
terasa olehku nafasnya juga
sudah memburu, bulu kudukku
merinding waktu lidahnya
menyapu kulit leherku disertai
cupangan. Aku hanya bisa
meresponnya dengan mendesah
dan merintih, bahkan menjerit
pendek waktu remasannya pada
dadaku mengencang atau
jarinya mengebor kemaluanku
lebih dalam. Cupanganya
bergerak naik menuju mulutku
meninggalkan jejak berupa air
liur dan bekas gigitan di
permukaan kulit yang dilalui.
Bibirnya akhirnya bertemu
dengan bibirku menyumbat
eranganku, dia menciumiku
dengan gemas.
Pada awalnya aku menghindari
dicium olehnya karena Tohir
perokok jadi bau nafasnya tidak
sedap, namun dia bergerak lebih
cepat dan berhasil melumat
bibirku. Lama-lama mulutku
mulai terbuka membiarkan
lidahnya masuk, dia menyapu
langit-langit mulutku dan
menggelikitik lidahku dengan
lidahnya sehingga lidahku pun
turut beradu dengannya. Kami
larut dalam birahi sehingga bau
mulutnya itu seolah-olah hilang,
malahan kini aku lebih berani
memainkan lidahku di dalam
mulutnya. Setelah puas
berrciuman, Tohir melepaskan
dekapannya dan melepas ikat
pinggang usangnya, lalu
membuka celana berikut
kolornya. Maka menyembullah
kemaluannya yang sudah
menegang daritadi. Aku melihat
takjub pada benda itu yang
begitu besar dan berurat,
warnanya hitam pula. Jauh lebih
menggairahkan dibanding milik
teman-teman SMU-ku yang
pernah ML denganku. Dengan
tetap memakai kaos
berkerahnya, dia berlutut di
samping kepalaku dan
memintaku mengelusi
senjatanya itu. Akupun pelan-
pelan meraih benda itu, ya
ampun tanganku yang mungil
tak muat menggenggamnya,
sungguh fantastis ukurannya.
"Ayo Non, emutin kontol saya ini
dong, pasti yahud rasanya kalo
diemut sama Non" katanya.
Kubimbing penis dalam
genggamanku ke mulutku yang
mungil dan merah, uuhh.. susah
sekali memasukkannya karena
ukurannya. Sekilas tercium bau
keringat dari penisnya sehingga
aku harus menahan nafas juga
terasa asin waktu lidahku
menyentuh kepalanya, namun
aku terus memasukkan lebih
dalam ke mulutku lalu mulai
memaju-mundurkan kepalaku.
Selain menyepong tanganku
turut aktif mengocok ataupun
memijati buah pelirnya.
"Uaahh.. uueennakk banget, Non
udah pengalaman yah"
ceracaunya menikmati
seponganku, sementara
tangannya yang bercokol di
payudaraku sedang asyik
memelintir dan memencet
putingku.
Setelah lewat 15 menitan dia
melepas penisnya dari mulutku,
sepertinya dia tidak mau cepat-
cepat orgasme sebelum
permainan yang lebih dalam.
Akupun merasa lebih lega karena
mulutku sudah pegal dan dapat
kembali menghirup udara segar.
Dia berpindah posisi di antara
kedua belah pahaku dengan
penis terarah ke vaginaku. Bibir
vaginaku disibakkannya
sehingga mengganga lebar siap
dimasuki dan tangan yang
satunya membimbing penisnya
menuju sasaran.
"Tahan yah Non, mungkin bakal
sakit sedikit, tapi kesananya
pasti ueenak tenan" katanya.
Penisnya yang kekar itu
menancap perlahan-lahan di
dalam vaginaku. Aku
memejamkan mata, meringis,
dan merintih menahan rasa
perih akibat gesekan benda itu
pada milikku yang masih sempit,
sampai mataku berair. Penisnya
susah sekali menerobos
vaginaku yang baru pertama
kalinya dimasuki yang sebesar
itu (milik teman-temanku tidak
seperkasa yang satu ini)
walaupun sudah dilumasi oleh
lendirku.
Tohir memaksanya perlahan-
lahan untuk memasukinya. Baru
kepalanya saja yang masuk aku
sudah kesakitan setengah mati
dan merintih seperti mau
disembelih. Ternyata si Tohir
lihai juga, dia memasukkan
penisnya sedikit demi sedikit
kalau terhambat ditariknya lalu
dimasukkan lagi. Kini dia sudah
berhasil memasukkan setengah
bagiannya dan mulai
memompanya walaupun belum
masuk semua. Rintihanku mulai
berubah jadi desahan nikmat.
Penisnya menggesek dinding-
dinding vaginaku, semakin cepat
dan semakin dalam, saking
keenakannya dia tak sadar
penisnya ditekan hingga masuk
semua. Ini membuatku merasa
sakit bukan main dan aku
menyuruhnya berhenti
sebentar, namun Tohir yang
sudah kalap ini tidak
mendengarkanku, malahan dia
menggerakkan pinggulnya lebih
cepat. Aku dibuatnya serasa
terbang ke awang-awang, rasa
perih dan nikmat bercampur
baur dalam desahan dan
gelinjang tubuh kami.
"Oohh.. Non Citra, sayang..
sempit banget.. memekmu..
enaknya!" ceracaunya di tengah
aktivitasnya.
Dengan tetap menggenjot, dia
melepaskan kaosnya dan
melemparnya. Sungguh
tubuhnya seperti yang
kubayangkan, begitu berisi dan
jantan, otot-ototnya
membentuk dengan indah, juga
otot perutnya yang seperti
kotak-kotak. Dari posisi berlutut,
dia mencondongkan tubuhnya
ke depan dan menindihku, aku
merasa hangat dan nyaman di
pelukannya, bau badannya yang
khas laki-laki meningkatkan
birahiku. Kembali dia
melancarkan pompaannya
terhadapku, kali ini ditambah
lagi dengan cupangan pada leher
dan pundakku sambil meremas
payudaraku. Genjotannya
semakin kuat dan bertenaga,
terkadang diselingi dengan
gerakan memutar yang
membuat vaginaku terasa
diobok-obok.
"Ahh.. aahh.. yeahh, terus entot
gua Bang" desahku dengan
mempererat pelukanku.
Aku mencapai orgasme dalam 20
menit dengan posisi seperti ini,
aku melepaskan perasaan itu
dengan melolong panjang,
tubuhku mengejang dengan
dahsyat, kukuku sampai
menggores punggungnya,
cairan kenikmatanku mengalir
deras seperti mata air. Setelah
gelombang birahi mulai mereda
dia mengelus rambut panjangku
seraya berkata, "Non cantik
banget waktu keluar tadi, tapi
Non pasti lebih cantik lagi kalau
telanjang, saya bukain bajunya
yah Non, udah basah gini".
Aku cuma bisa mengangguk
dengan nafas tersenggal-
senggal tanda setuju. Memang
badanku sudah basah
berkeringat sampai baju
seragamku seperti kehujanan,
apalagi AC-nya tidak kunyalakan.
Tohir meloloskan pakaianku satu
persatu, yang terakhir adalah
rok abu-abuku yang dia
turunkan lewat kakiku, hingga
kini yang tersisa hanya
sepasang anting di telingaku
dan sebuah cincin yang
melingkar di jariku.
Dia menelan ludah menatapi
tubuhku yang sudah polos,
butir-butir keringat nampak di
tubuhku, rambutku yang terurai
sudah kusut. Tak henti-hentinya
di memuji keindahan tubuhku
yang bersih terawat ini sambil
menggerayanginya. Kemudian
dia balikkan tubuhku dan
menyuruhku menunggingkan
pantat. Akupun mengangkat
pantatku memamerkan
vaginaku yang merah merekah
di hadapan wajahnya. Tohir
mendekatkan wajahnya ke sana
dan menciumi kedua bongkahan
pantatku, dengan gemas dia
menjilat dan mengisap kulit
pantatku, sementara tangannya
membelai-belai punggung dan
pahaku. Mulutnya terus
merambat ke arah selangkangan.
Aku mendesis merasakan
sensasi seperti kesetrum waktu
lidahnya menyapu naik dari
vagina sampai anusku. Kedua
jarinya kurasakan membuka
kedua bibir vaginaku, dengusan
nafasnya mulai terasa di sana
lantas dia julurkan lidahnya dan
memasukkannya disana. Aku
mendesah makin tak karuan,
tubuhku menggelinjang,
wajahku kubenamkan ke bantal
dan menggigitnya, pinggulku
kugerak-gerakkan sebagai
ekspresi rasa nikmat.
Di tengah-tengah desahan
nikmat mendadak kurasakan kok
lidahnya berubah jadi keras dan
besar pula. Aku menoleh ke
belakang, ternyata yang
tergesek-gesek di sana bukan
lidahnya lagi tapi kepala
penisnya. Aku menahan nafas
sambil menggigit bibir
merasakan kejantanannya
menyeruak masuk. Aku
merasakan rongga kemaluanku
hangat dan penuh oleh
penisnya. Urat-urat batangnya
sangat terasa pada dinding
kemaluanku.
"Oouuhh.. Bang!" itulah yang
keluar dari mulutku dengan
sedikit bergetar saat penisnya
amblas ke dalamku.
Dia mulai mengayunkan
pinggulnya mula-mula lembut
dan berirama, namun semakin
lama frekuensinya semakin
cepat dan keras. Aku mulai
menggila, suaraku terdengar
keras sekali beradu dengan
erangannya dan deritan ranjang
yang bergoyang. Dia
mencengkramkan kedua
tangannya pada payudaraku,
terasa sedikit kukunya di sana,
tapi itu hanya perasaan kecil
saja dibanding sensasi yang
sedang melandaku. Hujaman-
hujaman yang diberikannya
menimbulkan perasaan nikmat
ke seluruh tubuhku.
Aku menjerit kecil ketika tiba-
tiba dia tarik rambutku dan
tangan kanannya yang bercokol
di payudaraku juga ikut
menarikku ke belakang. Rupanya
dia ingin menaikkanku ke
pangkuannya. Sesudah mencari
posisi yang enak, kamipun
meneruskan permainan dengan
posisi berpangkuan
membelakanginya. Aku
mengangkat kedua tanganku
dan melingkari lehernya, lalu dia
menolehkan kepalaku agar bisa
melumat bibirku. Aku semakin
intens menaik-turunkan
tubuhku sambil terus berciuman
dengan liar. Tangannya dari
belakang tak henti-hentinya
meremasi dadaku, putingku
yang sudah mengeras itu terus
saja dimain-mainkan. Gelinjang
tubuhku makin tak terkendali
karena merasa akan segera
keluar, kugerakkan badanku
sekuat tenaga sehingga penis
itu menusuk semakin dalam.
Mengetahui aku sudah
diambang klimaks, tiba-tiba dia
melepaskan pelukannya dan
berbaring telentang. Disuruhnya
aku membalikan badanku
berhadapan dengannya. Harus
kuakui dia sungguh hebat dan
pandai mempermainkan
nafsuku, aku sudah dibuatnya
beberapa kali orgasme, tapi dia
sendiri masih perkasa. Dia
biarkan aku mencari kepuasanku
sendiri dalam gaya woman on
top. Kelihatannya dia sangat
senang menyaksikan
payudaraku yang bergoyang-
goyang seirama tubuhku yang
naik turun. Beberapa menit
dalam posisi demikian dia
menggulingkan tubuhnya ke
samping sehingga aku kembali
berada di bawah. Genjotan dan
dengusannya semakin keras,
menandakan dia akan segera
mencapai klimaks, hal yang sama
juga kurasakan pada diriku.
Otot-otot kemaluanku
berkontraksi semakin cepat
meremas-remas penisnya. Pada
detik-detik mencapai puncak
tubuhku mengejang hebat
diiringi teriakan panjang. Cairan
cintaku seperti juga keringatku
mengalir dengan derasnya
menimbulkan suara kecipak.
Tohir sendiri sudah mulai
orgasme, dia mendesah-desah
menyebut namaku, penisnya
terasa semakun berdenyut dan
ukurannya pun makin
membengkak, dan akhirnya..
dengan geraman panjang dia
cabut penisnya dari vaginaku. Isi
penisnya yang seperti susu
kental manis itu dia tumpahkan
di atas dada dan perutku.
Setelah menyelesaikan hajatnya
dia langsung terkulai lemas di
sebelah tubuhku yang
berlumuran sperma dan
keringat. Aku yang juga sudah
KO hanya bisa berbaring di atas
ranjang yang seprei nya sudah
berantakan, mataku terpejam,
buah dadaku naik turun seiring
nafasku yang ngos-ngosan,
pahaku masih mekangkang,
celah vaginaku serasa terbuka
lebih lebar dari biasanya. Dengan
sisa-sisa tenaga, kucoba
menyeka ceceran sperma di
dadaku, lalu kujilati maninya
dijari-jariku.
Sejak saat itu, Tohir sering
memintaku melayaninya
kapanpun dan dimanapun ada
kesempatan. Waktu mengantar-
jemputku tidak jarang dia
menyuruhku mengoralnya.
Tampaknya dia sudah ketagihan
dan lupa bahwa aku ini nona
majikannya, bayangkan saja
terkadang saat aku sedang tidak
‘mood’ pun dia
memaksaku. Bahkan pernah
suatu ketika aku sedang mencicil
belajar menjelang Ebtanas yang
sudah 2 minggu lagi, tiba-tiba
dia mendatangiku di kamarku
(saat itu sudah hampir jam 12
malam dan ortuku sudah tidur),
karena lagi belajar aku
menolaknya, tapi saking
nafsunya dia nekad
memperkosaku sampai dasterku
sedikit robek, untung kamar
ortuku letaknya agak berjauhan
dariku. Meskipun begitu aku
selalu mengingatkannya agar
menjaga sikap di depan orang
lain, terutama ortuku dan lebih
berhati-hati kalau aku sedang
subur dengan memakai kondom
atau membuang di luar. Tiga
bulan kemudian Tohir berhenti
kerja karena ingin mendampingi
istrinya yang TKW di Timur
Tengah, lagipula waktu itu aku
sudah lulus SMU dan sudah
diijinkan untuk membawa mobil
sendiri.
TAMAT

Mama Mona Mertuaku

Sudah dua tahun ini aku
menikah dengan Virni, dia
seorang model iklan dan enam
bulan lalu, dia menjadi seorang
bintang sinetron, sementara aku
sendiri adalah seorang
wiraswasta di bidang pompa
bensin. Usiaku kini 32 tahun,
sedangkan Virni usia 21 tahun.
Virni seorang yang cantik
dengan kulit yang putih bersih
mungkin karena keturunan dari
ibunya. Aku pun bangga
mempunyai istri secantik dia.
Ibunya Virni, mertuaku, sebut
saja Mama Mona, orangnya pun
cantik walau usianya sudah 39-
tahun. Mama Mona merupakan
istri ketiga dari seorang pejabat
negara ini, karena istri ketiga
jadi suaminya jarang ada di
rumah, paling-paling sebulan
sekali. Sehingga Mama Mona
bersibuk diri dengan berjualan
berlian.
Aku tinggal bersama istriku di
rumah ibunya, walau aku sndiri
punya rumah tapi karena
menurut istriku, ibunya sering
kesepian maka aku tinggal di
"Pondok Mertua Indah". Aku
yang sibuk sekali dengan
bisnisku, sementara Mama Mona
juga sibuk, kami jadi kurang
banyak berkomunikasi tapi sejak
istriku jadi bintang sinetron 6
bulan lalu, aku dan Mama Mona
jadi semakin akrab malahan kami
sekarang sering melakukan
hubungan suami istri, inilah
ceritanya.
Sejak istriku sibuk syuting
sinetron, dia banyak pergi keluar
kota, otomatis aku dan
mertuaku sering berdua di
rumah, karena memang kami
tidak punya pembantu. Tiga
bulan lalu, ketika istriku pergi ke
Jogja, setelah kuantar istriku ke
stasiun kereta api, aku mampir
ke rumah pribadiku dan baru
kembali ke rumah mertuaku kira-
kira jam 11.00 malam. Ketika aku
masuk ke rumah aku terkaget,
rupanya mertuaku belum tidur.
Dia sedang menonton TV di
ruang keluarga.
"Eh, Mama.. belum tidur.."
"Belum, Tom.. saya takut tidur
kalau di rumah belum ada
orang.."
"Oh, Maaf Ma, saya tadi mampir
ke rumah dulu.. jadi agak telat.."
"Virni.. pulangnya kapan?"
"Ya.. kira-kira hari Rabu, Ma.. Oh..
sudah malam Ma, saya tidur
dulu.."
"Ok.. Tom, selamat tidur.."
Kutinggal Mama Mona yang
masih nonton TV, aku masuk ke
kamarku, lalu tidur.
Keesokannya, Sabtu Pagi ketika
aku terbangun dan menuju ke
kamar makan kulihat Mama
Mona sudah mempersiapkan
sarapan yang rupanya nasi
goreng, makanan favoritku.
"Selamat Pagi, Tom.."
"Pagi.. Ma, wah Mama tau aja
masakan kesukaan saya."
"Kamu hari ini mau kemana
Tom?"
"Tidak kemana-mana, Ma.. paling
cuci mobil.."
"Bisa antar Mama, Mama mau
antar pesanan berlian."
"Ok.. Ma.."
Hari itu aku menemani Mama
pergi antar pesanan dimana
kami pergi dari jam 09.00
sampai jam 07.00 malam. Selama
perjalanan, Mama menceritakan
bahwa dia merasa kesepian
sejak Virni makin sibuk dengan
dirinya sendiri dimana suaminya
pun jarang datang, untungnya
ada diriku walaupun baru malam
bisa berjumpa. Sejak itulah aku
jadi akrab dengan Mama Mona.
Sampai di rumah setelah
berpergian seharian dan setelah
mandi, aku dan Mama nonton TV
bersama-sama, dia mengenakan
baju tidur modelnya baju
handuk sedangkan aku hanya
mengenakan kaus dan celana
pendek. Tiba-tiba Mama
menyuruhku untuk memijat
dirinya.
"Tom, kamu capek nggak, tolong
pijatin leher Mama yach.. habis
pegal banget nih.."
"Dimana Ma?"
"Sini.. Leher dan punggung
Mama.."
Aku lalu berdiri sementara Mama
Mona duduk di sofa, aku mulai
memijat lehernya, pada awalnya
perasaanku biasa tapi lama-lama
aku terangsang juga ketika kulit
lehernya yang putih bersih dan
mulus kupijat dengan lembut
terutama ketika kerah baju
tidurnya diturunkan makin ke
bawah dimana rupanya Mama
Mona tidak mengenakan BH dan
payudaranya yang cukup
menantang terintip dari
punggungnya olehku dan juga
wangi tubuhnya yang sangat
menusuk hidungku.
"Maaf, Ma.. punggung Mama juga
dipijat.."
"Iya.. di situ juga pegal.."
Dengan rasa sungkan tanganku
makin merasuk ke punggungnya
sehingga nafasku mengenai
lehernya yang putih, bersih dan
mulus serta berbulu halus. Tiba-
tiba Mama berpaling ke arahku
dan mencium bibirku dengan
bibirnya yang mungil nan
lembut, rupanya Mama Mona
juga sudah mulai terangsang.
"Tom, Mama kesepian.. Mama
membutuhkanmu.." Aku tidak
menjawab karena Mama
memasukkan lidahnya ke
mulutku dan lidah kami
bertautan. Tanganku yang ada
di punggungnya ditarik ke arah
payudaranya sehingga
putingnya dan payudaranya
yang kenyal tersentuh
tanganku. Hal ini membuatku
semakin terangsang, dan aku
lalu merubah posisiku, dari
belakang sofa, aku sekarang
berhadapan dengan Mama Mona
yang telah meloloskan bajunya
sehingga payudaranya terlihat
jelas olehku.
Aku tertegun, rupanya tubuh
Mama Mona lebih bagus dari
milik anaknya sendiri, istriku.
Aku baru pertama kali ini melihat
tubuh ibu mertuaku yang toples.
"Tom, koq bengong, khan Mama
sudah bilang, Mama kesepian.."
"iya.. iya.. iya Mah,"
Ditariknya tanganku sehingga
aku terjatuh di atas tubuhnya,
lalu bibirku dikecupnya kembali.
Aku yang terangsang
membalasnya dengan
memasukkan lidahku ke
mulutnya. Lidahku disedot di
dalam mulutnya. Tanganku mulai
bergerilya pada payudaranya.
Payudaranya yang berukuran
36B sudah kuremas-remas,
putingnya kupelintir yang
membuat Mama Mona
menggoyangkan tubuhnya
karena keenakan. Tangannya
yang mungil memegang
batangku yang masih ada di
balilk celana pendekku. Diusap-
usapnya hingga batangku mulai
mengeras dan celana pendekku
mulai diturunkan sedikit, setelah
itu tangannya mulai mengorek
di balik celana dalamku sehingga
tersentuhlah kepala batangku
dengan tangannya yang lembut
yang membuatku gelisah.
Keringat kami mulai bercucuran,
payudaranya sudah tidak
terpegang lagi tanganku tapi
mulutku sudah mulai menari-nari
di payudaranya, putingnya
kugigit, kuhisap dan kukenyot
sehingga Mama Mona kelojotan,
sementara batangku sudah
dikocok oleh tangannya
sehingga makin mengeras.
Tanganku mulai meraba-raba
celana dalamnya, dari sela-sela
celana dan pahanya yang putih
mulus kuraba vaginanya yang
berbulu lebat. Sesekali kumasuki
jariku pada liang vaginanya
yang membuat dirinya makin
mengelinjang dan makin
mempercepat kocokan
tangannya pada batangku.
Hampir 10 menit lamanya
setelah vaginanya telah basah
oleh cairan yang keluar dengan
berbau harum, kulepaskan
tanganku dari vaginanya dan
Mama Mona melepaskan
tangannya dari batangku yang
sudah keras. Mama Mona lalu
berdiri di hadapanku,
dilepaskannya baju tidurnya dan
celana dalamnya sehingga aku
melihatnya dengan jelas tubuh
Mama Mona yang bugil dimana
tubuhnya sangat indah dengan
tubuh tinggi 167 cm, payudara
berukuran 36B dan vagina yang
berbentuk huruf V dengan
berbulu lebat, membuatku
menahan ludah ketika
memandanginya.
"Tom, ayo.. puasin Mama.."
"Ma.. tubuh Mama bagus sekali,
lebih bagus dari tubuhnya
Virni.."
"Ah.. masa sih.."
"Iya, Ma.. kalau tau dari 2 tahun
lalu, mungkin Mamalah yang
saya nikahi.."
"Ah.. kamu bisa aja.."
"Iya.. Ma.. bener deh.."
"Iya sekarang.. puasin Mama
dulu.. yang penting khan kamu
bisa menikmati Mama sekarang.."
"Kalau Mama bisa memuaskan
saya, saya akan kawini Mama.."
Mama lalu duduk lagi, celana
dalamku diturunkan sehingga
batangku sudah dalam
genggamannya, walau tidak
terpegang semua karena
batangku yang besar tapi
tangannya yang lembut sangat
mengasyikan.
"Tom, batangmu besar sekali,
pasti Virni puas yach."
"Ah.. nggak. Virni.. biasa aja Ma.."
"Ya.. kalau gitu kamu harus
puasin Mama yach.."
"Ok.. Mah.."
Mulut mungil Mama Mona sudah
menyentuh kepala batangku,
dijilatnya dengan lembut, rasa
lidahnya membuat diriku
kelojotan, kepalanya kuusap
dengan lembut. Batangku mulai
dijilatnya sampai biji pelirku,
Mama Mona mencoba
memasukkan batangku yang
besar ke dalam mulutnya yang
mungil tapi tidak bisa, akhirnya
hanya bisa masuk kepala
batangku saja dalam mulutnya.
Hal ini pun sudah membuatku
kelojotan, saking nikmatnya
lidah Mama Mona menyentuh
batangku dengan lembut.
Hampir 15 menit lamanya
batangku dihisap membuatnya
agak basah oleh ludah Mama
Mona yang sudah tampak
kelelahan menjilat batangku dan
membuatku semakin
mengguncang keenakan. Setelah
itu Mama Mona duduk di Sofa
dan sekarang aku yang jongkok
di hadapannya. Kedua kakinya
kuangkat dan kuletakkan di
bahuku. Vagina Mama Mona
terpampang di hadapanku
dengan jarak sekitar 50 cm dari
wajahku, tapi bau harum
menyegarkan vaginanya
menusuk hidungku.
"Ma, Vagina Mama wangi sekali,
pasti rasanya enak sekali yach."
"Ah, masa sih Tom, wangi mana
dibanding punya Virni dari
punya Mama."
"Jelas lebih wangi punya mama
dong.."
"Aaakkhh.."
Vagina Mama Mona telah
kusentuh dengan lidahku. Kujilat
lembut liang vagina Mama Mona,
vagina Mama Mona rasanya
sangat menyegarkan dan manis
membuatku makin menjadi-jadi
memberi jilatan pada vaginanya.
"Ma, vagina.. Mama sedap sekali..
rasanya segar.."
"Iyaah.. Tom, terus.. Tom.. Mama
baru kali ini vaginanya dijilatin..
ohh.. terus.. sayang.."
Vagina itu makin kutusuk
dengan lidahku dan sampai juga
pada klitorisnya yang rasanya
juga sangat legit dan
menyegarkan. Lidahku kuputar
dalam vaginanya, biji klitorisnya
kujepit di lidahku lalu kuhisap
sarinya yang membuat Mama
Mona menjerit keenakan dan
tubuhnya menggelepar ke kanan
ke kiri di atas sofa seperti cacing
kepanasan. "Ahh.. ahh.. oghh
oghh.. awww.. argh.. arghh..
lidahmu Tom.. agh, eena..
enakkhh.. aahh.. trus.. trus.."
Klitoris Mama Mona yang manis
sudah habis kusedot sampai
berulang-ulang, tubuh Mama
Mona sampai terpelintir di atas
sofa, hal itu kulakukan hampir
30 menit dan dari vaginanya
sudah mengeluarkan cairan
putih bening kental dan rasanya
manis juga, cairan itupun
dengan cepat kuhisap dan kujilat
sampai habis sehingga tidak ada
sisa baik di vaginanya maupun
paha mama Mona.
"Ahg.. agh.. Tom.. argh.. akh..
akhu.. keluar.. nih.. ka.. kamu..
hebat dech.." Mama Mona
langsung ambruk di atas sofa
dengan lemas tak berdaya,
sementara aku yang merasa
segar setelah menelan cairan
vagina Mama Mona, langsung
berdiri dan dengan cepat
kutempelkan batang
kemaluanku yang dari 30 menit
lalu sudah tegang dan keras
tepat pada liang vagina Mama
Mona yang sudah kering dari
cairan. Mama Mona melebarkan
kakinya sehingga
memudahkanku menekan
batangku ke dalam vaginanya,
tapi yang aku rasakan liang
vagina Mama Mona terasa
sempit, aku pun keheranan.
"Ma.. vagina Mama koq sempit
yach.. kayak vagina anak gadis."
"Kenapa memangnya Tom,
nggak enak yach.."
"Justru itu Ma, Mama punya
sempit kayak punya gadis. Saya
senang Ma, karena vagina Virni
sudah agak lebar, Mama hebat,
pasti Mama rawat yach?"
"Iya, sayang.. walau Mama
jarang ditusuk, vaginanya harus
Mama rawat sebaik-baiknya, toh
kamu juga yang nusuk.."
"Iya Ma, saya senang bisa
menusukkan batang saya ke
vagina Mama yang sedaap ini.."
"Akhh.. batangmu besar sekali.."
Vagina Mama Mona sudah
terterobos juga oleh batang
kemaluanku yang diameternya 4
cm dan panjangnya 28 cm,
setelah 6 kali kuberikan tekanan.
Pinggulku kugerakan maju-
mundur menekan vagina Mama
Mona yang sudah tertusuk oleh
batangku, Mama Mona hanya
bisa menahan rasa sakit yang
enak dengan memejamkan mata
dan melenguh kenikmatan,
badannya digoyangkan
membuatku semakin semangat
menggenjotnya hingga sampai
semua batangku masuk ke
vaginanya. "Tom.. nggehh..
ngghh.. batangmu menusuk
sampai ke perut.. nich.. agghh..
agghh.. aahh.. eenaakkhh.." Aku
pun merasa keheranan karena
pada saat masukkan batangku
ke vaginanya Mama Mona terasa
sempit, tapi sekarang bisa
sampai tembus ke perutnya.
Payudara Mama Mona yang
ranum dan terbungkus kulit
yang putih bersih dihiasi puting
kecil kemerahan sudah kuterkam
dengan mulutku. Payudara itu
sudah kuhisap, kujilat, kugigit
dan kukenyot sampai putingnya
mengeras seperti batu kerikil
dan Mama Mona belingsatan,
tangannya membekap kepalaku
di payudaranya sedangkan
vaginanya terhujam keras oleh
batangku selama hampir 1 jam
lamanya yang tiba-tiba Mama
Mona berteriak dengan lenguhan
karena cairan telah keluar dari
vaginanya membasahi batangku
yang masih di dalam vaginanya,
saking banyaknya cairan itu
sampai membasahi pahanya dan
pahaku hingga berasa lengket.
"Arrgghh.. argghh.. aakkhh..
Mama.. keluar nich Tom.. kamu
belum yach..?" Aku tidak
menjawab karena tubuhnya
kuputar dari posisi terlentang
dan sekarang posisi
menungging dimana batangku
masih tertancap dengan
kerasnya di dalam vagina Mama
Mona, sedangkan dia sudah
lemas tak berdaya. Kuhujam
vagina Mama Mona berkali-kali
sementara Mama Mona yang
sudah lemas seakan tidak
bergerak menerima hujaman
batangku, Payudaranya
kutangkap dari belakang dan
kuremas-remas, punggungnya
kujilat. Hal ini kulakukan sampai
1 jam kemudian di saat Mama
Mona meledak lagi mengeluarkan
cairan untuk yang kedua kalinya,
sedangkan aku mencapai puncak
juga dimana cairanku kubuang
dalam vagina Mama Mona
hingga banjir ke kain sofa
saking banyaknya cairanku yang
keluar. "Akhh.. akh.. Ma, Vagina
Mama luar biasa sekali.." Aku pun
ambruk setelah hampir 2,5 jam
merasakan nikmatnya vagina
mertuaku, yang memang nikmat,
meniban tubuh Mama Mona
yang sudah lemas lebih dulu.
Aku dan Mama terbangun
sekitar jam 12.30 malam dan
kami pindah tidur ke kamar
Mama Mona, setelah terbaring di
sebelah Mama dimana kami
masih sama-sama bugil karena
baju kami ada di sofa, Mama
Mona memelukku dan mencium
pipiku.
"Tom, Mama benar-benar puas
dech, Mama pingin kapan-kapan
coba lagi batangmu yach, boleh
khan.."
"Boleh Ma, saya pun juga puas
bisa mencoba vagina Mama dan
sekarangpun yang saya
inginkan setiap malam bisa tidur
sama Mama jika Virni nggak
pulang."
"Iya, Tom.. kamu mau ngeloni
Mama kalau Virni pergi?"
"Iya Ma, vagina Mama nikmat
sih."
"Air manimu hangat sekali Tom,
berasa dech waktu masuk di
dalam vagina Mama."
"Kita Main lagi Ma..?"
"Iya boleh.."
Kami pun bermain dalam nafsu
birahi lagi di tempat tidur Mama
hingga menjelang ayam
berkokok baru kami tidur. Mulai
hari itu aku selalu tidur di kamar
Mama jika istriku ada syuting di
luar kota dan ini berlangsung
sampai sekarang.
TAMAT

Kamis, 25 Agustus 2011

Papa Tiri Panutanku

Perkenalkan, namaku Nina,
umurku 24 tahun. Aku memiliki
kehidupan seks yang cukup
menarik. Temanku
memberitahuku mengenai situs
RumahSeks dan ketika aku
pertama kali browse RumahSeks,
aku langsung tertarik untuk ikut
mencurahkan kisahku di situs
ini. Semoga kisahku ini dapat
menjadi salah satu bacaan yang
menarik.
*****
Kisah ini dimulai ketika aku
merasakan seks-ku yang
pertama dengan Papa tiriku
ketika aku masih berumur 16
tahun. Pada saat umurku 3
tahun, Papa kandungku telah
meninggal hingga ibu menikah
lagi dengan Oom Mardi ketika
umurku 5 tahun. Jadi, selama 11
tahun aku telah
menganggapnya sebagai Papa
kandungku, toh aku juga tidak
ingat lagi akan kehadiran Papa
kandungku. Namun, sejak
kejadian ini aku tidak hanya
menganggapnya sebagai Papa,
tapi sekaligus juga sebagai
pemuas nafsu birahiku.
Begitupun Papa Mardi yang
menganggapku sebagai anak
sekaligus budak seks-nya.
Untuk lebih memperjelasnya, aku
memiliki tubuh yang cukup
bagus dengan buah dada
berukuran 34B. Kulitku putih
bersih dengan rambut panjang
sepunggung. Aku beberapa kali
menonton dan membuka situs
porno karena rasa penasaranku
terhadap aktivitas seks yang
sangat digemari di kalangan
anak laki-laki. Ketika menonton
film-film porno itu, ada rasa
ingin mencoba karena kulihat
betapa nikmatnya wajah sang
wanita yang disetubuhi. Aku
pun sering membayangkan
bahwa yang ada di film itu
adalah aku dan pria idamanku,
namun ironisnya aku kehilangan
keperawanan bukanlah dengan
pria idamanku. Beginilah cerita
awalnya..
Pada suatu Minggu pagi, Ibuku
tidak ada di rumah hampir
sepanjang hari karena harus
menunggui kakaknya yang
sedang dirawat di rumah sakit.
Jadi, aku tinggal di rumah
sendiri. Ketika aku berjalan ke
ruang makan untuk makan pagi,
aku hanya melihat Papa seorang
diri sedang menyantap nasi
goreng.
"Pa, Mama mana? Kok gak ada?"
tanyaku sambil mengucek
mataku yang masih mengantuk.
Pada saat itu Papaku tidak
langsung menjawab, Ia
tercengang untuk beberapa saat
dan menatapku dengan
pandangan tajam. Ketika
kusadari, ternyata pada saat itu
aku mengenakan daster putih
tipis pendek yang tembus
pandang hingga memamerkan
lekuk tubuhku. Puting susuku
terpampang jelas karena aku
tidak memakai bra. Kurasakan
mukaku memerah dan spontan
aku menutupi dadaku.
"Ehem.. Nin, Mama pergi sejak
jam 4 subuh. Tante Firda
mendadak koma," kata Papa
segera setelah sadar dari
kagetnya.
"Apa?! Tan.. Tante koma?" ujarku
terbata-bata.
"Iya, Nin. Papa tahu kamu kaget.
Nanti kita jenguk jam 12 ya?"
Aku terisak sedih dan air mataku
mulai mengalir. Tante Firda
adalah tante favoritku. Ia sangat
baik terhadap Ibu dan aku.
Ketika aku masih terisak, Papa
segera menghampiri dan
memeluk diriku.
"Tenang Nin, masih ada harapan
kok," hiburnya sambil mengelus
rambutku.
Aku balas mendekapnya dan
mulai menangis tersedu-sedu.
Papa mengelus-elus punggungku
ketika aku menangis, namun
nafas Papaku terdengar berat
dan kurasakan penisnya yang
membesar menekan perutku.
Aku segera melepaskan
pelukanku namun Papa
menahannya.
"Pa, lepaskan aku!" jeritku
ketakutan.
"Tidak bisa, Nina sayang..
Salahmu sendiri menggoda Papa
dengan baju tipismu itu," ujar
Papa, kemudian tangannya mulai
meremas-remas pantatku
dengan gemas.
"Pa, jangan.. Nina gak mau, Pa!"
isakku sambil memberontak,
namun tenaga Papa jauh lebih
kuat daripadaku, tak ada
gunanya aku melawan juga.
"Kamu diam saja, sayang.. Enak
kok.. Nanti pasti kamu
ketagihan," bisik Papa sambil
terengah-engah, setelah itu
tangan Papa mulai menyusup ke
dalam celana dalamku dan
meremas kembali pantatku dari
dalam.
Aku berkali-kali melawan, namun
tak berdaya karena perbedaan
tenaga kami. Kemudian, Papa
mengangkat satu kakiku dan
menahannya selagi tangan
satunya meraih lubang
vaginaku.
"Ohh.. Pa.. Ja.. Jangan," rintihku.
Namun, kurasakan birahiku
mulai naik, bahkan lebih
daripada ketika aku menonton
film porno di kamarku diam-
diam. Jarinya dengan lincah
menggosok-gosok lubang
vaginaku yang mulai basah.
Nafasku juga mulai cepat dan
berat. Melihat reaksiku yang
mulai pasrah dan terbawa nafsu,
Papa melanjutkan aksinya. Ia
membawaku ke sofa ruang
tamu dan mendudukkan diriku
di pangkuannya dengan
posisiku memunggunginya. Tak
lupa pula ia membuka celana
dalamku dengan kasar.
Tangannya dengan kasar
membuka lebar-lebar pahaku
sehingga vaginaku terpampang
lebar untuk dijelajahi oleh
tangannya. Sebelum sempat
melawan, dengan sigap
tangannya kembali meraih
vaginaku dan meremasnya.
"Nin, memek kamu seksi banget..
Nanti Papa sodok ya.." bisik
Papaku di telingaku dan
menjilatinya ketika tangannya
mulai bermain di klitorisku.
Birahiku sudah tak tertahankan
lagi hingga aku pun pasrah
terhadap perlakuan Papaku ini.
Aku mulai mendesah-desah tak
keruan. Jilatan maut di telingaku
menambah nafsuku. Papa
terlihat mencari-cari titik rawan
di klitorisku dengan cara
menekan-nekan klitorisku dari
atas ke bawah. Ketika akhirnya
sampai di titik tertentu, aku
meracau tak karuan.
"Ahh.. Shh.. Paa.." desahku
bernafsu.
"Nin, Papa suka banget sama
kamu.." balas Papa sambil
mencium pipiku.
Jarinya dengan lihai menggosok-
gosok dan menekan titik rawan
itu dengan berirama. Rasanya
bagaikan melayang dan
desahanku berubah menjadi
rintihan kenikmatan. Tak sampai
15 menit kemudian, aku
mendapat orgasmeku yang
pertama.
"Paa.. Nina pengen pipiss.."
desahku tak tahan menahan
sesuatu yang ingin meledak di
dalam diriku, tanganku meremas
tangan Papa yang sedang
bermain di klitorisku dengan
bernafsu.
Di luar perkiraanku, Papa malah
memperkeras dan mempercepat
gerakannya. Papa
merebahkanku di sofa dan
merentangkan kedua pahaku.
Kurasakan jilatan lidah di bibir
vaginaku, rasa menggelitik yang
luar biasa menyerang tubuhku.
Jilatan itu menjalar ke klitoris
dan membuat vaginaku
membanjir. Di sela jilatan-jilatan
Papa yang maut, kurasakan
gigitan lembut di klitorisku yang
kian merangsang hasrat seks-ku.
Aku melenguh keras disertai
jeritan-jeritan kenikmatan yang
seakan menyuruh papaku untuk
terus dan tak berhenti.
Melihat reaksiku, Papa semakin
berani dan menggesekan jarinya
di liang vaginaku yang sudah
membanjir. Tak kuasa menahan
nikmat, aku pun mendesah keras
terus-menerus. Aku meracau
tidak beraturan. Kemudian
kurasakan sensasi yang luar
biasa nikmatnya tak lama
kemudian. Vaginaku
mengeluarkan cairan deras
bening yang sebelumnya belum
pernah kulihat. Papa tampak
senang melihatku mengalami
orgasme yang pertama. Setelah
sensasi nikmat itu surut,
kurasakan tubuhku lelah tak
berdaya bagai tak bertulang.
Papa membopongku ke
kamarnya dan menidurkanku di
kasur.
Papa memelukku dengan lembut.
Kami tidak berkata apa-apa.
Papa kemudian membuka
dasterku, kemudian Papa
tampak semakin bernafsu ketika
melihat payudaraku yang
berukuran cukup besar. Hasratku
sudah menurun dan rasa malu
mulai menyergapku hingga aku
segera menutupi payudara dan
vaginaku dengan kedua tangan,
namun Papa malah
menyingkirkan tanganku
dengan kasar. Lelah masih terasa
karena orgasme tadi sehingga
aku tidak mampu melawan.
"Pa.. Jangan, Pa. Sudah cukup..
Nina takut.." isakku mulai
menitikkan air mata. Melihat
reaksiku, Papa malah semakin
bernafsu.
"Nina sayang. Papa entot kamu
ya.. Oh, Nina. Memekmu pasti
nikmat. Sini Papa entotin ya,
sayang.." rayu Papa dengan
nafas memburu karena nafsu.
Dengan semangat 45, Papa
meremas payudaraku dengan
sangat keras. Pertama-tama, aku
berteriak kesakitan namun Papa
tak mempedulikan teriakan
minta ampunku, malah tampak
dia semakin bernafsu untuk
menyetubuhiku. Jari-jarinya
dengan terampil memilin
putingku diselingi dengan
cubitan keras sehingga lama
kelamaan teriakanku berubah
menjadi jeritan nikmat. Libidoku
mulai naik lagi dan vaginaku
mulai basah. Puting susuku yang
berwarna merah muda sekarang
berwarna merah tua karena
cubitan-cubitan kerasnya, begitu
pula dengan payudara putihku
yang berubah menjadi
kemerahan.
"Ahh.. Ahh.. Ukhh.. Paa.." racauku
tak karuan.
Merasa puas melihat reaksiku,
Papa membuka semua bajunya
dan betapa terkejutnya aku
melihat penis papaku yang
berukuran besar. Dengan
lihainya, Papa segera
menggesekkan kepala penisnya
yang kemerahan ke lubang
vaginaku yang sudah basah. Aku
merasakan sensasi lebih
daripada jilatan lidah Papa di
vaginaku sebelumnya hingga
kutanggapi sensasi luar biasa itu
dengan rintihanan keras
kenikmatan.
"Ahh! Papaa.. Ohh.. Entotin Nina,
paa.." racauku. Sudah hilang
kesadaran akan harga diriku.
Melihat lampu hijau dariku, Papa
segera menjalankan aksinya.
Dengan perlahan ia memasukkan
kepala penisnya ke dalam liang
vaginaku, namun terhalang oleh
selaput daraku. Papa tampak
kesulitan menembus selaput
daraku. Akhirnya dengan satu
sodokan keras, vaginaku
berhasil ditembus untuk
pertama kalinya. Rasa sakit luar
biasa terasa di vaginaku. Papa
dengan tanpa perasaan segera
menyodok-nyodok penisnya
dengan kuat dan keras di
vaginaku yang masih sempit.
Rasa sakit itu berubah menjadi
rasa nikmat bagaikan melayang
di surga. Papa mendesah terus-
menerus memuji kerapatan dan
betapa enaknya vaginaku. Penis
Papa yang panjang dan besar
terasa menyodok dinding
rahimku hingga membuatku
orgasme untuk kedua kalinya.
Papa tampak masih bernafsu
menggenjot vaginaku. Kemudian
Papa membalikkan badanku
yang telah lemas dan
menusukkan penisnya ke dalam
vaginaku lewat belakang.
Ternyata posisi ini lebih nikmat
karena terasa lebih menggosok
dinding vaginaku yang masih
sensitif.
"Oh Ninaa.. Memekmu bagaikan
sorga, Nin.. Nanti Papa entotin
tiap hari yaa.. Ahh.."
Akhirnya setelah menggenjotku
selama setengah jam, Papa
mendapatkan orgasmenya yang
luar biasa. Spermanya terasa
dengan kuat menyemprot
dinding vaginaku. Papa menjerit-
jerit nikmat dan badannya
mengejang-ngejang. Tangannya
dengan kuat meremas
payudaraku dan menarik-narik
putingku. Setelah orgasmenya,
Papa berbaring di sebelahku dan
menjilati puting susuku.
Putingku disedot-sedot dan
digerogotinya dengan gemas.
Tampaknya Papa ingin
membuatku orgasme lagi.
Tangannya kembali menjelajahi
vaginaku, namun kali ini jarinya
masuk ke dalam liang vaginaku.
Papa menekang-nekan dinding
vaginaku yang masih rapat.
Ketika sampai pada suatu titik,
badanku mengejang nikmat dan
Papa tampaknya senang sekali
hingga jarinya kembali
menggosok-gosok daerah
rawan itu dan menekannya
terus menerus. Wow! Rasanya
ajaib sekali! Terasa seperti ingin
pipis, namun nikmatnya tak
tertahankan. Ternyata itulah G-
Spot.
Aku tidak bertahan lama dan
akhirnya orgasme untuk ketiga
kalinya. Badanku mengejang dan
cairan orgasme kembali mengalir
dengan deras bercampur darah
keperawananku. Akhirnya, kami
menyudahi permainan seks kami
yang perdana dan mandi. Baru
setelah itu, kami pergi ke rumah
sakit.
Sejak kejadian itu, kami menjadi
sering melakukan hubungan
seks dan mencari-cari
kesempatan untuk
melakukannya tanpa
sepengetahuan orang lain.
Bahkan aku pernah membolos
sekolah karena pada saat itu
Papa sedang naik libidonya.
Akhirnya kami memesan hotel
dan sama-sama membolos, aku
dari sekolah dan Papa dari
kantornya. Papa juga
mengajariku berbagai posisi dan
bagaimana cara mengulum penis
dengan benar (blow-job). Ilmu
seks yang Papa berikan akhirnya
membuatku dicintai oleh
beberapa lelaki lain karena
serviceku yang memuaskan.
Itulah pengalaman seks-ku yang
pertama kalinya dan tak akan
kulupakan seumur hidup. Terima
kasih, Papa!
TAMAT