Selasa, 23 Agustus 2011

Birahi Adik Iparku Yang Tertunda

"Masak apa Yen?" kataku sedikit
mengejutkan adik iparku, yang
saat itu sedang berdiri sambil
memotong-motong tempe
kesukaanku di meja dapur.
"Ngagetin aja sih, hampir aja
kena tangan nih," katanya
sambil menunjuk ibu jarinya
dengan pisau yang
dipegangnya.
"Tapi nggak sampe keiris kan?"
tanyaku menggoda.
"Mbak Ratri mana Mas, kok
nggak sama-sama pulangnya?"
tanyanya tanpa menolehku.
"Dia lembur, nanti aku jemput
lepas magrib," jawabku.
"Kamu nggak ke kampus?" aku
balik bertanya.
"Tadi sebentar, tapi nggak jadi
kuliah. Jadinya pulang cepat."
"Aauww," teriak Yeyen tiba-tiba
sambil memegangi salah satu
jarinya. Aku langsung
menghampirinya, dan kulihat
memang ada darah menetes dari
jari telunjuk kirinya.
"Sini aku bersihin," kataku sambil
membungkusnya dengan serbet
yang aku raih begitu saja dari
atas meja makan.
Yeyen nampak meringis saat aku
menetesinya dengan Betadine,
walau lukanya hanya luka irisan
kecil saja sebenarnya. Beberapa
saat aku menetesi jarinya itu
sambil kubersihkan sisa-sisa
darahnya. Yeyen nampak
terlihat canggung saat tanganku
terus membelai-belai jarinya.
"Udah ah Mas," katanya
berusaha menarik jarinya dari
genggamanku. Aku pura-pura
tak mendengar, dam masih terus
mengusapi jarinya dengan
tanganku.
Aku kemudian membimbing dia
untuk duduk di kursi meja
makan, sambil tanganku tak
melepaskan tangannya.
Sedangkan aku berdiri persis di
sampingnya.
"Udah nggak apa-apa kok Mas,
Makasih ya," katanya sambil
menarik tangannya dari
genggamanku.
Kali ini ia berhasil
melepaskannya.
"Makanya jangan ngelamun
dong. Kamu lagi inget Ma si
Novan ya?" godaku sambil
menepuk-nepuk lembut
pundaknya.
"Yee, nggak ada hubungannya,
tau," jawabnya cepat sambil
mencubit punggung lenganku
yang masih berada
dipundaknya.
Kami memang akrab, karena
umurku dengan dia hanya
terpaut 4 tahun saja. Aku saat
ini 27 tahun, istriku yang juga
kakak dia 25 tahun, sedangkan
adik iparku ini 23 tahun.
"Mas boleh tanya nggak. Kalo
cowok udah deket Ma temen
cewek barunya, lupa nggak sih
Ma pacarnya sendiri?" tanyanya
tiba-tiba sambil menengadahkan
mukanya ke arahku yang masih
berdiri sejak tadi.
Sambil tanganku tetap
meminjat-mijat pelan
pundaknya, aku hanya
menjawab, "Tergantung."
"Tergantung apa Mas?"
desaknya seperti penasaran.
"Tergantung, kalo si cowok
ngerasa temen barunya itu lebih
cantik dari pacarnya, ya bisa aja
dia lupa Ma pacarnya," jawabku
sekenanya sambil terkekeh.
"Kalo Mas sendiri gimana?
Umpamanya gini, Mas punya
temen cewek baru, trus tu
cewek ternyata lebih cantik dari
pacar Mas. Mas bisa lupa nggak
Ma cewek Mas?" tanya dia.
"Hehe," aku hanya ketawa kecil
aja mendengar pertanyaan itu.
"Yee, malah ketawa sih," katanya
sedikit cemberut.
"Ya bisa aja dong. Buktinya
sekarang aku deket Ma kamu,
aku lupa deh kalo aku udah
punya istri," jawabku lagi sambil
tertawa.
"Hah, awas lho ya. Ntar Yeyen
bilangan lho Ma Mbak Ratri,"
katanya sambil menahan tawa.
"Gih bilangin aja, emang kamu
lebih cantik dari Mbak kamu
kok," kataku terbahak, sambil
tanganku mengelus-ngelus
kepalanya.
"Huu, Mas nih ditanya serius
malah becanda."
"Lho, aku emang serius kok Yen,"
kataku sedikit berpura-pura
serius. Kini belaian tanganku di
rambutnya, sudah berubah
sedikit menjadi semacam
remasan-remasan gemas.
Dia tiba-tiba berdiri.
"Yeyen mo lanjutin masak lagi
nih Mas. Makasih ya dah
diobatin," katanya.
Aku hanya membiarkan saja dia
pergi ke arah dapur kembali.
Lama aku pandangi dia dari
belakang, sungguh cantik dan
sintal banget body dia. Begitu
pikirku saat itu. Aku mendekati
dia, kali ini berpura-pura ingin
membantu dia.
"Sini biar aku bantu," kataku
sambil meraih beberapa lembar
tempe dari tangannya.
Yeyen seolah tak mau dibantu, ia
berusaha tak melepaskan tempe
dari tangannya.
"Udah ah, nggak usah Mas,"
katanya sambil menarik tempe
yang sudah aku pegang
sebagian.
Saat itu, tanpa kami sadari
ternyata cukup lama tangan
kami saling menggenggam.
Yeyen nampak ragu untuk
menarik tangannya dari
genggamanku. Aku melihat mata
dia, dan tanpa sengaja
pandangan kami saling
bertabrakan. Lama kami saling
berpandangan.
Perlahan mukaku kudekatkan ke
muka dia. Dia seperti kaget
dengan tingkahku kali ini, tetapi
tak berusaha sedikit pun
menghindar. Kuraih kepala dia,
dan kutarik sedikit agar lebih
mendekat ke mukaku. Hanya
hitungan detik saja, kini bibiku
sudah menyentuh bibirnya.
"Maafin aku Yen," bisiku sambil
terus berusaha mengulum bibir
adik iparku ini.
Yeyen tak menjawab, tak juga
memberi respon atas ciumanku
itu. Kucoba terus melumati bibir
tipisnya, tetapi ia belum
memberikan respon juga.
Tanganku masih tetap
memegang bagian belakang
kepala dia, sambil kutekankan
agar mukanya semakin rapat
saja dengan mukaku. Sementara
tangaku yang satu, kini mulai
kulingkarkan ke pinggulnya dan
kupeluk dia.
"Sshh," Yeyen seperti mulai
terbuai dengan jilatan demi
jilatan lidahku yang terus
menyentuh dan menciumi
bibirnya.
Seperti tanpa ia sadari, kini
tangan Yeyen pun sudah
melingkar di pinggulku. Dan
lumatanku pun sudah mulai
direspon olehnya, walau masih
ragu-ragu.
"Sshh," dia mendesah lagi.
Mendengar itu, bibirku semakin
ganas saja menjilati bibir Yeyen.
Perlahan tapi pasti, kini dia pun
mulai mengimbangi ciumanku
itu. Sementara tangaku dengan
liar meremas-remas rambutnya,
dan yang satunya mulai
meremas-remas pantat sintal
adik iparku itu.
"Aahh, mass," kembali dia
mendesah.
Mendengar desahan Yeyen, aku
seperti semakin gila saja
melumati dan sesekali menarik
dan sesekali mengisap-isap
lidahnya. Yeyen semakin terlihat
mulai terangsang oleh ciumanku.
Ia sesekali terlihat
menggelinjang sambil sesekali
juga terdengar mendesah.
"Mas, udah ya Mas," katanya
sambil berusaha menarik
wajahnya sedikit menjauh dari
wajahku.
Aku menghentikan ciumanku.
Kuraih kedua tangannya dan
kubimbing untuk
melingkarkannya di leherku.
Yeyen tak menolak, dengan
sangat ragu-ragu sekali ia
melingkarkannya di leherku.
"Yeyen takut Mas," bisiknya tak
jauh dari ditelingaku.
"Takut kenapa, Yen?" kataku
setengah berbisik.
"Yeyen nggak mau nyakitin hati
Mbak Ratri Mas," katanya lebih
pelan.
Aku pandangi mata dia, ada
keseriusan ketika ia mengatakan
kalimat terakhir itu. Tapi,
sepertinya aku tak lagi
memperdulikan apa yang dia
takutkan itu. Kuraih dagunya,
dan kudekatkan lagi bibirku ke
bibirnya. Yeyen dengan masih
menatapku tajam, tak berusaha
berontak ketika bibir kami mulai
bersentuhan kembali. Kucium
kembali dia, dan dia pun
perlahan-lahan mulai membalas
ciumanku itu. Tanganku mulai
meremas-remas kembali
rambutnya.
Bahkan, kini semakin turun dan
terus turun hingga berhenti
persis di bagian pantatnya.
Pantanya hanya terbalut celana
pendek tipis saja saat aku mulai
meremas-remasnya dengan
nakal.
"Aahh, Mas," desahnya.
Mendengar desahannya,
tanganku semakin liar saja
memainkan pantat adik iparku
itu. Sementara tangaku yang
satunya, masih berusaha
mencari-cari payudaranya dari
balik kaos oblongnya. Ah,
akhirnya kudapati juga buah
dadanya yang mulai mengeras
itu.
Dengan posisi kami berdiri
seperti itu, batang penisku yang
sudah menegang dari tadi ini,
dengan mudah kugesek-gesekan
persis di mulut vaginanya.
Kendati masih sama-sama
terhalangi oleh celana kami
masing-masing, tetapi Yeyen
sepertinya dapat merasakan
sekali tegangnya batang
kemaluanku itu.
"Aaooww Mas," ia hanya berujar
seperti itu ketika semakin
kuliarkan gerakan penisku persis
di bagian vaginanya. Tanganku
kini sudah memegang bagian
belakang celana pendeknya, dan
perlahan-lahan mulai
kuberanikan diri untuk mencoba
merosotkannya. Yeyen
sepertinya tak protes ketika
celana yang ia kenakan semakin
kulorotkan.
Otakku semakin ngeres saja
ketika seluruh celananya sudah
merosot semuanya di lantai. Ia
berusaha menaikan salah satu
kakinya untuk melepaskan
lingkar celananya yang masih
menempel di pergelangan
kakinya. Sementara itu, kami
masih terus berpagutan seperti
tak mau melepaskan bibir kami
masing-masing.
Dengan posisi Yeyen sudah tak
bercelana lagi, gerakan-gerakan
tanganku di bagian pantatnya
semakin kuliarkan saja. Ia
sesekali menggelinjang saat
tanganku meremas-remasnya.
Untuk mempercepat
rangsangannya, aku raih salah
satu tanganya untuk memegang
batang zakarku kendati masih
terhalang oleh celana jeansku.
Perlahan tangannya terus
kubimbing untuk membukakan
kancing dan kemudian
menurunkan resleting celanaku.
Aku sedikit membantu untuk
mempermudah gerakan
tangannya. Beberapa saat
kemudian, tangannya mulai
merosotkan celanaku. Dan oleh
tanganku sendiri, kupercepat
melepaskan celana yang kupakai,
sekaligus celana dalamnya.
Kini, masih dalam posisi berdiri,
kami sudah tak lagi memakai
celana. Hanya kemejaku yang
menutupi bagian atas badanku,
dan bagian atas tubuh Yeyen
pun masih tertutupi oleh
kaosnya. Kami memang tak
membuka itu. Tanganku kembali
membimbing tangan Yeyen agar
memegangi batang zakarku
yang sudah menegang itu.
Kini, dengan leluasa Yeyen mulai
memainkan batang zakarku dan
mulai mengocok-ngocoknya
perlahan. Ada semacam
tegangan tingi yang kurasakan
saat ia mengocok dan sesekali
meremas-remas biji pelerku itu.
"Oohh," tanpa sadar aku
mengerang karena nikmatnya
diremas-remas seperti itu.
"Mas, udah Mas. Yeyen takut
Mas," katanya sambil sedikit
merenggangkan genggamannya
di batang kemaluanku yang
sudah sangat menegang itu.
"Aahh," tapi tiba-tiba dia
mengerang sejadinya saat salah
satu jariku menyentuh
klitorisnya. Lubang vagina
Yeyen sudah sangat basah saat
itu.
Aku seperti sudah kerasukan
setan, dengan liar kukeluar-
masukan salah satu jariku di
lubang vaginanya.
"Aaooww, mass, een, naakk.."
katanya mulai meracau.
Mendengar itu, birahiku semakin
tak terkendali saja.
Perlahan kuraih batang
kemaluanku dari
genggamannya, dan kuarahkan
sedikit demi sedikit ke lubang
kemaluan Yeyen yang sudah
sangat basah.
"Aaoww, aaouuww," erangnya
panjang saat kepala penisku
kusentuh-sentukan persis di
klitorisnya.
"Please, jangan dimasukin Mas,"
pinta Yeyen, saat aku mencoba
mendorong batang zakarku ke
vaginanya.
"Nggak Papa Yen, sebentaar aja,"
pintaku sedikit berbisik
ditelinganya.
"Yeyen takut Mas," katanya
berbisik sambil tak sedikit pun ia
berusaha menjauhkan
vaginanya dari kepala kontolku
yang sudah berada persis di
mulut guanya.
Tangan kiri Yeyen mulai
meremas-remas pantatku,
Sementara tangan kanannya
seperti tak mau lepas dari
batang kemaluanku itu. Untuk
sekedar membuatnya sedikit
tenang, aku sengaja tak
langsung memasukan batang
kemaluanku. Aku hanya
meminta ia memegangi saja.
"Pegang aja Yen," kataku pelan.
Yeyen yang saat itu sebenarnya
sudah terlihat bernafsu sekali,
hanya mengangguk pelan sambil
menatapku tajam. Remasan
demi remasan jemari yeyen di
batang zakarku, dan sesekali di
buah zakarnya, membuatku
kelojotan.
"Aku udah gak tahan banget
Yen," bisikku pelan.
"Yeyen takut banget Mas,"
katanya sambil mengocok-
ngocok lembut kemaluanku itu.
"Aahh," aku hanya
menjawabnya dengan erangan
karena nikmatnya dikocok-
kocok oleh tangan lembut adik
iparku itu.
Kembali kami saling berciuman,
sementara tangan kami sibuk
dengan aktivitasnya masing-
masing. Saat bersamaan dengan
ciuman kami yang semakin
memanas, aku mencoba kembali
untuk mengarahkan kepala
kontolku ke lubang vaginanya.
Saat ini, Yeyen tak berontak lagi.
Kutekan pantat dia agar semakin
maju, dan saat bersamaan juga,
tangan Yeyen yang sedang
meremas-remas pantatku
perlahan-lahan mulai
mendorongnya maju pantatku.
"Kita sambil duduk, sayang,"
ajaku sambil membimbing dia ke
kursi meja makan tadi. Aku
mengambil posisi duduk sambil
merapatkan kedua pahaku.
Sementara Yeyen kududukan di
atas kedua pahaku dengan
posisi pahanya mengangkang.
Sambil kutarik agar dia benar-
benar duduk di pahaku,
tanganku kembali mengarahkan
batang kemaluanku yang
posisinya tegak berdiri itu agar
pas dengan lubang vagina
Yeyen. Ia sepertinya mengerti
dengan maksudku, dengan
lembut ia memegang batang
kemaluanku sambil berupaya
mengepaskan posisi lubang
vaginanya dengan batang
kemaluanku.
Dan bless, perlahan-lahan batang
kemaluanku menusuk lubang
vagina Yeyen.
"Aahh, aaooww, mass," Yeyen
mengerang sambil kelojotan
badannya.
Kutekan pinggulnya agar dia
benar-benar menekan
pantatnya. Dengan demikian,
batang kontolku pun akan
melesak semuanya masuk ke
lubang vaginanya.
"Yeenn," kataku.
"Aooww, ter, russ mass.., aahh.."
pantatnya terus memutar
seperti inul sedang ngebor.
"Ohh, nik, nikmat banget mass.."
katanya lagi sambil bibirnya
melumati mukaku.
Hampir seluruh bagian mukanku
saat itu ia jilati. Untuk
mengimbangi dia, aku pun
menjilati dan mengisap-isap
puting susunya. Darahku
semakin mendidih rasanya saat
pantatnya terus memutar-mutar
mengimbangi gerakan naik-
turun pantatku.
"Mass, Yee, Yeeyeen mau,"
katanya terputus.
Aku semakin kencang menaik-
turunkan gerakan pantatku.
"Aaooww mass, please mass"
erangnya semakin tak karuan.
"Yee, Yeyeen mauu, kee,
kkeeluaarr mass," ia semakin
meracau.
Namun tiba-tiba, "Krriingg.."
"Aaooww, Mas ada yang datang
Mas.." bisik Yeyen sambil tanpa
hentinya mengoyang-
goyangkan pantatnya.
"Yenn," suara seseorang
memanggil dari luar.
"Cepetan buka Yenn, aku kebelet
nih," suara itu lagi, yang tak lain
adalah suara Ratri kakaknya
sekaligus istriku.
"Hah, Mbak Ratri Mas," katanya
terperanjat.
Yeyen seperti tersambar petir, ia
langsung pucat dan berdiri
melompat meraih celana dalam
dan celana pendeknya yang
tercecer di lantai dapur.
Sementara aku tak lagi bisa
berkata apa-apa, selain
secepatnya meraih celana dan
memakainya. Sementara itu
suara bel dan teriakan istriku
terus memanggil.
"Yeenn, tolong dong cepet buka
pintunya. Mbak pengen ke air
nih," teriak istriku dari luar sana.
Yeyen yang terlihat panik sekali,
buru-buru memakai kembali
celananya, sambil berteriak,
"Sebentarr, sebentar Mbak.."
"Mas buruan dipake celananya,"
Yeyen masih sempet menolehku
dan mengingatkanku untuk
secepatnya memakai celana.
Ia terus berlari ke arah pintu
depan, setelah dipastikan
semuanya beres, ia membuka
pintu. Aku buru-buru berlari ke
arah ruang televisi dan langsung
merebahkan badan di karpet
agar terlihat seolah-olah sedang
ketiduran.
"Gila," pikirku.
"Huu, lama banget sih buka
pintunya? Orang dah kebelet
kayak gini," gerutu istriku
kepada Yeyen sambil terus
menyelong ke kamar mandi.
"Iya sori, aku ketiduran Mbak,"
kata Yeyen begitu istriku sudah
keluar dari kamar mandi.
"Haa, leganyaa," katanya sambil
meraih gelas dan meminum air
yang disodorkan oleh adiknya.
"Mas Jeje mana Yen?"
"Tuh ketiduran dari tadi pulang
ngantor di situ," kata Yeyen
sambil menunjuk aku yang
sedang berpura-pura tidur di
karpet depan televisi.
"Ya ampun, Mas kok belum ganti
baju sih?" kata istriku sambil
mengoyang-goyangkan
tubuhku dengan maksud
membangunkan.
"Pindah ke kamar gih Mas,"
katanya lagi.
Aku berpura-pura ngucek-
ngucek mata, agar kelihatan
baru bangun beneran. Aku tak
langsung masuk kamar, tapi
menyolong ke dapur mengambil
air minum.
"Lho katanya pulang ntar abis
magrib, kok baru jam setengah
lima udah pulang? Kamu pulang
pake apa?" tanyaku berbasa-basi
pada istriku.
"Nggak jadi rapatnya Mas. Pake
taksi barusan," jawab dia.
"Lho, kamu lagi masak toh Yen?
Kok belum kelar gini dah
ditinggal tidur sih?" kata istriku
kepada Yeyen setelah melihat
irisan-irisan tempe berserakan di
meja dapur.
"Mana berantakan, lagi," katanya
lagi.
"Iya tadi emang lagi mo masak.
Tapi nggak tahan ngantuk. Jadi
kutinggal tidur aja deh," Yeyen
berusaha menjawab sewajarnya
sambil senyum-senyum.
Sore itu, tanpa mengganti
pakaiannya dulu, akhirnya
istrikulah yang melanjutkan
masak. Yeyen membantu
seperlunya. Sementara itu, aku
hanya cengar-cengir sendiri saja
sambil duduk di kursi yang baru
saja kupakai berdua dengan
Yeyen bersetubuh, walau belum
sempat mencapai puncaknya.
"Waduh, kasihan Yeyen. Dia
hampir aja sampai klimaksnya
padahal barusan, eh keburu
datang nih mbaknya," kataku
sambil nyengir melihat mereka
berdua yang lagi masak.
TAMAT

2 komentar:

  1. Best sangat cerita ni.. Buatkan saya nak baca tiap hari..
    Tumpang Iklan
    No 1 Di Malaysia..
    Lelaki mesti baca!!!~
    >>>Enlargexl:Besarkan Zakar dan Panjangkan Zakar Semula Jadi! <<<

    BalasHapus
  2. Cerita yang sangat menarik admin.. pengalaman sendiri ke?.
    Tumpang Iklan

    Best betul tuan..memang best..
    Apa yang best?.
    Ubat tuan memang jadi.. best sangat..
    Keras macam batu..tahan lama lak tu..
    Meraung isteri saya..hahahah
    Baguslah tu..teruskan usaha demi negara.
    Hehe..terima kasih tuan..
    Lain kali nak order lagi..

    >>>Enlarge XL Malaysia-Besarkan Zakar dan Panjangkan Zakar Semula Jadi! <<<

    BalasHapus