Jumat, 26 Agustus 2011

Dientot Supir Pribadiku

Kisah ini terjadi ketika aku masih
SMU, ketika umurku masih 18
tahun, waktu itu rambutku
masih sepanjang sedada dan
hitam (sekarang sebahu lebih
dan sedikit merah). Di SMU aku
termasuk sebagai anak yang
menjadi incaran para cowok.
Tubuhku cukup proporsional
untuk seusiaku dengan buah
dada yang sedang tapi kencang
serta pinggul yang membentuk,
pinggang dan perutku pun
ukurannya pas karena rajin
olahraga, ditambah lagi kulitku
yang putih mulus ini. Aku
pertama mengenal seks dari
pacarku yang tak lama kemudian
putus, pengalaman pertama itu
membuatku haus seks dan selalu
ingin mencoba pengalaman
yang lebih heboh. Beberapa kali
aku berpacaran singkat yang
selalu berujung di ranjang. Aku
sangat jenuh dengan kehidupan
seksku, aku menginginkan
seseorang yang bisa
membuatku menjerit-jerit dan
tak berkutik kehabisan tenaga.
Ketika itu aku belum diijinkan
untuk membawa mobil sendiri,
jadi untuk keperluan itu orang
tuaku mempekerjakaan Bang
Tohir sebagai sopir pribadi
keluarga kami merangkap
pembantu. Dia berusia sekitar
30-an dan mempunyai badan
yang tinggi besar serta berisi,
kulitnya kehitam-hitaman
karena sering bekerja di bawah
terik matahari (dia dulu bekerja
sebagai sopir truk di pelabuhan).
Aku sering memergokinya
sedang mengamati bentuk
tubuhku, memang sih aku sering
memakai baju yang minim di
rumah karena panasnya iklim di
kotaku. Waktu mengantar
jemputku juga dia sering
mencuri-curi pandang melihat ke
pahaku dengan rok seragam
abu-abu yang mini. Begitu juga
aku, aku sering membayangkan
bagaimana bila aku disenggamai
olehnya, seperti apa rasanya bila
batangnya yang pasti kekar
seperti tubuhnya itu mengaduk-
aduk kewanitaanku. Tapi waktu
itu aku belum seberani sekarang,
aku masih ragu-ragu memikirkan
perbedaan status diantara kami.
Obsesiku yang menggebu-gebu
untuk merasakan ML dengannya
akhirnya benar-benar terwujud
dengan rencana yang kusiapkan
dengan matang. Hari itu aku
baru bubaran pukul 3 karena
ada ekstra kurikuler, aku menuju
ke tempat parkir dimana Bang
Tohir sudah menunggu. Aku
berpura-pura tidak enak badan
dan menyuruhnya cepat-cepat
pulang. Di mobil, sandaran kursi
kuturunkan agar bisa berbaring,
tubuhku kubaringkan sambil
memejamkan mata. Begitu juga
kusuruh dia agar tidak
menyalakan AC dengan alasan
badanku tambah tidak enak,
sebagai gantinya aku membuka
dua kancing atasku sehingga bra
kuningku sedikit tersembul dan
itu cukup menarik perhatiannya.
"Non gak apa-apa kan? Sabar ya,
bentar lagi sampai kok"
hiburnya
Waktu itu dirumah sedang tidak
ada siapa-siapa, kedua orang
tuaku seperti biasa pulang
malam, jadi hanya ada kami
berdua. Setelah memasukkan
mobil dan mengunci pagar aku
memintanya untuk memapahku
ke kamarku di lantai dua. Di
kamar, dibaringkannya tubuhku
di ranjang. Waktu dia mau keluar
aku mencegahnya dan
menyuruhnya memijat kepalaku.
Dia tampak tegang dan berkali-
kali menelan ludah melihat posisi
tidurku itu dan dadaku yang
putih agak menyembul karena
kancing atasnya sudah terbuka,
apalagi waktu kutekuk kaki
kananku sehingga kontan paha
mulus dan CD-ku tersingkap.
Walaupun memijat kepalaku,
namun matanya terus terarah
pada pahaku yang tersingkap.
Karena terus-terusan disuguhi
pemandangan seperti itu
ditambah lagi dengan geliat
tubuhku, akhirnya dia tidak
tahan lagi memegang pahaku.
Tangannya yang kasar itu
mengelusi pahaku dan merayap
makin dalam hingga menggosok
kemaluanku dari luar celana
dalamku.
"Sshh.. Bang" desahku dengan
agak gemetar ketika jarinya
menekan bagian tengah
kemaluanku yang masih
terbungkus celana dalam.
"Tenang Non.. saya sudah dari
dulu kesengsem sama Non,
apalagi kalau ngeliat Non pake
baju olahraga, duh tambah gak
kuat Abang ngeliatnya juga"
katanya merayu sambil terus
mengelusi bagian pangkal
pahaku dengan jarinya.
Tohir mulai menjilati pahaku
yang putih mulus, kepalanya
masuk ke dalam rok abu-abuku,
jilatannya perlahan-lahan mulai
menjalar menuju ke tengah. Aku
hanya dapat mencengkram sprei
dan kepala Tohir yang
terselubung rokku saat
kurasakan lidahnya yang tebal
dan kasar itu menyusup ke
pinggir celana dalamku lalu
menyentuh bibir vaginaku.
Bukan hanya bibir vaginaku
yang dijilatinya, tapi lidahnya
juga masuk ke liang vaginaku,
rasanya wuiihh..gak karuan, geli-
geli enak seperti mau pipis.
Tangannya yang terus mengelus
paha dan pantatku
mempercepat naiknya libidoku,
apalagi sejak sejak beberapa hari
terakhir ini aku belum
melakukannya lagi.
Sesaat kemudian, Tohir menarik
kepalanya keluar dari rokku,
bersamaan dengan itu pula
celana dalamku ikut ditarik lepas
olehnya. Matanya seperti mau
copot melihat kewanitaanku
yang sudah tidak tertutup apa-
apa lagi dari balik rokku yang
tersingkap. Dia dekap tubuhku
dari belakang dalam posisi
berbaring menyamping. Dengan
lembut dia membelai
permukaannya yang ditumbuhi
bulu-bulu halus itu. Sementara
tangan yang satunya mulai naik
ke payudaraku, darahku makin
bergolak ketika telapak
tangannya yang kasar itu
menyusup ke balik bra-ku
kemudian meremas daging
kenyal di baliknya.
"Non, teteknya bagus amat..
sama bagusnya kaya memeknya,
Non marah ga saya giniin?"
tanyanya dekat telingaku
sehingga deru nafasnya serasa
menggelitik.
Aku hanya menggelengkan
kepalaku dan meresapi dalam-
dalam elusan-elusan pada daerah
sensitifku. Tohir yang merasa
mendapat restu dariku menjadi
semakin buas, jari-jarinya kini
bukan hanya mengelus
kemaluanku tapi juga mulai
mengorek-ngoreknya, cup bra-
ku yang sebelah kanan
diturunkannya sehingga dia
dapat melihat jelas payudaraku
dengan putingnya yang mungil.
Aku merasakan benda keras di
balik celananya yang digesek-
gesek pada pantatku. Tohir
kelihatan sangat bernafsu
melihat payudaraku yang
montok itu, tangannya
meremas-remas dan terkadang
memilin-milin putingnya.
Remasannya semakin kasar dan
mulai meraih yang kiri setelah
dia pelorotkan cup-nya. Ketika
dia menciumi leher jenjangku
terasa olehku nafasnya juga
sudah memburu, bulu kudukku
merinding waktu lidahnya
menyapu kulit leherku disertai
cupangan. Aku hanya bisa
meresponnya dengan mendesah
dan merintih, bahkan menjerit
pendek waktu remasannya pada
dadaku mengencang atau
jarinya mengebor kemaluanku
lebih dalam. Cupanganya
bergerak naik menuju mulutku
meninggalkan jejak berupa air
liur dan bekas gigitan di
permukaan kulit yang dilalui.
Bibirnya akhirnya bertemu
dengan bibirku menyumbat
eranganku, dia menciumiku
dengan gemas.
Pada awalnya aku menghindari
dicium olehnya karena Tohir
perokok jadi bau nafasnya tidak
sedap, namun dia bergerak lebih
cepat dan berhasil melumat
bibirku. Lama-lama mulutku
mulai terbuka membiarkan
lidahnya masuk, dia menyapu
langit-langit mulutku dan
menggelikitik lidahku dengan
lidahnya sehingga lidahku pun
turut beradu dengannya. Kami
larut dalam birahi sehingga bau
mulutnya itu seolah-olah hilang,
malahan kini aku lebih berani
memainkan lidahku di dalam
mulutnya. Setelah puas
berrciuman, Tohir melepaskan
dekapannya dan melepas ikat
pinggang usangnya, lalu
membuka celana berikut
kolornya. Maka menyembullah
kemaluannya yang sudah
menegang daritadi. Aku melihat
takjub pada benda itu yang
begitu besar dan berurat,
warnanya hitam pula. Jauh lebih
menggairahkan dibanding milik
teman-teman SMU-ku yang
pernah ML denganku. Dengan
tetap memakai kaos
berkerahnya, dia berlutut di
samping kepalaku dan
memintaku mengelusi
senjatanya itu. Akupun pelan-
pelan meraih benda itu, ya
ampun tanganku yang mungil
tak muat menggenggamnya,
sungguh fantastis ukurannya.
"Ayo Non, emutin kontol saya ini
dong, pasti yahud rasanya kalo
diemut sama Non" katanya.
Kubimbing penis dalam
genggamanku ke mulutku yang
mungil dan merah, uuhh.. susah
sekali memasukkannya karena
ukurannya. Sekilas tercium bau
keringat dari penisnya sehingga
aku harus menahan nafas juga
terasa asin waktu lidahku
menyentuh kepalanya, namun
aku terus memasukkan lebih
dalam ke mulutku lalu mulai
memaju-mundurkan kepalaku.
Selain menyepong tanganku
turut aktif mengocok ataupun
memijati buah pelirnya.
"Uaahh.. uueennakk banget, Non
udah pengalaman yah"
ceracaunya menikmati
seponganku, sementara
tangannya yang bercokol di
payudaraku sedang asyik
memelintir dan memencet
putingku.
Setelah lewat 15 menitan dia
melepas penisnya dari mulutku,
sepertinya dia tidak mau cepat-
cepat orgasme sebelum
permainan yang lebih dalam.
Akupun merasa lebih lega karena
mulutku sudah pegal dan dapat
kembali menghirup udara segar.
Dia berpindah posisi di antara
kedua belah pahaku dengan
penis terarah ke vaginaku. Bibir
vaginaku disibakkannya
sehingga mengganga lebar siap
dimasuki dan tangan yang
satunya membimbing penisnya
menuju sasaran.
"Tahan yah Non, mungkin bakal
sakit sedikit, tapi kesananya
pasti ueenak tenan" katanya.
Penisnya yang kekar itu
menancap perlahan-lahan di
dalam vaginaku. Aku
memejamkan mata, meringis,
dan merintih menahan rasa
perih akibat gesekan benda itu
pada milikku yang masih sempit,
sampai mataku berair. Penisnya
susah sekali menerobos
vaginaku yang baru pertama
kalinya dimasuki yang sebesar
itu (milik teman-temanku tidak
seperkasa yang satu ini)
walaupun sudah dilumasi oleh
lendirku.
Tohir memaksanya perlahan-
lahan untuk memasukinya. Baru
kepalanya saja yang masuk aku
sudah kesakitan setengah mati
dan merintih seperti mau
disembelih. Ternyata si Tohir
lihai juga, dia memasukkan
penisnya sedikit demi sedikit
kalau terhambat ditariknya lalu
dimasukkan lagi. Kini dia sudah
berhasil memasukkan setengah
bagiannya dan mulai
memompanya walaupun belum
masuk semua. Rintihanku mulai
berubah jadi desahan nikmat.
Penisnya menggesek dinding-
dinding vaginaku, semakin cepat
dan semakin dalam, saking
keenakannya dia tak sadar
penisnya ditekan hingga masuk
semua. Ini membuatku merasa
sakit bukan main dan aku
menyuruhnya berhenti
sebentar, namun Tohir yang
sudah kalap ini tidak
mendengarkanku, malahan dia
menggerakkan pinggulnya lebih
cepat. Aku dibuatnya serasa
terbang ke awang-awang, rasa
perih dan nikmat bercampur
baur dalam desahan dan
gelinjang tubuh kami.
"Oohh.. Non Citra, sayang..
sempit banget.. memekmu..
enaknya!" ceracaunya di tengah
aktivitasnya.
Dengan tetap menggenjot, dia
melepaskan kaosnya dan
melemparnya. Sungguh
tubuhnya seperti yang
kubayangkan, begitu berisi dan
jantan, otot-ototnya
membentuk dengan indah, juga
otot perutnya yang seperti
kotak-kotak. Dari posisi berlutut,
dia mencondongkan tubuhnya
ke depan dan menindihku, aku
merasa hangat dan nyaman di
pelukannya, bau badannya yang
khas laki-laki meningkatkan
birahiku. Kembali dia
melancarkan pompaannya
terhadapku, kali ini ditambah
lagi dengan cupangan pada leher
dan pundakku sambil meremas
payudaraku. Genjotannya
semakin kuat dan bertenaga,
terkadang diselingi dengan
gerakan memutar yang
membuat vaginaku terasa
diobok-obok.
"Ahh.. aahh.. yeahh, terus entot
gua Bang" desahku dengan
mempererat pelukanku.
Aku mencapai orgasme dalam 20
menit dengan posisi seperti ini,
aku melepaskan perasaan itu
dengan melolong panjang,
tubuhku mengejang dengan
dahsyat, kukuku sampai
menggores punggungnya,
cairan kenikmatanku mengalir
deras seperti mata air. Setelah
gelombang birahi mulai mereda
dia mengelus rambut panjangku
seraya berkata, "Non cantik
banget waktu keluar tadi, tapi
Non pasti lebih cantik lagi kalau
telanjang, saya bukain bajunya
yah Non, udah basah gini".
Aku cuma bisa mengangguk
dengan nafas tersenggal-
senggal tanda setuju. Memang
badanku sudah basah
berkeringat sampai baju
seragamku seperti kehujanan,
apalagi AC-nya tidak kunyalakan.
Tohir meloloskan pakaianku satu
persatu, yang terakhir adalah
rok abu-abuku yang dia
turunkan lewat kakiku, hingga
kini yang tersisa hanya
sepasang anting di telingaku
dan sebuah cincin yang
melingkar di jariku.
Dia menelan ludah menatapi
tubuhku yang sudah polos,
butir-butir keringat nampak di
tubuhku, rambutku yang terurai
sudah kusut. Tak henti-hentinya
di memuji keindahan tubuhku
yang bersih terawat ini sambil
menggerayanginya. Kemudian
dia balikkan tubuhku dan
menyuruhku menunggingkan
pantat. Akupun mengangkat
pantatku memamerkan
vaginaku yang merah merekah
di hadapan wajahnya. Tohir
mendekatkan wajahnya ke sana
dan menciumi kedua bongkahan
pantatku, dengan gemas dia
menjilat dan mengisap kulit
pantatku, sementara tangannya
membelai-belai punggung dan
pahaku. Mulutnya terus
merambat ke arah selangkangan.
Aku mendesis merasakan
sensasi seperti kesetrum waktu
lidahnya menyapu naik dari
vagina sampai anusku. Kedua
jarinya kurasakan membuka
kedua bibir vaginaku, dengusan
nafasnya mulai terasa di sana
lantas dia julurkan lidahnya dan
memasukkannya disana. Aku
mendesah makin tak karuan,
tubuhku menggelinjang,
wajahku kubenamkan ke bantal
dan menggigitnya, pinggulku
kugerak-gerakkan sebagai
ekspresi rasa nikmat.
Di tengah-tengah desahan
nikmat mendadak kurasakan kok
lidahnya berubah jadi keras dan
besar pula. Aku menoleh ke
belakang, ternyata yang
tergesek-gesek di sana bukan
lidahnya lagi tapi kepala
penisnya. Aku menahan nafas
sambil menggigit bibir
merasakan kejantanannya
menyeruak masuk. Aku
merasakan rongga kemaluanku
hangat dan penuh oleh
penisnya. Urat-urat batangnya
sangat terasa pada dinding
kemaluanku.
"Oouuhh.. Bang!" itulah yang
keluar dari mulutku dengan
sedikit bergetar saat penisnya
amblas ke dalamku.
Dia mulai mengayunkan
pinggulnya mula-mula lembut
dan berirama, namun semakin
lama frekuensinya semakin
cepat dan keras. Aku mulai
menggila, suaraku terdengar
keras sekali beradu dengan
erangannya dan deritan ranjang
yang bergoyang. Dia
mencengkramkan kedua
tangannya pada payudaraku,
terasa sedikit kukunya di sana,
tapi itu hanya perasaan kecil
saja dibanding sensasi yang
sedang melandaku. Hujaman-
hujaman yang diberikannya
menimbulkan perasaan nikmat
ke seluruh tubuhku.
Aku menjerit kecil ketika tiba-
tiba dia tarik rambutku dan
tangan kanannya yang bercokol
di payudaraku juga ikut
menarikku ke belakang. Rupanya
dia ingin menaikkanku ke
pangkuannya. Sesudah mencari
posisi yang enak, kamipun
meneruskan permainan dengan
posisi berpangkuan
membelakanginya. Aku
mengangkat kedua tanganku
dan melingkari lehernya, lalu dia
menolehkan kepalaku agar bisa
melumat bibirku. Aku semakin
intens menaik-turunkan
tubuhku sambil terus berciuman
dengan liar. Tangannya dari
belakang tak henti-hentinya
meremasi dadaku, putingku
yang sudah mengeras itu terus
saja dimain-mainkan. Gelinjang
tubuhku makin tak terkendali
karena merasa akan segera
keluar, kugerakkan badanku
sekuat tenaga sehingga penis
itu menusuk semakin dalam.
Mengetahui aku sudah
diambang klimaks, tiba-tiba dia
melepaskan pelukannya dan
berbaring telentang. Disuruhnya
aku membalikan badanku
berhadapan dengannya. Harus
kuakui dia sungguh hebat dan
pandai mempermainkan
nafsuku, aku sudah dibuatnya
beberapa kali orgasme, tapi dia
sendiri masih perkasa. Dia
biarkan aku mencari kepuasanku
sendiri dalam gaya woman on
top. Kelihatannya dia sangat
senang menyaksikan
payudaraku yang bergoyang-
goyang seirama tubuhku yang
naik turun. Beberapa menit
dalam posisi demikian dia
menggulingkan tubuhnya ke
samping sehingga aku kembali
berada di bawah. Genjotan dan
dengusannya semakin keras,
menandakan dia akan segera
mencapai klimaks, hal yang sama
juga kurasakan pada diriku.
Otot-otot kemaluanku
berkontraksi semakin cepat
meremas-remas penisnya. Pada
detik-detik mencapai puncak
tubuhku mengejang hebat
diiringi teriakan panjang. Cairan
cintaku seperti juga keringatku
mengalir dengan derasnya
menimbulkan suara kecipak.
Tohir sendiri sudah mulai
orgasme, dia mendesah-desah
menyebut namaku, penisnya
terasa semakun berdenyut dan
ukurannya pun makin
membengkak, dan akhirnya..
dengan geraman panjang dia
cabut penisnya dari vaginaku. Isi
penisnya yang seperti susu
kental manis itu dia tumpahkan
di atas dada dan perutku.
Setelah menyelesaikan hajatnya
dia langsung terkulai lemas di
sebelah tubuhku yang
berlumuran sperma dan
keringat. Aku yang juga sudah
KO hanya bisa berbaring di atas
ranjang yang seprei nya sudah
berantakan, mataku terpejam,
buah dadaku naik turun seiring
nafasku yang ngos-ngosan,
pahaku masih mekangkang,
celah vaginaku serasa terbuka
lebih lebar dari biasanya. Dengan
sisa-sisa tenaga, kucoba
menyeka ceceran sperma di
dadaku, lalu kujilati maninya
dijari-jariku.
Sejak saat itu, Tohir sering
memintaku melayaninya
kapanpun dan dimanapun ada
kesempatan. Waktu mengantar-
jemputku tidak jarang dia
menyuruhku mengoralnya.
Tampaknya dia sudah ketagihan
dan lupa bahwa aku ini nona
majikannya, bayangkan saja
terkadang saat aku sedang tidak
‘mood’ pun dia
memaksaku. Bahkan pernah
suatu ketika aku sedang mencicil
belajar menjelang Ebtanas yang
sudah 2 minggu lagi, tiba-tiba
dia mendatangiku di kamarku
(saat itu sudah hampir jam 12
malam dan ortuku sudah tidur),
karena lagi belajar aku
menolaknya, tapi saking
nafsunya dia nekad
memperkosaku sampai dasterku
sedikit robek, untung kamar
ortuku letaknya agak berjauhan
dariku. Meskipun begitu aku
selalu mengingatkannya agar
menjaga sikap di depan orang
lain, terutama ortuku dan lebih
berhati-hati kalau aku sedang
subur dengan memakai kondom
atau membuang di luar. Tiga
bulan kemudian Tohir berhenti
kerja karena ingin mendampingi
istrinya yang TKW di Timur
Tengah, lagipula waktu itu aku
sudah lulus SMU dan sudah
diijinkan untuk membawa mobil
sendiri.
TAMAT

Mama Mona Mertuaku

Sudah dua tahun ini aku
menikah dengan Virni, dia
seorang model iklan dan enam
bulan lalu, dia menjadi seorang
bintang sinetron, sementara aku
sendiri adalah seorang
wiraswasta di bidang pompa
bensin. Usiaku kini 32 tahun,
sedangkan Virni usia 21 tahun.
Virni seorang yang cantik
dengan kulit yang putih bersih
mungkin karena keturunan dari
ibunya. Aku pun bangga
mempunyai istri secantik dia.
Ibunya Virni, mertuaku, sebut
saja Mama Mona, orangnya pun
cantik walau usianya sudah 39-
tahun. Mama Mona merupakan
istri ketiga dari seorang pejabat
negara ini, karena istri ketiga
jadi suaminya jarang ada di
rumah, paling-paling sebulan
sekali. Sehingga Mama Mona
bersibuk diri dengan berjualan
berlian.
Aku tinggal bersama istriku di
rumah ibunya, walau aku sndiri
punya rumah tapi karena
menurut istriku, ibunya sering
kesepian maka aku tinggal di
"Pondok Mertua Indah". Aku
yang sibuk sekali dengan
bisnisku, sementara Mama Mona
juga sibuk, kami jadi kurang
banyak berkomunikasi tapi sejak
istriku jadi bintang sinetron 6
bulan lalu, aku dan Mama Mona
jadi semakin akrab malahan kami
sekarang sering melakukan
hubungan suami istri, inilah
ceritanya.
Sejak istriku sibuk syuting
sinetron, dia banyak pergi keluar
kota, otomatis aku dan
mertuaku sering berdua di
rumah, karena memang kami
tidak punya pembantu. Tiga
bulan lalu, ketika istriku pergi ke
Jogja, setelah kuantar istriku ke
stasiun kereta api, aku mampir
ke rumah pribadiku dan baru
kembali ke rumah mertuaku kira-
kira jam 11.00 malam. Ketika aku
masuk ke rumah aku terkaget,
rupanya mertuaku belum tidur.
Dia sedang menonton TV di
ruang keluarga.
"Eh, Mama.. belum tidur.."
"Belum, Tom.. saya takut tidur
kalau di rumah belum ada
orang.."
"Oh, Maaf Ma, saya tadi mampir
ke rumah dulu.. jadi agak telat.."
"Virni.. pulangnya kapan?"
"Ya.. kira-kira hari Rabu, Ma.. Oh..
sudah malam Ma, saya tidur
dulu.."
"Ok.. Tom, selamat tidur.."
Kutinggal Mama Mona yang
masih nonton TV, aku masuk ke
kamarku, lalu tidur.
Keesokannya, Sabtu Pagi ketika
aku terbangun dan menuju ke
kamar makan kulihat Mama
Mona sudah mempersiapkan
sarapan yang rupanya nasi
goreng, makanan favoritku.
"Selamat Pagi, Tom.."
"Pagi.. Ma, wah Mama tau aja
masakan kesukaan saya."
"Kamu hari ini mau kemana
Tom?"
"Tidak kemana-mana, Ma.. paling
cuci mobil.."
"Bisa antar Mama, Mama mau
antar pesanan berlian."
"Ok.. Ma.."
Hari itu aku menemani Mama
pergi antar pesanan dimana
kami pergi dari jam 09.00
sampai jam 07.00 malam. Selama
perjalanan, Mama menceritakan
bahwa dia merasa kesepian
sejak Virni makin sibuk dengan
dirinya sendiri dimana suaminya
pun jarang datang, untungnya
ada diriku walaupun baru malam
bisa berjumpa. Sejak itulah aku
jadi akrab dengan Mama Mona.
Sampai di rumah setelah
berpergian seharian dan setelah
mandi, aku dan Mama nonton TV
bersama-sama, dia mengenakan
baju tidur modelnya baju
handuk sedangkan aku hanya
mengenakan kaus dan celana
pendek. Tiba-tiba Mama
menyuruhku untuk memijat
dirinya.
"Tom, kamu capek nggak, tolong
pijatin leher Mama yach.. habis
pegal banget nih.."
"Dimana Ma?"
"Sini.. Leher dan punggung
Mama.."
Aku lalu berdiri sementara Mama
Mona duduk di sofa, aku mulai
memijat lehernya, pada awalnya
perasaanku biasa tapi lama-lama
aku terangsang juga ketika kulit
lehernya yang putih bersih dan
mulus kupijat dengan lembut
terutama ketika kerah baju
tidurnya diturunkan makin ke
bawah dimana rupanya Mama
Mona tidak mengenakan BH dan
payudaranya yang cukup
menantang terintip dari
punggungnya olehku dan juga
wangi tubuhnya yang sangat
menusuk hidungku.
"Maaf, Ma.. punggung Mama juga
dipijat.."
"Iya.. di situ juga pegal.."
Dengan rasa sungkan tanganku
makin merasuk ke punggungnya
sehingga nafasku mengenai
lehernya yang putih, bersih dan
mulus serta berbulu halus. Tiba-
tiba Mama berpaling ke arahku
dan mencium bibirku dengan
bibirnya yang mungil nan
lembut, rupanya Mama Mona
juga sudah mulai terangsang.
"Tom, Mama kesepian.. Mama
membutuhkanmu.." Aku tidak
menjawab karena Mama
memasukkan lidahnya ke
mulutku dan lidah kami
bertautan. Tanganku yang ada
di punggungnya ditarik ke arah
payudaranya sehingga
putingnya dan payudaranya
yang kenyal tersentuh
tanganku. Hal ini membuatku
semakin terangsang, dan aku
lalu merubah posisiku, dari
belakang sofa, aku sekarang
berhadapan dengan Mama Mona
yang telah meloloskan bajunya
sehingga payudaranya terlihat
jelas olehku.
Aku tertegun, rupanya tubuh
Mama Mona lebih bagus dari
milik anaknya sendiri, istriku.
Aku baru pertama kali ini melihat
tubuh ibu mertuaku yang toples.
"Tom, koq bengong, khan Mama
sudah bilang, Mama kesepian.."
"iya.. iya.. iya Mah,"
Ditariknya tanganku sehingga
aku terjatuh di atas tubuhnya,
lalu bibirku dikecupnya kembali.
Aku yang terangsang
membalasnya dengan
memasukkan lidahku ke
mulutnya. Lidahku disedot di
dalam mulutnya. Tanganku mulai
bergerilya pada payudaranya.
Payudaranya yang berukuran
36B sudah kuremas-remas,
putingnya kupelintir yang
membuat Mama Mona
menggoyangkan tubuhnya
karena keenakan. Tangannya
yang mungil memegang
batangku yang masih ada di
balilk celana pendekku. Diusap-
usapnya hingga batangku mulai
mengeras dan celana pendekku
mulai diturunkan sedikit, setelah
itu tangannya mulai mengorek
di balik celana dalamku sehingga
tersentuhlah kepala batangku
dengan tangannya yang lembut
yang membuatku gelisah.
Keringat kami mulai bercucuran,
payudaranya sudah tidak
terpegang lagi tanganku tapi
mulutku sudah mulai menari-nari
di payudaranya, putingnya
kugigit, kuhisap dan kukenyot
sehingga Mama Mona kelojotan,
sementara batangku sudah
dikocok oleh tangannya
sehingga makin mengeras.
Tanganku mulai meraba-raba
celana dalamnya, dari sela-sela
celana dan pahanya yang putih
mulus kuraba vaginanya yang
berbulu lebat. Sesekali kumasuki
jariku pada liang vaginanya
yang membuat dirinya makin
mengelinjang dan makin
mempercepat kocokan
tangannya pada batangku.
Hampir 10 menit lamanya
setelah vaginanya telah basah
oleh cairan yang keluar dengan
berbau harum, kulepaskan
tanganku dari vaginanya dan
Mama Mona melepaskan
tangannya dari batangku yang
sudah keras. Mama Mona lalu
berdiri di hadapanku,
dilepaskannya baju tidurnya dan
celana dalamnya sehingga aku
melihatnya dengan jelas tubuh
Mama Mona yang bugil dimana
tubuhnya sangat indah dengan
tubuh tinggi 167 cm, payudara
berukuran 36B dan vagina yang
berbentuk huruf V dengan
berbulu lebat, membuatku
menahan ludah ketika
memandanginya.
"Tom, ayo.. puasin Mama.."
"Ma.. tubuh Mama bagus sekali,
lebih bagus dari tubuhnya
Virni.."
"Ah.. masa sih.."
"Iya, Ma.. kalau tau dari 2 tahun
lalu, mungkin Mamalah yang
saya nikahi.."
"Ah.. kamu bisa aja.."
"Iya.. Ma.. bener deh.."
"Iya sekarang.. puasin Mama
dulu.. yang penting khan kamu
bisa menikmati Mama sekarang.."
"Kalau Mama bisa memuaskan
saya, saya akan kawini Mama.."
Mama lalu duduk lagi, celana
dalamku diturunkan sehingga
batangku sudah dalam
genggamannya, walau tidak
terpegang semua karena
batangku yang besar tapi
tangannya yang lembut sangat
mengasyikan.
"Tom, batangmu besar sekali,
pasti Virni puas yach."
"Ah.. nggak. Virni.. biasa aja Ma.."
"Ya.. kalau gitu kamu harus
puasin Mama yach.."
"Ok.. Mah.."
Mulut mungil Mama Mona sudah
menyentuh kepala batangku,
dijilatnya dengan lembut, rasa
lidahnya membuat diriku
kelojotan, kepalanya kuusap
dengan lembut. Batangku mulai
dijilatnya sampai biji pelirku,
Mama Mona mencoba
memasukkan batangku yang
besar ke dalam mulutnya yang
mungil tapi tidak bisa, akhirnya
hanya bisa masuk kepala
batangku saja dalam mulutnya.
Hal ini pun sudah membuatku
kelojotan, saking nikmatnya
lidah Mama Mona menyentuh
batangku dengan lembut.
Hampir 15 menit lamanya
batangku dihisap membuatnya
agak basah oleh ludah Mama
Mona yang sudah tampak
kelelahan menjilat batangku dan
membuatku semakin
mengguncang keenakan. Setelah
itu Mama Mona duduk di Sofa
dan sekarang aku yang jongkok
di hadapannya. Kedua kakinya
kuangkat dan kuletakkan di
bahuku. Vagina Mama Mona
terpampang di hadapanku
dengan jarak sekitar 50 cm dari
wajahku, tapi bau harum
menyegarkan vaginanya
menusuk hidungku.
"Ma, Vagina Mama wangi sekali,
pasti rasanya enak sekali yach."
"Ah, masa sih Tom, wangi mana
dibanding punya Virni dari
punya Mama."
"Jelas lebih wangi punya mama
dong.."
"Aaakkhh.."
Vagina Mama Mona telah
kusentuh dengan lidahku. Kujilat
lembut liang vagina Mama Mona,
vagina Mama Mona rasanya
sangat menyegarkan dan manis
membuatku makin menjadi-jadi
memberi jilatan pada vaginanya.
"Ma, vagina.. Mama sedap sekali..
rasanya segar.."
"Iyaah.. Tom, terus.. Tom.. Mama
baru kali ini vaginanya dijilatin..
ohh.. terus.. sayang.."
Vagina itu makin kutusuk
dengan lidahku dan sampai juga
pada klitorisnya yang rasanya
juga sangat legit dan
menyegarkan. Lidahku kuputar
dalam vaginanya, biji klitorisnya
kujepit di lidahku lalu kuhisap
sarinya yang membuat Mama
Mona menjerit keenakan dan
tubuhnya menggelepar ke kanan
ke kiri di atas sofa seperti cacing
kepanasan. "Ahh.. ahh.. oghh
oghh.. awww.. argh.. arghh..
lidahmu Tom.. agh, eena..
enakkhh.. aahh.. trus.. trus.."
Klitoris Mama Mona yang manis
sudah habis kusedot sampai
berulang-ulang, tubuh Mama
Mona sampai terpelintir di atas
sofa, hal itu kulakukan hampir
30 menit dan dari vaginanya
sudah mengeluarkan cairan
putih bening kental dan rasanya
manis juga, cairan itupun
dengan cepat kuhisap dan kujilat
sampai habis sehingga tidak ada
sisa baik di vaginanya maupun
paha mama Mona.
"Ahg.. agh.. Tom.. argh.. akh..
akhu.. keluar.. nih.. ka.. kamu..
hebat dech.." Mama Mona
langsung ambruk di atas sofa
dengan lemas tak berdaya,
sementara aku yang merasa
segar setelah menelan cairan
vagina Mama Mona, langsung
berdiri dan dengan cepat
kutempelkan batang
kemaluanku yang dari 30 menit
lalu sudah tegang dan keras
tepat pada liang vagina Mama
Mona yang sudah kering dari
cairan. Mama Mona melebarkan
kakinya sehingga
memudahkanku menekan
batangku ke dalam vaginanya,
tapi yang aku rasakan liang
vagina Mama Mona terasa
sempit, aku pun keheranan.
"Ma.. vagina Mama koq sempit
yach.. kayak vagina anak gadis."
"Kenapa memangnya Tom,
nggak enak yach.."
"Justru itu Ma, Mama punya
sempit kayak punya gadis. Saya
senang Ma, karena vagina Virni
sudah agak lebar, Mama hebat,
pasti Mama rawat yach?"
"Iya, sayang.. walau Mama
jarang ditusuk, vaginanya harus
Mama rawat sebaik-baiknya, toh
kamu juga yang nusuk.."
"Iya Ma, saya senang bisa
menusukkan batang saya ke
vagina Mama yang sedaap ini.."
"Akhh.. batangmu besar sekali.."
Vagina Mama Mona sudah
terterobos juga oleh batang
kemaluanku yang diameternya 4
cm dan panjangnya 28 cm,
setelah 6 kali kuberikan tekanan.
Pinggulku kugerakan maju-
mundur menekan vagina Mama
Mona yang sudah tertusuk oleh
batangku, Mama Mona hanya
bisa menahan rasa sakit yang
enak dengan memejamkan mata
dan melenguh kenikmatan,
badannya digoyangkan
membuatku semakin semangat
menggenjotnya hingga sampai
semua batangku masuk ke
vaginanya. "Tom.. nggehh..
ngghh.. batangmu menusuk
sampai ke perut.. nich.. agghh..
agghh.. aahh.. eenaakkhh.." Aku
pun merasa keheranan karena
pada saat masukkan batangku
ke vaginanya Mama Mona terasa
sempit, tapi sekarang bisa
sampai tembus ke perutnya.
Payudara Mama Mona yang
ranum dan terbungkus kulit
yang putih bersih dihiasi puting
kecil kemerahan sudah kuterkam
dengan mulutku. Payudara itu
sudah kuhisap, kujilat, kugigit
dan kukenyot sampai putingnya
mengeras seperti batu kerikil
dan Mama Mona belingsatan,
tangannya membekap kepalaku
di payudaranya sedangkan
vaginanya terhujam keras oleh
batangku selama hampir 1 jam
lamanya yang tiba-tiba Mama
Mona berteriak dengan lenguhan
karena cairan telah keluar dari
vaginanya membasahi batangku
yang masih di dalam vaginanya,
saking banyaknya cairan itu
sampai membasahi pahanya dan
pahaku hingga berasa lengket.
"Arrgghh.. argghh.. aakkhh..
Mama.. keluar nich Tom.. kamu
belum yach..?" Aku tidak
menjawab karena tubuhnya
kuputar dari posisi terlentang
dan sekarang posisi
menungging dimana batangku
masih tertancap dengan
kerasnya di dalam vagina Mama
Mona, sedangkan dia sudah
lemas tak berdaya. Kuhujam
vagina Mama Mona berkali-kali
sementara Mama Mona yang
sudah lemas seakan tidak
bergerak menerima hujaman
batangku, Payudaranya
kutangkap dari belakang dan
kuremas-remas, punggungnya
kujilat. Hal ini kulakukan sampai
1 jam kemudian di saat Mama
Mona meledak lagi mengeluarkan
cairan untuk yang kedua kalinya,
sedangkan aku mencapai puncak
juga dimana cairanku kubuang
dalam vagina Mama Mona
hingga banjir ke kain sofa
saking banyaknya cairanku yang
keluar. "Akhh.. akh.. Ma, Vagina
Mama luar biasa sekali.." Aku pun
ambruk setelah hampir 2,5 jam
merasakan nikmatnya vagina
mertuaku, yang memang nikmat,
meniban tubuh Mama Mona
yang sudah lemas lebih dulu.
Aku dan Mama terbangun
sekitar jam 12.30 malam dan
kami pindah tidur ke kamar
Mama Mona, setelah terbaring di
sebelah Mama dimana kami
masih sama-sama bugil karena
baju kami ada di sofa, Mama
Mona memelukku dan mencium
pipiku.
"Tom, Mama benar-benar puas
dech, Mama pingin kapan-kapan
coba lagi batangmu yach, boleh
khan.."
"Boleh Ma, saya pun juga puas
bisa mencoba vagina Mama dan
sekarangpun yang saya
inginkan setiap malam bisa tidur
sama Mama jika Virni nggak
pulang."
"Iya, Tom.. kamu mau ngeloni
Mama kalau Virni pergi?"
"Iya Ma, vagina Mama nikmat
sih."
"Air manimu hangat sekali Tom,
berasa dech waktu masuk di
dalam vagina Mama."
"Kita Main lagi Ma..?"
"Iya boleh.."
Kami pun bermain dalam nafsu
birahi lagi di tempat tidur Mama
hingga menjelang ayam
berkokok baru kami tidur. Mulai
hari itu aku selalu tidur di kamar
Mama jika istriku ada syuting di
luar kota dan ini berlangsung
sampai sekarang.
TAMAT

Kamis, 25 Agustus 2011

Papa Tiri Panutanku

Perkenalkan, namaku Nina,
umurku 24 tahun. Aku memiliki
kehidupan seks yang cukup
menarik. Temanku
memberitahuku mengenai situs
RumahSeks dan ketika aku
pertama kali browse RumahSeks,
aku langsung tertarik untuk ikut
mencurahkan kisahku di situs
ini. Semoga kisahku ini dapat
menjadi salah satu bacaan yang
menarik.
*****
Kisah ini dimulai ketika aku
merasakan seks-ku yang
pertama dengan Papa tiriku
ketika aku masih berumur 16
tahun. Pada saat umurku 3
tahun, Papa kandungku telah
meninggal hingga ibu menikah
lagi dengan Oom Mardi ketika
umurku 5 tahun. Jadi, selama 11
tahun aku telah
menganggapnya sebagai Papa
kandungku, toh aku juga tidak
ingat lagi akan kehadiran Papa
kandungku. Namun, sejak
kejadian ini aku tidak hanya
menganggapnya sebagai Papa,
tapi sekaligus juga sebagai
pemuas nafsu birahiku.
Begitupun Papa Mardi yang
menganggapku sebagai anak
sekaligus budak seks-nya.
Untuk lebih memperjelasnya, aku
memiliki tubuh yang cukup
bagus dengan buah dada
berukuran 34B. Kulitku putih
bersih dengan rambut panjang
sepunggung. Aku beberapa kali
menonton dan membuka situs
porno karena rasa penasaranku
terhadap aktivitas seks yang
sangat digemari di kalangan
anak laki-laki. Ketika menonton
film-film porno itu, ada rasa
ingin mencoba karena kulihat
betapa nikmatnya wajah sang
wanita yang disetubuhi. Aku
pun sering membayangkan
bahwa yang ada di film itu
adalah aku dan pria idamanku,
namun ironisnya aku kehilangan
keperawanan bukanlah dengan
pria idamanku. Beginilah cerita
awalnya..
Pada suatu Minggu pagi, Ibuku
tidak ada di rumah hampir
sepanjang hari karena harus
menunggui kakaknya yang
sedang dirawat di rumah sakit.
Jadi, aku tinggal di rumah
sendiri. Ketika aku berjalan ke
ruang makan untuk makan pagi,
aku hanya melihat Papa seorang
diri sedang menyantap nasi
goreng.
"Pa, Mama mana? Kok gak ada?"
tanyaku sambil mengucek
mataku yang masih mengantuk.
Pada saat itu Papaku tidak
langsung menjawab, Ia
tercengang untuk beberapa saat
dan menatapku dengan
pandangan tajam. Ketika
kusadari, ternyata pada saat itu
aku mengenakan daster putih
tipis pendek yang tembus
pandang hingga memamerkan
lekuk tubuhku. Puting susuku
terpampang jelas karena aku
tidak memakai bra. Kurasakan
mukaku memerah dan spontan
aku menutupi dadaku.
"Ehem.. Nin, Mama pergi sejak
jam 4 subuh. Tante Firda
mendadak koma," kata Papa
segera setelah sadar dari
kagetnya.
"Apa?! Tan.. Tante koma?" ujarku
terbata-bata.
"Iya, Nin. Papa tahu kamu kaget.
Nanti kita jenguk jam 12 ya?"
Aku terisak sedih dan air mataku
mulai mengalir. Tante Firda
adalah tante favoritku. Ia sangat
baik terhadap Ibu dan aku.
Ketika aku masih terisak, Papa
segera menghampiri dan
memeluk diriku.
"Tenang Nin, masih ada harapan
kok," hiburnya sambil mengelus
rambutku.
Aku balas mendekapnya dan
mulai menangis tersedu-sedu.
Papa mengelus-elus punggungku
ketika aku menangis, namun
nafas Papaku terdengar berat
dan kurasakan penisnya yang
membesar menekan perutku.
Aku segera melepaskan
pelukanku namun Papa
menahannya.
"Pa, lepaskan aku!" jeritku
ketakutan.
"Tidak bisa, Nina sayang..
Salahmu sendiri menggoda Papa
dengan baju tipismu itu," ujar
Papa, kemudian tangannya mulai
meremas-remas pantatku
dengan gemas.
"Pa, jangan.. Nina gak mau, Pa!"
isakku sambil memberontak,
namun tenaga Papa jauh lebih
kuat daripadaku, tak ada
gunanya aku melawan juga.
"Kamu diam saja, sayang.. Enak
kok.. Nanti pasti kamu
ketagihan," bisik Papa sambil
terengah-engah, setelah itu
tangan Papa mulai menyusup ke
dalam celana dalamku dan
meremas kembali pantatku dari
dalam.
Aku berkali-kali melawan, namun
tak berdaya karena perbedaan
tenaga kami. Kemudian, Papa
mengangkat satu kakiku dan
menahannya selagi tangan
satunya meraih lubang
vaginaku.
"Ohh.. Pa.. Ja.. Jangan," rintihku.
Namun, kurasakan birahiku
mulai naik, bahkan lebih
daripada ketika aku menonton
film porno di kamarku diam-
diam. Jarinya dengan lincah
menggosok-gosok lubang
vaginaku yang mulai basah.
Nafasku juga mulai cepat dan
berat. Melihat reaksiku yang
mulai pasrah dan terbawa nafsu,
Papa melanjutkan aksinya. Ia
membawaku ke sofa ruang
tamu dan mendudukkan diriku
di pangkuannya dengan
posisiku memunggunginya. Tak
lupa pula ia membuka celana
dalamku dengan kasar.
Tangannya dengan kasar
membuka lebar-lebar pahaku
sehingga vaginaku terpampang
lebar untuk dijelajahi oleh
tangannya. Sebelum sempat
melawan, dengan sigap
tangannya kembali meraih
vaginaku dan meremasnya.
"Nin, memek kamu seksi banget..
Nanti Papa sodok ya.." bisik
Papaku di telingaku dan
menjilatinya ketika tangannya
mulai bermain di klitorisku.
Birahiku sudah tak tertahankan
lagi hingga aku pun pasrah
terhadap perlakuan Papaku ini.
Aku mulai mendesah-desah tak
keruan. Jilatan maut di telingaku
menambah nafsuku. Papa
terlihat mencari-cari titik rawan
di klitorisku dengan cara
menekan-nekan klitorisku dari
atas ke bawah. Ketika akhirnya
sampai di titik tertentu, aku
meracau tak karuan.
"Ahh.. Shh.. Paa.." desahku
bernafsu.
"Nin, Papa suka banget sama
kamu.." balas Papa sambil
mencium pipiku.
Jarinya dengan lihai menggosok-
gosok dan menekan titik rawan
itu dengan berirama. Rasanya
bagaikan melayang dan
desahanku berubah menjadi
rintihan kenikmatan. Tak sampai
15 menit kemudian, aku
mendapat orgasmeku yang
pertama.
"Paa.. Nina pengen pipiss.."
desahku tak tahan menahan
sesuatu yang ingin meledak di
dalam diriku, tanganku meremas
tangan Papa yang sedang
bermain di klitorisku dengan
bernafsu.
Di luar perkiraanku, Papa malah
memperkeras dan mempercepat
gerakannya. Papa
merebahkanku di sofa dan
merentangkan kedua pahaku.
Kurasakan jilatan lidah di bibir
vaginaku, rasa menggelitik yang
luar biasa menyerang tubuhku.
Jilatan itu menjalar ke klitoris
dan membuat vaginaku
membanjir. Di sela jilatan-jilatan
Papa yang maut, kurasakan
gigitan lembut di klitorisku yang
kian merangsang hasrat seks-ku.
Aku melenguh keras disertai
jeritan-jeritan kenikmatan yang
seakan menyuruh papaku untuk
terus dan tak berhenti.
Melihat reaksiku, Papa semakin
berani dan menggesekan jarinya
di liang vaginaku yang sudah
membanjir. Tak kuasa menahan
nikmat, aku pun mendesah keras
terus-menerus. Aku meracau
tidak beraturan. Kemudian
kurasakan sensasi yang luar
biasa nikmatnya tak lama
kemudian. Vaginaku
mengeluarkan cairan deras
bening yang sebelumnya belum
pernah kulihat. Papa tampak
senang melihatku mengalami
orgasme yang pertama. Setelah
sensasi nikmat itu surut,
kurasakan tubuhku lelah tak
berdaya bagai tak bertulang.
Papa membopongku ke
kamarnya dan menidurkanku di
kasur.
Papa memelukku dengan lembut.
Kami tidak berkata apa-apa.
Papa kemudian membuka
dasterku, kemudian Papa
tampak semakin bernafsu ketika
melihat payudaraku yang
berukuran cukup besar. Hasratku
sudah menurun dan rasa malu
mulai menyergapku hingga aku
segera menutupi payudara dan
vaginaku dengan kedua tangan,
namun Papa malah
menyingkirkan tanganku
dengan kasar. Lelah masih terasa
karena orgasme tadi sehingga
aku tidak mampu melawan.
"Pa.. Jangan, Pa. Sudah cukup..
Nina takut.." isakku mulai
menitikkan air mata. Melihat
reaksiku, Papa malah semakin
bernafsu.
"Nina sayang. Papa entot kamu
ya.. Oh, Nina. Memekmu pasti
nikmat. Sini Papa entotin ya,
sayang.." rayu Papa dengan
nafas memburu karena nafsu.
Dengan semangat 45, Papa
meremas payudaraku dengan
sangat keras. Pertama-tama, aku
berteriak kesakitan namun Papa
tak mempedulikan teriakan
minta ampunku, malah tampak
dia semakin bernafsu untuk
menyetubuhiku. Jari-jarinya
dengan terampil memilin
putingku diselingi dengan
cubitan keras sehingga lama
kelamaan teriakanku berubah
menjadi jeritan nikmat. Libidoku
mulai naik lagi dan vaginaku
mulai basah. Puting susuku yang
berwarna merah muda sekarang
berwarna merah tua karena
cubitan-cubitan kerasnya, begitu
pula dengan payudara putihku
yang berubah menjadi
kemerahan.
"Ahh.. Ahh.. Ukhh.. Paa.." racauku
tak karuan.
Merasa puas melihat reaksiku,
Papa membuka semua bajunya
dan betapa terkejutnya aku
melihat penis papaku yang
berukuran besar. Dengan
lihainya, Papa segera
menggesekkan kepala penisnya
yang kemerahan ke lubang
vaginaku yang sudah basah. Aku
merasakan sensasi lebih
daripada jilatan lidah Papa di
vaginaku sebelumnya hingga
kutanggapi sensasi luar biasa itu
dengan rintihanan keras
kenikmatan.
"Ahh! Papaa.. Ohh.. Entotin Nina,
paa.." racauku. Sudah hilang
kesadaran akan harga diriku.
Melihat lampu hijau dariku, Papa
segera menjalankan aksinya.
Dengan perlahan ia memasukkan
kepala penisnya ke dalam liang
vaginaku, namun terhalang oleh
selaput daraku. Papa tampak
kesulitan menembus selaput
daraku. Akhirnya dengan satu
sodokan keras, vaginaku
berhasil ditembus untuk
pertama kalinya. Rasa sakit luar
biasa terasa di vaginaku. Papa
dengan tanpa perasaan segera
menyodok-nyodok penisnya
dengan kuat dan keras di
vaginaku yang masih sempit.
Rasa sakit itu berubah menjadi
rasa nikmat bagaikan melayang
di surga. Papa mendesah terus-
menerus memuji kerapatan dan
betapa enaknya vaginaku. Penis
Papa yang panjang dan besar
terasa menyodok dinding
rahimku hingga membuatku
orgasme untuk kedua kalinya.
Papa tampak masih bernafsu
menggenjot vaginaku. Kemudian
Papa membalikkan badanku
yang telah lemas dan
menusukkan penisnya ke dalam
vaginaku lewat belakang.
Ternyata posisi ini lebih nikmat
karena terasa lebih menggosok
dinding vaginaku yang masih
sensitif.
"Oh Ninaa.. Memekmu bagaikan
sorga, Nin.. Nanti Papa entotin
tiap hari yaa.. Ahh.."
Akhirnya setelah menggenjotku
selama setengah jam, Papa
mendapatkan orgasmenya yang
luar biasa. Spermanya terasa
dengan kuat menyemprot
dinding vaginaku. Papa menjerit-
jerit nikmat dan badannya
mengejang-ngejang. Tangannya
dengan kuat meremas
payudaraku dan menarik-narik
putingku. Setelah orgasmenya,
Papa berbaring di sebelahku dan
menjilati puting susuku.
Putingku disedot-sedot dan
digerogotinya dengan gemas.
Tampaknya Papa ingin
membuatku orgasme lagi.
Tangannya kembali menjelajahi
vaginaku, namun kali ini jarinya
masuk ke dalam liang vaginaku.
Papa menekang-nekan dinding
vaginaku yang masih rapat.
Ketika sampai pada suatu titik,
badanku mengejang nikmat dan
Papa tampaknya senang sekali
hingga jarinya kembali
menggosok-gosok daerah
rawan itu dan menekannya
terus menerus. Wow! Rasanya
ajaib sekali! Terasa seperti ingin
pipis, namun nikmatnya tak
tertahankan. Ternyata itulah G-
Spot.
Aku tidak bertahan lama dan
akhirnya orgasme untuk ketiga
kalinya. Badanku mengejang dan
cairan orgasme kembali mengalir
dengan deras bercampur darah
keperawananku. Akhirnya, kami
menyudahi permainan seks kami
yang perdana dan mandi. Baru
setelah itu, kami pergi ke rumah
sakit.
Sejak kejadian itu, kami menjadi
sering melakukan hubungan
seks dan mencari-cari
kesempatan untuk
melakukannya tanpa
sepengetahuan orang lain.
Bahkan aku pernah membolos
sekolah karena pada saat itu
Papa sedang naik libidonya.
Akhirnya kami memesan hotel
dan sama-sama membolos, aku
dari sekolah dan Papa dari
kantornya. Papa juga
mengajariku berbagai posisi dan
bagaimana cara mengulum penis
dengan benar (blow-job). Ilmu
seks yang Papa berikan akhirnya
membuatku dicintai oleh
beberapa lelaki lain karena
serviceku yang memuaskan.
Itulah pengalaman seks-ku yang
pertama kalinya dan tak akan
kulupakan seumur hidup. Terima
kasih, Papa!
TAMAT

Suatu Sore di Kampung Halamanku

Aku Linda, mahasiswi hukum
Universitas Pajajaran. Semenjak
dua tahun yang lalu, saat
diterima kuliah di Universitas
Pajajaran, aku tinggal di
Bandung. Aku berasal dari
Sukabumi, ayahku berasal dari
Bandung, sedangkan ibuku asli
Sukabumi. Mereka tinggal di
Sukabumi. Cerita ini
menceritakan kisahku yang
terjadi saat aku kelas 1 SMA di
Sukabumi yang terus berlanjut
sampai aku kuliah sekarang.
Aku anak yang paling tua dari
dua bersaudara. Aku mempunyai
satu adik laki-laki. Umurku
berbeda 2 tahun dengan adik.
Kami sangat dimanja oleh orang
tua kami, sehingga tingkahku
yang tomboy dan suka maksa
pun tidak dilarang oleh mereka.
Begitupun dengan adikku yang
tidak mau disunat walaupun dia
sudah kelas 2 SMP.
Waktu kecil, aku sering mandi
bersama bersama adikku, tetapi
sejak dia masuk SD, kami tidak
pernah mandi bersama lagi.
Walaupun begitu, aku masih
ingat betapa kecil dan
keriputnya penis seorang
cowok. Sejak saat itu, aku tidak
pernah melihat lagi penis cowok.
Sampai suatu ketika, pada hari
senin sore, aku sedang asyik
telpon dengan teman cewekku.
Aku telpon berjam-jam, kadang
tawa keluar dari mulutku,
kadang kami serius bicara
tentang sesuatu, sampai
akhirnya aku rasakan kandung
kemihku penuh sekali. Aku
kebelet pipis. Benar-benar
kebelet pipis, sudah di ujung lah.
Cepat-cepat kuletakkan gagang
telpon tanpa permisi dulu sama
temanku. Aku berlari menuju ke
kamar mandi terdekat. Ketika
kudorong ternyata sedang
dikunci.
"Hey..! Siapa di dalam..? Buka
dong..! Udah nggak tahan..!" aku
berteriak sambil menggedor-
gedor pintu.
"Akuu..! Tunggu sebentar..!"
ternyata adikku yang di dalam.
Terdengar suaranya dari dalam.
"Nggak bisa nunggu..! Cepetan..!"
kataku memaksa.
Gila, aku benar-benar sudah
tidak kuat menahan ingin pipis.
"Kreekk..!" terbuka sedikit pintu
kamar mandi, kepala adikku
muncul dari celahnya.
"Ada apa sih..?" katanya.
Tanpa menjawab
pertanyaannya, aku langsung
nyerobot ke dalam karena sudah
tidak tahan. Langsung aku
jongkok, menaikkan rokku dan
membuka celana dalamku.
"Serrrr…" keluar air seni dari
vaginaku.
Kulihat adikku yang berdiri di
depanku, badannya masih
telanjang bulat.
"Wooiiyyy..! Sopan dikit napa..?"
teriaknya sambil melotot tetap
berdiri di depanku.
"Sebentarrr..! Udah nggak kuat
nih," kataku.
Sebenarnya aku tidak mau
menurunkan pandangan mataku
ke bawah. Tetapi sialnya, turun
juga. Kelihatan deh burungnya.
"Hihihihi..! Masih keriput kayak
dulu, cuma sekarang agak gede
dikitlah…" gumanku dalam hati.
Aku takut tertangkap basah
melihat penisnya, cepat-cepat
kunaikkan lagi mataku melihat
ke matanya. Eh, ternyata dia
sudah tidak melihat ke mataku
lagi. Sialan..! Dia lihat vaginaku
yang lagi mekar sedang pipis.
Cepat-cepat kutekan sekuat
tenaga otot di vaginaku biar
cepat selesai pipisnya. Tidak
sengaja, kelihatan lagi
burungnya yang masih belum
disunat itu. Sekarang penisnya
kok pelan-pelan semakin gemuk.
Makin naik sedikit demi sedikit,
tapi masih kelihatan lemas
dengan kulupnya masih
menutupi helm penisnya.
"Sialan nih adikku. Malah
ngeliatin lagi, mana belum habis
nih air kencing..!" aku bersungut
dalam hati.
"Oooo..! Kayak gitu ya Teh..?"
katanya sambil tetap melihat ke
vaginaku.
"Eh kurang ajar Lu ya..!"
langsung saja aku berdiri
mengambil gayung dan
kulemparkan ke kepalanya.
"Bletak..!" kepala adikku memang
kena pukul, tetapi hasilnya air
kencingku kemana-mana,
mengenai rok dan celana
dalamku.
"Ya… basah deh rok Teteh…"
kataku melihat ke rok dan celana
dalamku.
"Syukurin..! Makanya jangan
masuk seenaknya..!" katanya
sambil mengambil gayung dari
tanganku.
"Mandi lagi ahh..!" lanjutnya
sambil menyiduk air dan
menyiram badannya.
Terus dia mengambil sabun dan
mengusap sabun itu ke
badannya.
"Waduh.., sialan nih adik..!"
sungutku dalam hati.
Waktu itu aku bingung mau
gimana nih. Mau keluar, tapi aku
jijik pake rok dan celana dalam
yang basah itu. Akhirnya
kuputuskan untuk buka celana
dalam dan rokku, lalu pinjam
handuk adikku dulu. Setelah
salin, baru kukembalikan
handuknya.
"Udah.., pake aja handuk Aku..!"
kata adikku.
Sepertinya dia mengetahui
kebingunganku. Kelihatan
penisnya mengkerut lagi.
"Jadi lucu lagi gitu..! Hihihi..!"
batinku.
Aku lalu membuka celana
dalamku yang warnanya merah
muda, lalu rokku. Kelihatan lagi
deh vaginaku. Aku takut adikku
melihatku dalam keadan seperti
itu. Jadi kulihat adikku. Eh sialan,
dia memang memperhatikan aku
yang tanpa celana.
"Teh..! Memek tu emang gemuk
kayak gitu ya..? Hehehe..!"
katanya sambil nyengir.
Sialan, dia menghina vaginaku,
"Iya..!" kataku sewot. "Daripada
culun kayak punya Kamu..!"
kataku sambil memukul bahu
adikku.
Eh tiba-tiba dia berkelit, "Eitt..!"
katanya.
Karena aku memukul dengan
sekuat tenaga, akhirnya aku
terpeleset. Punggungku jatuh ke
tubuhnya. Kena deh pantatku ke
penisnya.
"Iiihhh.., rasanya geli banget..!"
cepat-cepat kutarik tubuhku
sambil bersungut, "Huh..! Elo
sih..!"
"Teh.. kata Teteh tadi culun,
kalau kayak gini culun nggak..?"
katanya mengacuhkan
omonganku sambil menunjuk ke
penisnya.
Kulihat penisnya mulai lagi
seperti tadi, pelan-pelan semakin
gemuk, makin tegak ke arah
depan.
"Ya.. gitu doang..! Masih kayak
anak SD ya..?" kataku mengejek
dia.
Padahal aku kaget juga,
ukurannya bisa bertambah
begitu jauh. Ingin juga sih tahu
sampai dimana bertambahnya.
Iseng aku tanya, "Gedein lagi
bisa nggak..?" kataku sambil
mencibir.
"Bisa..! Tapi Teteh harus bantu
dikit dong..!" katanya lagi.
"Megangin ya..? Wekss.., ya
nggak mau lah..!" cibirku.
"Bukan..! Teteh taruh ludah aja di
atas tititku..!" jawabnya.
Karena penasaran ingin melihat
penis cowok kalau lagi penuh,
kucoba ikuti perkataan dia.
"Gitu doang kan..? Mau Teteh
ngeludahin Kamu mah. Dari dulu
Teteh pengen ngeludahin
Kamu""Asyiiikkk..!" katanya.
Sialan nih adikku, aku dikerjain.
Kudekatkan kepalaku ke arah
penisnya, lalu aku
mengumpulkan air ludahku. Tapi
belum juga aku membuang
ludahku, kulihat penisnya sudah
bergerak, kelihatan penisnya
naik sedikit demi sedikit.
Diameternya makin lama
semakin besar, jadi kelihatan
semakin gemuk. Dan panjangnya
juga bertambah. Asyiik banget
melihatnya. Geli di sekujur tubuh
melihat itu semua. Tidak lama
kepala penisnya mulai kelihatan
di antara kulupnya. Perlahan-
lahan mendesak ingin keluar.
Wahh..! Bukan main perasaan
senangku waktu itu. Aku benar-
benar asyik melihat helm itu
perlahan muncul. Seperti
penyanyi utama yang baru
muncul di atas panggung setelah
ditunggu oleh fans-nya.
Akhirnya bebas juga kepala
penis itu dari halangan
kulupnya. Penis adikku sudah
tegang sekali. Menunjuk ke
arahku. Warnanya kini lebih
merah. Aku jadi terangsang
melihatnya. Kualihkan
pandangan ke adikku.
"Hehe…" dia ke arahku. "Masih
culun nggak..?" katanya lagi.
"Hehe..! Macho kan..!" katanya
tetap tersenyum.
Tangannya tiba-tiba turun
menuju ke selangkanganku.
Walaupun aku terangsang, tentu
saja aku tepis tangan itu.
"Apaan sih Elo..!" kubuang
tangannya ke kanan.
"Teh..! Please Tehhh.. Pegang aja
Teh… Nggak akan diapa-apainâ
€¦ Aku pengen tahu rasanya
megang itu-nya cewek. Cuma itu
aja Teh.." kata adikku, kembali
tangannya mendekati
selangkanganku.
Waduuhh.. sebenarnya aku mau
jaga image, masa mau sih sama
adik sendiri, tapi aku juga ingin
tahu bagaimana rasanya
dipegang oleh cowok di vagina.
"Inget..! Jangan digesek-gesekin,
taruh aja tanganmu di situ..!"
akhirnya aku mengiyakan. Deg-
degan juga hati ini.
Tangan adikku lalu mendekat,
bulu kemaluanku sudah
tersentuh oleh tangannya. Ihh
geli sekali… Aku lihat penisnya
sudah keras sekali, kini
warnanya lebih kehitaman
dibanding dengan sebelumnya.
Uuppss… Hangatnya tangan
sudah terasa melingkupi
vaginaku. Geli sekali rasanya
saat bibir vaginaku tersentuh
telapak tangannya. Geli-geli
nikmat di syaraf vaginaku. Aku
jadi semakin terangsang
sehingga tanpa dapat ditahan,
vaginaku mengeluarkan cairan.
"Hihihi.. Teteh terangsang ya..?"
"Enak aja… sama Kamu mah
mana bisa terangsang..!"
jawabku sambil merapatkan
selangkanganku agar cairannya
tidak semakin keluar.
"Ini basah banget apaan Teh..?"
"Itu sisa air kencing Teteh
tahuuu..!" kataku berbohong
padanya.
"Teh… memek tu anget, empuk
dan basah ya..?"
"Tau ah… Udah belum..?" aku
berlagak sepertinya aku
menginginkan situasi itu
berhenti, padahal sebenarnya
aku ingin tangan itu tetap
berada di situ, bahkan kalau bisa
mulai bergerak menggesek bibir
vaginaku.
"Teh… gesek-gesek dikit ya..?"
pintanya.
"Tuh kan..? Katanya cuma
pegang aja..!" aku pura-pura
tidak mau.
"Dikit aja Teh… Please..!"
"Terserah Kamu aja deh..!" aku
mengiyakan dengan nada malas-
malasan, padahal mau banget
tuh. Hihihi.. Habis enak sih…
Tangan adikku lalu makin masuk
ke dalam, terasa bibir vaginaku
terbawa juga ke dalam.
Ouughh..! Hampir saja kata-kata
itu keluar dari bibirku. Rasanya
nikmat sekali. Otot di dalam
vaginaku mulai terasa
berdenyut. Lalu tangannya
ditarik lagi, bibir vaginaku ikut
tertarik lagi.
"Ouughh..!" akhirnya keluar juga
desahan nafasku menahan rasa
nikmat di vaginaku.
Badanku terasa limbung, bahuku
condong ke depan. Karena takut
jatuh, aku bertumpu pada bahu
adikku.
"Enak ya Tehh..?"
"Heeh..," jawabku sambil
memejamkan mata.
Tangan adikku lalu mulai maju
dan mundur, kadang klitorisku
tersentuh oleh telapak
tangannya. Tiap tersentuh
rasanya nikmat luar biasa, badan
ini akan tersentak ke depan.
"Tehh..! Adek juga pengen
ngerasaain enaknya dong..!"
"Kamu mau diapain..?" jawabku
lalu membuka mata dan melihat
ke arahnya.
"Ya pegang-pegangin juga..!"
katanya sambil tangan satunya
lalu menuntun tanganku ke arah
penisnya.
Kupikir egois juga jika aku tidak
mengikuti keinginannya.
Kubiarkan tangannya menuntun
tanganku. Terasa hangat
penisnya di genggaman tangan
ini. Kadang terasa kedutan di
dalamnya. Karena masih ada
sabun di penisnya, dengan
mudah aku bisa memaju-
mundurkan tanganku mengocok
penisnya.
Kulihat tubuh adikku kadang-
kadang tersentak ke depan saat
tanganku sampai ke pangkal
penisnya. Kami berhadapan
dengan satu tangan saling
memegang kemaluan dan
tangan satunya memegang
bahu.
Tiba-tiba dia berkata, "Teh..! Titit
Adek sama memek Teteh
digesekin aja yah..!"
"Heeh" aku langsung
mengiyakan karena aku sudah
tidak tahan menahan
rangsangan di dalam tubuh.
Lalu dia melepas tangannya dari
vaginaku, memajukan badannya
dan memasukkan penisnya di
antara selangkanganku. Terasa
hangatnya batang penisnya di
bibir vaginaku. Lalu dia memaju-
mundurkan pinggulnya untuk
menggesekkan penisnya dengan
vaginaku.
"Ouughhh..!" aku kini tidak malu-
malu lagi mengeluarkan erangan.
"Dek… masukin aja..! Teteh
udah nggak tahan..!" aku benar-
benar sudah tidak tahan, setelah
sekian lama menerima
rangsangan. Aku akhirnya
menghendaki sebuah penis
masuk ke dalam vaginaku.
"Iya Teh..!"
Lalu dia menaikkan satu pahaku,
dilingkarkan ke pinggangnya,
dan tangan satunya
mengarahkan penisnya agar
tepat masuk ke vaginaku.
Aku terlonjak ketika sebuah
benda hangat masuk ke dalam
kemaluanku. Rasanya ingin
berteriak sekuatnya untuk
melampiaskan nikmat yang
kurasa. Akhirnya aku hanya bisa
menggigit bibirku untuk
menahan rasa nikmat itu. Karena
sudah dari tadi dirangsang, tidak
lama kemudian aku mengalami
orgasme. Vaginaku rasanya
seperti tersedot-sedot dan
seluruh syaraf di dalam tubuh
berkontraksi.
"Ouuggggkkk..!" aku tidak kuat
untuk tidak berteriak.
Kulihat adikku masih terus
memaju-mundurkan pinggulnya
dengan sekuat tenaga. Tiba-tiba
dia mendorong sekuat tenaga
hingga badanku terdorong
sampai ke tembok.
"Ouughhh..!" katanya.
Pantatnya ditekannya lama
sekali ke arah vaginaku. Lalu
badannya tersentak-sentak
melengkung ke depan.
Kurasakan cairan hangat di
dalam vaginaku.
Lama kami terdiam dalam posisi
itu, kurasa penisnya masih
penuh mengisi vaginaku. Lalu
dia mencium bibirku dan
melumatnya. Kami berpagutan
lama sekali, basah keringat
menyiram tubuh ini. Kami saling
melumat bibir lama sekali.
Tangannya lalu meremas susuku
dan memilin putingnya.
"Teh..! Teteh nungging, terus
pegang bibir bathtub itu..!" tiba-
tiba dia berkata.
"Wahh..! Gila Lu ya..!"
"Udah.., ikutin aja..!" katanya lagi.
Aku pun mengikuti petunjuknya.
Aku berpegangan pada bathtub
dan menurunkan tubuh bagian
atasku, sehingga batang
kemaluannya sejajar dengan
pantatku. Aku tahu adikku bisa
melihat dengan jelas vaginaku
dari belakang. Lalu dia
mendekatiku dan memasukkan
penisnya ke dalam vaginaku dari
belakang.
"Akkkhh..! Gila..!" aku menjerit
saat penis itu masuk ke dalam
rongga vaginaku.
Rasanya lebih nikmat dibanding
sebelumnya. Rasa nikmat itu
lebih kurasakan karena tangan
adikku yang bebas kini
meremas-remas payudaraku.
Adikku terus memaju-
mundurkan pantatnya sampai
sekitar 10 menit ketika kami
hampir bersamaan mencapai
orgasme. Aku rasakan lagi
tembakan sperma hangat
membasahi rongga vaginaku.
Kami lalu berciuman lagi untuk
waktu yang cukup lama.
Setelah kejadian itu, kami jadi
sering melakukannya, terutama
di kamarku ketika malam hari
saat orang tua sudah pergi tidur.
Minggu-minggu awal, kami
melakukannya bagaikan
pengantin baru, hampir tiap
malam kami bersetubuh. Bahkan
dalam semalam, kami bisa
melakukan sampai 4 kali.
Biasanya aku membiarkan pintu
kamarku tidak terkunci, lalu
sekitar jam 2 malam, adikku akan
datang dan menguncinya. Lalu
kami bersetubuh sampai
kelelahan.
Kini setelah aku di Bandung,
kami masih selalu melakukannya
jika ada kesempatan. Kalau
bukan aku yang ke Sukabumi,
maka dia yang akan datang ke
Bandung untuk menyetor
spermanya ke vaginaku. Saat ini
aku mulai berani menghisap
sperma yang dikeluarkan oleh
adikku.
TAMAT

Putri Ibu Kostku

Waktu itu usiaku 23 tahun. Aku
duduk di tingkat akhir suatu
perguruan tinggi teknik di kota
Bandung. Wajahku ganteng.
Badanku tinggi dan tegap,
mungkin karena aku selalu
berolahraga seminggu tiga kali.
Teman-Âtemanku bilang, kalau
aku bermobil pasti banyak
cewek yang dengan sukahati
menempel padaku. Aku sendiri
sudah punya pacar. Kami
pacaran secara serius. Baik
orang tuaku maupun orang
tuanya sudah setuju kami nanti
menikah. Tempat kos-ku dan
tempat kos-nya hanya berjarak
sekitar 700 m. Aku sendiri sudah
dipegangi kunci kamar kosnya.
Walaupun demikian bukan
berarti aku sudah berpacaran
tanpa batas dengannya. Dalam
masalah pacaran, kami sudah
saling cium-ciuman, gumul-
gumulan, dan remas-remasan.
Namun semua itu kami lakukan
dengan masih berpakaian. Toh
walaupun hanya begitu, kalau
"voltase"-ku sudah amat tinggi,
aku dapat "muntah" juga. Dia
adalah seorang yang menjaga
keperawanan sampai dengan
menikah, karena itu dia tidak
mau berhubungan sex sebelum
menikah. Aku menghargai
prinsipnya tersebut. Karena aku
belum pernah pacaran
sebelumnya, maka sampai saat
itu aku belum pernah merasakan
memek perempuan.
Pacarku seorang anak bungsu.
Kecuali kolokan, dia juga seorang
penakut, sehingga sampai jam
10 malam minta ditemani.
Sehabis mandi sore, aku pergi ke
kosnya. Sampai dia berangkat
tidur. aku belajar atau menulis
tugas akhir dan dia belajar atau
mengerjakan tugas-tugas
kuliahnya di ruang tamu. Kamar
kos-nya sendiri berukuran cukup
besar, yakni 3mX6m. Kamar
sebesar itu disekat dengan
triplex menjadi ruang tamu
dengan ukuran 3mX2.5m dan
ruang tidur dengan ukuran
3mX3.5m. Lobang pintu di
antara kedua ruang itu hanya
ditutup dengan kain korden.
lbu kost-nya mempunyai empat
anak, semua perempuan. Semua
manis-manis sebagaimana
kebanyakan perempuan Sunda.
Anak yang pertama sudah
menikah, anak yang kedua
duduk di kelas 3 SMA, anak
ketiga kelas I SMA, dan anak
bungsu masih di SMP. Menurut
desas-desus yang sampai di
telingaku, menikahnya anak
pertama adalah karena hamil
duluan. Kemudian anak yang
kedua pun sudah mempunyai
prestasi. Nama panggilannya Ika.
Dia dikabarkan sudah pernah
hamil dengan pacarya, namun
digugurkan. Menurut
penilaianku, Ika seorang playgirl.
Walaupun sudah punya pacar,
pacarnya kuliah di suatu
politeknik, namun dia suka
mejeng dan menggoda laki-laki
lain yang kelihatan keren. Kalau
aku datang ke kos pacarku, dia
pun suka mejeng dan bersikap
genit dalam menyapaku.
lka memang mojang Sunda yang
amat aduhai. Usianya akan 18
tahun. Tingginya 160 cm.
Kulitnya berwarna kuning
langsat dan kelihatan licin.
Badannya kenyal dan berisi.
Pinggangnya ramping. Buah
dadanya padat dan besar
membusung. Pinggulnya besar,
kecuali melebar dengan
indahnya juga pantatnya
membusung dengan
montoknya. Untuk gadis seusia
dia, mungkin payudara dan
pinggul yang sudah terbentuk
sedemikian indahnya karena
terbiasa dinaiki dan digumuli
oleh pacarnya. Paha dan
betisnya bagus dan mulus.
Lehernya jenjang. Matanya
bagus. Hidungnya mungil dan
sedikit mancung. Bibirnya
mempunyai garis yang sexy dan
sensual, sehingga kalau memakai
lipstik tidak perlu membuat garis
baru, tinggal mengikuti batas
bibir yang sudah ada.
Rambutnya lebat yang dipotong
bob dengan indahnya.
Sore itu sehabis mandi aku ke
kos pacarku seperti biasanya. Di
teras rumah tampak Ika sedang
mengobrol dengan dua orang
adiknya. Ika mengenakan baju
atas "you can see" dan rok span
yang pendek dan ketat sehingga
lengan, paha dan betisnya yang
mulus itu dipertontonkan
dengan jelasnya.
"Mas Bob, ngapel ke Mbak Dina?
Wah... sedang nggak ada tuh.
Tadi pergi sama dua temannya.
Katanya mau bikin tugas," sapa
Ika dengan centilnya.
"He... masa?" balasku.
"Iya... Sudah, ngapelin Ika sajalah
Mas Bob," kata Ika dengan
senyum menggoda. Edan! Cewek
Sunda satu ini benar-benar
menggoda hasrat. Kalau mau
mengajak beneran aku tidak
menolak nih, he-he-he...
"Ah, neng Ika macam-macam
saja...," tanggapanku sok
menjaga wibawa. "Kak Dai
belum datang?"
Pacar Ika namanya Daniel,
namun Ika memanggilnya Kak
Dai. Mungkin Dai adalah
panggilan akrab atau panggilan
masa kecil si Daniel. Daniel
berasal dan Bogor. Dia ngapeli
anak yang masih SMA macam
minum obat saja. Dan pulang
kuliah sampai malam hari. Lebih
hebat dan aku, dan selama
ngapel waktu dia habiskan
untuk ngobrol. Atau kalau
setelah waktu isya, dia masuk ke
kamar Ika. Kapan dia punya
kesempatan belajar?
"Wah... dua bulan ini saya
menjadi singgel lagi. Kak Dai lagi
kerja praktek di Riau. Makanya
carikan teman Mas Bob buat
menemani Ika dong, biar Ika
tidak kesepian... Tapi yang keren
lho," kata Ika dengan suara yang
amat manja. Edan si playgirl
Sunda mi. Dia bukan tipe orang
yang ngomong begitu bukan
sekedar bercanda, namun tipe
orang yang suka nyerempet-
nyerempet hat yang berbahaya.
"Neng Ika ini... Nanti Kak Dainya
ngamuk dong."
"Kak Dai kan tidak akan tahu..."
Aku kembali memaki dalam hati.
Perempuan Sunda macam Ika ini
memang enak ditiduri. Enak
digenjot dan dinikmati
kekenyalan bagian-bagian
tubuhnya.
Aku mengeluarkan kunci dan
membuka pintu kamar kos Dina.
Di atas meja pendek di ruang
tamu ada sehelai memo dari
Dina. Sambil membuka jendela
ruang depan dan ruang tidur,
kubaca isi memo tadi. "Mas
Bobby, gue ngerjain tugas
kelompok bersama Niken dan
Wiwin. Tugasnya banyak, jadi
gue malam ini tidak pulang. Gue
tidur di rumah Wiwin. Di kulkas
ada jeruk, ambil saja. Soen
sayang, Dina"
Aku mengambil bukuku yang
sehari-harinya kutinggal di
tempat kos Di. Sambil menyetel
radio dengan suara perlahan,
aku mulai membaca buku itu.
Biarlah aku belajar di situ sampai
jam sepuluh malam.
Sedang asyik belajar, sekitar jam
setengah sembilan malam pintu
diketok dan luar. Tok-tok-tok...
Kusingkapkan korden jendela
ruang tamu yang telah kututup
pada jam delapan malam tadi,
sesuai dengan kebiasaan
pacarku. Sepertinya Ika yang
berdiri di depan pintu.
"Mbak Di... Mbak Dina...,"
terdengar suara Ika memanggil-
manggil dan luar. Aku membuka
pintu.
"Mbak Dina sudah pulang?"
tanya Ika.
"Belum. Hari ini Dina tidak
pulang. Tidur di rumah
temannya karena banyak tugas.
Ada apa?"
"Mau pinjam kalkulator, mas Bob.
Sebentar saja. Buat bikin pe-er."
"Ng... bolehlah. Pakai kalkulatorku
saja, asal cepat kembali."
"Beres deh mas Bob. Ika
berjanji," kata Ika dengan genit.
Bibirnya tersenyum manis, dan
pandang matanya menggoda
menggemaskan.
Kuberikan kalkulatorku pada Ika.
Ketika berbalik, kutatap tajam-
tajam tubuhnya yang aduhai.
Pinggulnya yang melebar dan
montok itu menggial ke kiri-
kanan, seolah menantang diriku
untuk meremasÂ-remasnya.
Sialan! Kontholku jadi berdiri. Si
"boy-ku ini responsif sekali kalau
ada cewek cakep yang enak
digenjot.
Sepeninggal Ika, sesaat aku tidak
dapat berkonsentrasi. Namun
kemudian kuusir pikiran yang
tidak-tidak itu. Kuteruskan
kembali membaca textbook
yang menunjang penulisan
tugas sarjana itu.
Tok-tok-tok! Baru sekitar
limabelas menit pintu kembali
diketok.
"Mas Bob... Mas Bob...," terdengar
Ika memanggil lirih.
Pintu kubuka. Mendadak
kontholku mengeras lagi. Di
depan pintu berdiri Ika dengan
senyum genitnya. Bajunya
bukan atasan "you can see"
yang dipakai sebelumnya. Dia
menggunakan baju yang hanya
setinggi separuh dada dengan
ikatan tali ke pundaknya. Baju
tersebut berwarna kuning muda
dan berbahan mengkilat.
Dadanya tampak membusung
dengan gagahnya, yang
ujungnya menonjol dengan
tajam dan batik bajunya.
Sepertinya dia tidak memakai
BH. Juga, bau harum sekarang
terpancar dan tubuhnya. Tadi,
bau parfum harum semacam ini
tidak tercium sama sekali, berarti
datang yang kali ini si Ika
menyempatkan diri memakai
parfum. Kali ini bibirnya pun
dipolesi lipstik pink.
"Ini kalkulatornya, Mas Bob,"
kata Ika manja, membuyarkan
keterpanaanku.
"Sudah selesai. Neng Ika?"
tanyaku basa-basi.
"Sudah Mas Bob, namun boleh
Ika minta diajari Matematika?"
"0, boleh saja kalau sekiranya
bisa."
Tanpa kupersilakan Ika
menyelonong masuk dan
membuka buku matematika di
atas meja tamu yang rendah.
Ruang tamu kamar kos pacarku
itu tanpa kursi. Hanya digelari
karpet tebal dan sebuah meja
pendek dengan di salah satu
sisinya terpasang rak buku. Aku
pun duduk di hadapannya,
sementara pintu masuk tertutup
dengan sendirinya dengan
perlahan. Memang pintu kamar
kos pacarku kalau mau disengaja
terbuka harus diganjal potongan
kayu kecil.
"Ini mas Bob, Ika ada soal
tentang bunga majemuk yang
tidak tahu cara
penyelesaiannya." Ika mencari-
cari halaman buku yang akan
ditanyakannya.
Menunggu halaman itu
ditemukan, mataku mencari
kesempatan melihat ke dadanya.
Amboi! Benar, Ika tidak memakai
bra. Dalam posisi agak
menunduk, kedua gundukan
payudaranya kelihatan sangat
jelas. Sungguh padat, mulus, dan
indah. Kontholku terasa
mengeras dan sedikit
berdenyut-denyut.
Halaman yang dicari ketemu. Ika
dengan centilnya membaca soal
tersebut. Soalnya cukup mudah.
Aku menerangkan sedikit dan
memberitahu rumusnya,
kemudian Ika menghitungnya.
Sambil menunggu Ika
menghitung, mataku mencuri
pandang ke buah dada Ika.
Uhhh... ranum dan segarnya.
"Kok sepi? Mamah, Ema, dan Nur
sudah tidur?" tanyaku sambil
menelan ludah. Kalau bapaknya
tidak aku tanyakan karena dia
bekerja di Cirebon yang
pulangnya setiap akhir pekan.
"Sudah. Mamah sudah tidur jam
setengah delapan tadi.
Kemudian Erna dan Nur
berangkat tidur waktu Ika
bermain-main kalkulator tadi,"
jawab Ika dengan tatapan mata
yang menggoda.
Hasratku mulai naik. Kenapa
tidak kusetubuhi saja si Ika.
Mumpung sepi. Orang-orang di
rumahnya sudah tidur. Kamar
kos sebelah sudah sepi dan
sudah mati lampunya. Berarti
penghuninya juga sudah tidur.
Kalau kupaksa dia meladeni
hasratku, tenaganya tidak akan
berarti dalam melawanku. Tetapi
mengapa dia akan melawanku?
jangan-jangan dia ke sini justru
ingin bersetubuh denganku. Soal
tanya Matematika, itu hanya
sebagai atasan saja. Bukankah
dia menyempatkan ganti baju,
dari atasan you can see ke
atasan yang memamerkan
separuh payudaranya?
Bukankah dia datang lagi
dengan menyempatkan tidak
memakai bra? Bukankah dia
datang lagi dengan
menyempatkan memakai
parfum dan lipstik? Apa lagi
artinya kalau tidak
menyodorkan din?
Tiba-tiba Ika bangkit dan duduk
di sebelah kananku.
"Mas Bob... ini benar nggak?"
tanya Ika.
Ada kekeliruan di tengah jalan
saat Ika menghitung. Antara
konsentrasi dan menahan nafsu
yang tengah berkecamuk, aku
mengambil pensil dan
menjelaskan kekeliruannya. Tiba-
tiba Ika lebih mendekat ke
arahku, seolah mau
memperhatikan hal yang
kujelaskan dan jarak yang lebih
dekat. Akibatnya... gumpalan
daging yang membusung di
dadanya itu menekan lengan
tangan kananku. Terasa hangat
dan lunak, namun ketika dia
lebih menekanku terasa lebih
kenyal.
Dengan sengaja lenganku
kutekankan ke payudaranya.
"Ih... Mas Bob nakal deh
tangannya," katanya sambil
merengut manja. Dia pura-pura
menjauh.
"Lho, yang salah kan Neng Ika
duluan. Buah dadanya
menyodok-nyodok lenganku,"
jawabku.
lka cemberut. Dia mengambil
buku dan kembali duduk di
hadapanku. Dia terlihat kembali
membetulkan yang kesalahan,
namun menurut perasaanku itu
hanya berpura-pura saja. Aku
merasa semakin ditantang.
Kenapa aku tidak berani?
Memangnya aku impoten? Dia
sudah berani datang ke sini
malam-malam sendirian. Dia
menyempatkan pakai parfum.
Dia sengaja memakai baju atasan
yang memamerkan gundukan
payudara. Dia sengaja tidak
pakai bra. Artinya, dia sudah
mempersilakan diriku untuk
menikmati kemolekan tubuhnya.
Tinggal aku yang jadi
penentunya, mau menyia-siakan
kesempatan yang dia berikan
atau memanfaatkannya. Kalau
aku menyia-siakan berarti aku
band!
Aku pun bangkit. Aku berdiri di
atas lutut dan mendekatinya
dari belakang. Aku pura-pura
mengawasi dia dalam
mengerjakan soal. Padahal
mataku mengawasi tubuhnya
dari belakang. Kulit punggung
dan lengannya benar-benar
mulus, tanpa goresan sedikitpun.
Karena padat tubuhnya, kulit
yang kuning langsat itu tampak
licin mengkilap walaupun
ditumbuhi oleh bulu-bulu
rambut yang halus.
Kemudian aku menempelkan
kontholku yang menegang ke
punggungnya. Ika sedikit
terkejut ketika merasa ada yang
menempel punggungnya.
"Ih... Mas Bob jangan begitu
dong...," kata Ika manja.
"Sudah... udah-udah... Aku
sekedar mengawasi pekerjaan
Neng Ika," jawabku.
lka cemberut. Namun dengan
cemberut begitu, bibir yang
sensual itu malah tampak
menggemaskan. Sungguh sedap
sekali bila dikulum-kulum dan
dilumat-lumat. Ika berpura-pura
meneruskan pekerjaannya. Aku
semakin berani. Kontholku
kutekankan ke punggungnya
yang kenyal. Ika menggelinjang.
Tidak tahan lagi. tubuh Ika
kurengkuh dan kurebahkan di
atas karpet. Bibirnya kulumat-
lumat, sementara kulit
punggungnya kuremas-remas.
Bibir Ika mengadakan
perlawanan, mengimbangi
kuluman-Âkuluman bibirku yang
diselingi dengan permainan
lidahnya. Terlihat bahkan dalam
masalah ciuman Ika yang masih
kelas tiga SMA sudah sangat
mahir. Bahkan mengalahkan
kemahiranku.
Beberapa saat kemudian
ciumanku berpindah ke lehernya
yang jenjang. Bau harum
terpancar dan kulitnya. Sambil
kusedot-sedot kulit lehernya
dengan hidungku, tanganku
berpindah ke buah dadanya.
Buah dada yang tidak dilindungi
bra itu terasa kenyal dalam
remasan tanganku. Kadang-
kadang dan batik kain licin baju
atasannya, putingnya kutekan-
tekan dan kupelintir-pelintir
dengan jari-jari tanganku. Puting
itu terasa mengeras.
"Mas Bob Mas Bob buka baju saja
Mas Bob...," rintih Ika. Tanpa
menunggu persetujuanku, jari-
jari tangannya membuka Ikat
pinggang dan ritsleteng
celanaku. Aku mengimbangi, tall
baju atasannya kulepas dan baju
tersebut kubebaskan dan
tubuhnya. Aku terpana melihat
kemulusan tubuh atasnya tanpa
penutup sehelai kain pun. Buah
dadanya yang padat
membusung dengan indahnya.
Ditimpa sinar lampu neon ruang
tamu, payudaranya kelihatan
amat mulus dan licin. Putingnya
berdiri tegak di ujung gumpalan
payudara. Putingnya berwarna
pink kecoklat-coklatan,
sementara puncak bukit
payudara di sekitarnya
berwarna coklat tua dan sedikit
menggembung dibanding
dengan permukaan kulit
payudaranya.
Celana panjang yang sudah
dibuka oleh Ika kulepas dengan
segera. Menyusul. kemeja dan
kaos singlet kulepas dan
tubuhku. Kini aku cuma tertutup
oleh celana dalamku, sementara
Ika tertutup oleh rok span ketat
yang mempertontonkan bentuk
pinggangnya yang ramping dan
bentuk pinggulnya yang
melebar dengan bagusnya. Ika
pun melepaskan rok spannya itu,
sehingga pinggul yang indah itu
kini hanya terbungkus celana
dalam minim yang tipis dan
berwarna pink. Di daerah bawah
perutnya, celana dalam itu tidak
mampu menyembunyikan
warna hitam dari jembut lebat
Ika yang terbungkus di
dalamnya. Juga, beberapa helai
jembut Ika tampak keluar dan
lobang celana dalamnya.
lka memandangi dadaku yang
bidang. Kemudian dia
memandang ke arah kontholku
yang besar dan panjang, yang
menonjol dari balik celana
dalamku. Pandangan matanya
memancarkan nafsu yang sudah
menggelegak. Perlahan aku
mendekatkan badanku ke
badannya yang sudah terbaring
pasrah. Kupeluk tubuhnya
sambil mengulum kembali
bibirnya yang hangat. Ika pun
mengimbanginya. Dia memeluk
leherku sambil membalas
kuluman di bibirnya.
Payudaranya pun menekan
dadaku. Payudara itu terasa
kenyal dan lembut. Putingnya
yang mengeras terasa benar
menekan dadaku. Aku dan Ika
saling mengulum bibir, saling
menekankan dada, dan saling
meremas kulit punggung
dengan penuh nafsu.
Ciumanku berpindah ke leher Ika.
Leher mulus yang memancarkan
keharuman parfum yang segar
itu kugumuli dengan bibir dan
hidungku. Ika mendongakkan
dagunya agar aku dapat
menciumi segenap pori-pori kulit
lehernya.
"Ahhh... Mas Bob... Ika sudah
menginginkannya dan kemarin...
Gelutilah tubuh Ika... puasin Ika
ya Mas Bob...," bisik Ika terpatah-
patah.
Aku menyambutnya dengan
penuh antusias. Kini wajahku
bergerak ke arah payudaranya.
Payudaranya begitu
menggembung dan padat.
namun berkulit lembut. Bau
keharuman yang segar
terpancar dan pori-porinya.
Agaknya Ika tadi sengaja
memakai parfum di sekujur
payudaranya sebelum datang ke
sini. Aku menghirup kuat-kuat
lembah di antara kedua bukit
payudaranya itu. Kemudian
wajahku kugesek-gesekkan di
kedua bukit payudara itu secara
bergantian, sambil hidungku
terus menghirup keharuman
yang terpancar dan kulit
payudara. Puncak bukit
payudara kanannya pun kulahap
dalam mulutku. Kusedot kuat-
kuat payudara itu sehingga
daging yang masuk ke dalam
mulutku menjadi sebesar-
besarnya. Ika menggelinjang.
"Mas Bob... ngilu... ngilu...," rintih
Ika.
Gelinjang dan rintihan Ika itu
semakin membangkitkan
hasratku. Kuremas bukit
payudara sebelah kirinya
dengan gemasnya, sementara
puting payudara kanannya
kumainkan dengan ujung
lidahku. Puting itu kadang
kugencet dengan tekanan ujung
lidah dengan gigi. Kemudian
secara mendadak kusedot
kembali payudara kanan itu
kuat-kuat. sementara jari
tanganku menekan dan
memelintir puting payudara
kirinya. Ika semakin
menggelinjang-gelinjang seperti
ikan belut yang memburu
makanan sambil mulutnya
mendesah-desah.
"Aduh mas Booob... ssshh...
ssshhh... ngilu mas Booob...
ssshhh... geli... geli...," cuma kata-
kata itu yang berulang-ulang
keluar dan mulutnya yang
merangsang.
Aku tidak puas dengan hanya
menggeluti payudara kanannya.
Kini mulutku berganti
menggeluti payudara kiri.
sementara tanganku meremas-
remas payudara kanannya kuat-
kuat. Kalau payudara kirinya
kusedot kuat-kuat. tanganku
memijit-mijit dan memelintir-
pelintir puting payudara
kanannya. Sedang bila gigi dan
ujung lidahku menekan-nekan
puting payudara kiri, tanganku
meremas sebesar-besarnya
payudara kanannya dengan
sekuat-kuatnya.
"Mas Booob... kamu nakal....
ssshhh... ssshhh... ngilu mas
Booob... geli..." Ika tidak henti-
hentinya menggelinjang dan
mendesah manja.
Setelah puas dengan payudara,
aku meneruskan permainan
lidah ke arah perut Ika yang rata
dan berkulit amat mulus itu.
Mulutku berhenti di daerah
pusarnya. Aku pun
berkonsentrasi mengecupi
bagian pusarnya. Sementara
kedua telapak tanganku
menyusup ke belakang dan
meremas-remas pantatnya yang
melebar dan menggembung
padat. Kedua tanganku menyelip
ke dalam celana yang melindungi
pantatnya itu. PerlahanÂ-lahan
celana dalamnya kupelorotkan
ke bawah. Ika sedikit
mengangkat pantatnya untuk
memberi kemudahan celana
dalamnya lepas. Dan dengan
sekali sentakan kakinya, celana
dalamnya sudah terlempar ke
bawah.
Saat berikutnya, terhamparlah
pemandangan yang luar biasa
merangsangnya. Jembut Ika
sungguh lebat dan subur sekali.
Jembut itu mengitari bibir
memek yang berwarna coklat
tua. Sambil kembali menciumi
kulit perut di sekitar pusarnya,
tanganku mengelus-elus
pahanya yang berkulit licin dan
mulus. Elusanku pun ke arah
dalam dan merangkak naik.
Sampailah jari-jari tanganku di
tepi kiri-kanan bibir luar
memeknya. Tanganku pun
mengelus-elus memeknya
dengan dua jariku bergerak dan
bawah ke atas. Dengan mata
terpejam, Ika berinisiatif
meremas-remas payudaranya
sendiri. Tampak jelas kalau Ika
sangat menikmati permainan ini.
Perlahan kusibak bibir memek
Ika dengan ibu jari dan
telunjukku mengarah ke atas
sampai kelentitnya menongol
keluar. Wajahku bergerak ke
memeknya, sementara tanganku
kembali memegangi
payudaranya. Kujilati kelentit Ika
perlahan-lahan dengan jilatan-
jilatan pendek dan terputus-
putus sambil satu tanganku
mempermainkan puting
payudaranya.
"Au Mas Bob... shhhhh... betul...
betul di situ mas Bob... di situ...
enak mas... shhhh...," Ika
mendesah-desah sambil
matanya merem-melek. Bulu
alisnya yang tebal dan indah
bergerak ke atas-bawah
mengimbangi gerakan merem-
meleknya mata. Keningnya pun
berkerut pertanda dia sedang
mengalami kenikmatan yang
semakin meninggi.
Aku meneruskan permainan
lidah dengan melakukan jilatan-
jilatan panjang dan lubang anus
sampai ke kelentitnya.
Karena gerakan ujung hidungku
pun secara berkala menyentuh
memek Ika. Terasa benar bahkan
dinding vaginanya mulai basah.
Bahkan sebagian cairan
vaginanya mulai mengalir
hingga mencapai lubang
anusnya. Sesekali pinggulnya
bergetar. Di saat bergetar itu
pinggulnya yang padat dan
amat mulus kuremas kuat-kuat
sambil ujung hidungku
kutusukkan ke lobang
memeknya.
"Mas Booob... enak sekali mas
Bob...," Ika mengerang dengan
kerasnya. Aku segera
memfokuskan jilatan-jilatan
lidah serta tusukan-tusukan
ujung hidung di vaginanya.
Semakin lama vagina itu semakin
basah saja. Dua jari tanganku lalu
kumasukkan ke lobang
memeknya. Setelah masuk
hampir semuanya, jari
kubengkokkan ke arah atas
dengan tekanan yang cukup
terasa agar kena "G-spot"-nya.
Dan berhasil!
"Auwww... mas Bob...!" jerit Ika
sambil menyentakkan pantat ke
atas. sampai-sampai jari tangan
yang sudah terbenam di dalam
memek terlepas. Perut
bawahnya yang ditumbuhi bulu-
bulu jembut hitam yang lebat itu
pun menghantam ke wajahku.
Bau harum dan bau khas cairan
vaginanya merasuk ke sel-sel
syaraf penciumanku.
Aku segera memasukkan
kembali dua jariku ke dalam
vagina Ika dan melakukan
gerakan yang sama. Kali ini aku
mengimbangi gerakan jariku
dengan permainan lidah di
kelentit Ika. Kelentit itu tampak
semakin menonjol sehingga
gampang bagiku untuk menjilat
dan mengisapnya. Ketika
kelentit itu aku gelitiki dengan
lidah serta kuisap-isap perlahan,
Ika semakin keras merintih-
rintih bagaikan orang yang
sedang mengalami sakit demam.
Sementara pinggulnya yang
amat aduhai itu menggial ke kiri-
kanan dengan sangat
merangsangnya.
"Mas Bob... mas Bob... mas Bob...,"
hanya kata-kata itu yang dapat
diucapkan Ika karena menahan
kenikmatan yang semakin
menjadi-jadi.
Permainan jari-jariku dan lidahku
di memeknya semakin
bertambah ganas. Ika sambil
mengerangÂ-erang dan
menggeliat-geliat meremas apa
saja yang dapat dia raih.
Meremas rambut kepalaku,
meremas bahuku, dan meremas
payudaranya sendiri.
"Mas Bob... Ika sudah tidak tahan
lagi... Masukin konthol saja mas
Bob... Ohhh... sekarang juga mas
Bob...! Sshhh. . . ," erangnya
sambil menahan nafsu yang
sudah menguasai segenap
tubuhnya.
Namun aku tidak perduli.
Kusengaja untuk
mempermainkan Ika terlebih
dahulu. Aku mau membuatnya
orgasme, sementara aku masih
segar bugar. Karena itu lidah dan
wajahku kujauhkan dan
memeknya. Kemudian kocokan
dua jari tanganku di dalam
memeknya semakin kupercepat.
Gerakan jari tanganku yang di
dalam memeknya ke atas-
bawah, sampai terasa ujung
jariku menghentak-hentak
dinding atasnya secara
perlahan-lahan. Sementara ibu
jariku mengusap-usap dan
menghentak-hentak kelentitnya.
Gerakan jari tanganku di
memeknya yang basah itu
sampai menimbulkan suara crrk-
crrrk-crrrk-crrk crrrk... Sementara
dan mulut Ika keluar pekikan-
pekikan kecil yang terputus-
putus:
"Ah-ah-ah-ah-ah..."
Sementara aku semakin
memperdahsyat kocokan jari-
jariku di memeknya, sambil
memandangi wajahnya. Mata Ika
merem-melek, sementara
keningnya berkerut-kerut.
Crrrk! Crrrk! Crrek! Crek! Crek!
Crok! Crok! Suara yang keluar
dan kocokan jariku di memeknya
semakin terdengar keras. Aku
mempertahankan kocokan
tersebut. Dua menit sudah si Ika
mampu bertahan sambil
mengeluarkan jeritan-jeritan
yang membangkitkan nafsu.
Payudaranya tampak semakin
kencang dan licin, sedang
putingnya tampak berdiri
dengan tegangnya.
Sampai akhirnya tubuh Ika
mengejang hebat. Pantatnya
terangkat tinggi-tinggi. Matanya
membeliak-Âbeliak. Dan bibirnya
yang sensual itu keluar jeritan
hebat, "Mas Booo00oob ...!" Dua
jariku yang tertanam di dalam
vagina Ika terasa dijepit oleh
dindingnya dengan kuatnya.
Seiring dengan keluar masuknya
jariku dalam vaginanya, dan
sela-sela celah antara tanganku
dengan bibir memeknya
terpancarlah semprotan cairan
vaginanya dengan kuatnya.
Prut! Prut! Pruttt! Semprotan
cairan tersebut sampai mencapai
pergelangan tanganku.
Beberapa detik kemudian Ika
terbaring lemas di atas karpet.
Matanya memejam rapat.
Tampaknya dia baru saja
mengalami orgasme yang begitu
hebat. Kocokan jari tanganku di
vaginanya pun kuhentikan.
Kubiarkan jari tertanam dalam
vaginanya sampai jepitan
dinding vaginanya terasa lemah.
Setelah lemah. jari tangan
kucabut dan memeknya. Cairan
vagina yang terkumpul di
telapak tanganku pun
kubersihkan dengan kertas
tissue.
Ketegangan kontholku belum
juga mau berkurang. Apalagi
tubuh telanjang Ika yang
terbaring diam di hadapanku itu
benar-benar aduhai. seolah
menantang diriku untuk
membuktikan kejantananku
pada tubuh mulusnya. Aku pun
mulai menindih kembali tubuh
Ika, sehingga kontholku yang
masih di dalam celana dalam
tergencet oleh perut bawahku
dan perut bawahnya dengan
enaknya. Sementara bibirku
mengulum-kulum kembali bibir
hangat Ika, sambil tanganku
meremas-remas payudara dan
mempermainkan putingnya. Ika
kembali membuka mata dan
mengimbangi serangan bibirku.
Tubuhnya kembali
menggelinjang-gelinjang karena
menahan rasa geli dan ngilu di
payudaranya.
Setelah puas melumat-lumat
bibir. wajahku pun menyusuri
leher Ika yang mulus dan harum
hingga akhirnya mencapai
belahan dadanya. Wajahku
kemudian menggeluti belahan
payudaranya yang berkulit
lembut dan halus, sementara
kedua tanganku meremas-remas
kedua belah payudaranya.
Segala kelembutan dan
keharuman belahan dada itu
kukecupi dengan bibirku. Segala
keharuman yang terpancar dan
belahan payudara itu kuhirup
kuat-kuat dengan hidungku,
seolah tidak rela apabila ada
keharuman yang terlewatkan
sedikitpun.
Kugesek-gesekkan memutar
wajahku di belahan payudara
itu. Kemudian bibirku bergerak
ke atas bukit payudara sebelah
kiri. Kuciumi bukit payudara
yang membusung dengan
gagahnya itu. Dan kumasukkan
puting payudara di atasnya ke
dalam mulutku. Kini aku
menyedot-sedot puting
payudara kiri Ika. Kumainkan
puting di dalam mulutku itu
dengan lidahku. Sedotan kadang
kuperbesar ke puncak bukit
payudara di sekitar puting yang
berwarna coklat.
"Ah... ah... mas Bob... geli... geli ...,"
mulut indah Ika mendesis-desis
sambil menggeliatkan tubuh ke
kiri-kanan. bagaikan desisan ular
kelaparan yang sedang mencari
mangsa.
Aku memperkuat sedotanku.
Sementara tanganku meremas-
remas payudara kanan Ika yang
montok dan kenyal itu. Kadang
remasan kuperkuat dan
kuperkecil menuju puncak
bukitnya, dan kuakhiri dengan
tekanan-tekanan kecil jari
telunjuk dan ibu jariku pada
putingnya.
"Mas Bob... hhh... geli... geli...
enak... enak... ngilu... ngilu..."
Aku semakin gemas. Payudara
aduhai Ika itu kumainkan secara
bergantian, antara sebelah kiri
dan sebelah kanan. Bukit
payudara kadang kusedot
besarnya-besarnya dengan
tenaga isap sekuat-kuatnya,
kadang yang kusedot hanya
putingnya dan kucepit dengan
gigi atas dan lidah. Belahan lain
kadang kuremas dengan daerah
tangkap sebesar-besarnya
dengan remasan sekuat-
kuatnya, kadang hanya kupijit-
pijit dan kupelintir-pelintir kecil
puting yang mencuat gagah di
puncaknya.
"Ah... mas Bob... terus mas Bob...
terus... hzzz... ngilu... ngilu..." Ika
mendesis-desis keenakan.
Hasratnya tampak sudah
kembali tinggi. Matanya kadang
terbeliak-beliak. Geliatan
tubuhnya ke kanan-kini semakin
sening fnekuensinya.
Sampai akhirnya Ika tidak kuat
mehayani senangan-senangan
keduaku. Dia dengan gerakan
eepat memehorotkan celana
dalamku hingga tunun ke paha.
Aku memaklumi maksudnya,
segera kulepas eelana dalamku.
Jan-jari tangan kanan Ika yang
mulus dan lembut kemudian
menangkap kontholku yang
sudah berdiri dengan gagahnya.
Sejenak dia memperlihatkan rasa
terkejut.
"Edan... mas Bob, edan...
Kontholmu besar sekali... Konthol
pacan-pacanku dahulu dan juga
konthol kak Dai tidak sampai
sebesar in Edan... edan...,"
ucapnya terkagum-kagum.
Sambil membiankan mulut,
wajah, dan tanganku terus
memainkan dan menggeluti
kedua belah payudaranya, jan-
jari lentik tangan kanannya
meremasÂremas perlahan
kontholku secara berirama,
seolah berusaha mencari
kehangatan dan kenikmatan di
hiatnya menana kejantananku.
Remasannya itu mempenhebat
vohtase dam rasa nikmat pada
batang kontholku.
"Mas Bob. kita main di atas kasur
saja...," ajak Ika dengan sinar
mata yang sudah dikuasai nafsu
binahi.
Aku pun membopong tubuh
telanjang Ika ke ruang dalam,
dan membaringkannya di atas
tempat tidun pacarku. Ranjang
pacarku ini amat pendek, dasan
kasurnya hanya terangkat
sekitar 6 centimeter dari lantai.
Ketika kubopong. Ika tidak mau
melepaskan tangannya dari
leherku. Bahkan, begitu
tubuhnya menyentuh kasur,
tangannya menanik wajahku
mendekat ke wajahnya. Tak ayal
lagi, bibirnya yang pink
menekan itu melumat bibirku
dengan ganasnya. Aku pun tidak
mau mengalah. Kulumat bibirnya
dengan penuh nafsu yang
menggelora, sementara
tanganku mendekap tubuhnya
dengan kuatnya. Kuhit
punggungnya yang halus mulus
kuremas-remas dengan
gemasnya.
Kemudian aku menindih tubuh
Ika. Kontholku terjepit di antara
pangkal pahanya yang mulus
dan perut bawahku sendiri.
Kehangatan kulit pahanya
mengalir ke batang kontholku
yang tegang dan keras. Bibirku
kemudian melepaskan bibir
sensual Ika. Kecupan bibirku pun
turun. Kukecup dagu Ika yang
bagus. Kukecup leher jenjang Ika
yang memancarkan bau wangi
dan segarnya parfum yang dia
pakai. Kuciumi dan kugeluti leher
indah itu dengan wajahku,
sementara pantatku mulai
bergerak aktif sehingga
kontholku menekan dan
menggesek-gesek paha Ika.
Gesekan di kulit paha yang licin
itu membuat batang kontholku
bagai diplirit-plirit. Kepala
kontholku merasa geli-geli enak
oleh gesekan-gesekan paha Ika.
Puas menggeluti leher indah,
wajahku pun turun ke buah
dada montok Ika. Dengan gemas
dan ganasnya aku
membenamkan wajahku ke
belahan dadanya, sementara
kedua tanganku meraup kedua
belah payudaranya dan
menekannya ke arah wajahku.
Keharuman payudaranya
kuhirup sepuas-puasku. Belum
puas dengan menyungsep ke
belahan dadanya, wajahku kini
menggesek-gesek memutar
sehingga kedua gunung
payudaranya tertekan-tekan
oleh wajahku secara bergantian.
Sungguh sedap sekali rasanya
ketika hidungku menyentuh dan
menghirup dalam-dalam daging
payudara yang besar dan kenyal
itu. Kemudian bibirku meraup
puncak bukit payudara kiri Ika.
Daerah payudara yang kecoklat-
coklatan beserta putingnya
yang pink kecoklat-coklatan itu
pun masuk dalam mulutku.
Kulahap ujung payudara dan
putingnya itu dengan
bernafsunya, tak ubahnya
seperti bayi yang menetek susu
setelah kelaparan selama
seharian. Di dalam mulutku,
puting itu kukulum-kulum dan
kumainkan dengan lidahku.
"Mas Bob... geli... geli ...," kata Ika
kegelian.
Aku tidak perduli. Aku terus
mengulum-kulum puncak bukit
payudara Ika. Putingnya terasa
di lidahku menjadi keras.
Kemudian aku kembali melahap
puncak bukit payudara itu
sebesar-besarnya. Apa yang
masuk dalam mulutku kusedot
sekuat-kuatnya. Sementara
payudara sebelah kanannya
kuremas sekuat-kuatnya
dengan tanganku. Hal tersebut
kulakukan secara bergantian
antara payudara kiri dan
payudara kanan Ika. Sementara
kontholku semakin menekan dan
menggesek-gesek dengan
beriramanya di kulit pahanya.
Ika semakin menggelinjang-
gelinjang dengan hebatnya.
"Mas Bob... mas Bob... ngilu...
ngilu... hihhh... nakal sekali
tangan dan mulutmu... Auw!
Sssh... ngilu... ngilu...," rintih Ika.
Rintihannya itu justru semakin
mengipasi api nafsuku. Api
nafsuku semakin berkobar-
kobar. Semakin ganas aku
mengisap-isap dan meremas-
remas payudara montoknya.
Sementara kontholku
berdenyut-denyut keenakan
merasakan hangat dan licinnya
paha Ika.
Akhirnya aku tidak sabar lagi.
Kulepaskan payudara montok
Ika dari gelutan mulut dan
tanganku. Bibirku kini berpindah
menciumi dagu dan lehernya,
sementara tanganku
membimbing kontholku untuk
mencari liang memeknya.
Kuputar-putarkan dahulu kepala
kontholku di kelebatan jembut di
sekitar bibir memek Ika. Bulu-
bulu jembut itu bagaikan
menggelitiki kepala kontholku.
Kepala kontholku pun kegelian.
Geli tetapi enak.
"Mas Bob... masukkan seluruhnya
mas Bob... masukkan
seluruhnya... Mas Bob belum
pernah merasakan memek Mbak
Dina kan? Mbak Dina orang
kuno... tidak mau merasakan
konthol sebelum nikah. Padahal
itu surga dunia... bagai
terhempas langit ke langit
ketujuh. mas Bob..."
Jan-jari tangan Ika yang lentik
meraih batang kontholku yang
sudah amat tegang. Pahanya
yang mulus itu dia buka agak
lebar.
"Edan... edan... kontholmu besar
dan keras sekali, mas Bob...,"
katanya sambil mengarahkan
kepala kontholku ke lobang
memeknya.
Sesaat kemudian kepala
kontholku menyentuh bibir
memeknya yang sudah basah.
Kemudian dengan perlahan-
lahan dan sambil kugetarkan,
konthol kutekankan masuk ke
liang memek. Kini seluruh kepala
kontholku pun terbenam di
dalam memek. Daging hangat
berlendir kini terasa mengulum
kepala kontholku dengan
enaknya.
Aku menghentikan gerak masuk
kontholku.
"Mas Bob... teruskan masuk,
Bob... Sssh... enak... jangan
berhenti sampai situ saja...," Ika
protes atas tindakanku. Namun
aku tidak perduli. Kubiarkan
kontholku hanya masuk ke
lobang memeknya hanya
sebatas kepalanya saja, namun
kontholku kugetarkan dengan
amplituda kecil. Sementara bibir
dan hidungku dengan ganasnya
menggeluti lehernya yang
jenjang, lengan tangannya yang
harum dan mulus, dari ketiaknya
yang bersih dari bulu ketiak. Ika
menggelinjang-gelinjang dengan
tidak karuan.
"Sssh... sssh... enak... enak... geli...
geli, mas Bob. Geli... Terus masuk,
mas Bob..."
Bibirku mengulum kulit lengan
tangannya dengan kuat-kuat.
Sementara gerakan
kukonsentrasikan pada
pinggulku. Dan... satu... dua...
tiga! Kontholku kutusukkan
sedalam-dalamnya ke dalam
memek Ika dengan sangat cepat
dan kuatnya. Plak! Pangkal
pahaku beradu dengan pangkal
pahanya yang mulus yang
sedang dalam posisi agak
membuka dengan kerasnya.
Sementara kulit batang
kontholku bagaikan diplirit oleh
bibir dan daging lobang
memeknya yang sudah basah
dengan kuatnya sampai
menimbulkan bunyi: srrrt!
"Auwww!" pekik Ika.
Aku diam sesaat, membiarkan
kontholku tertanam seluruhnya
di dalam memek Ika tanpa
bergerak sedikit pun.
"Sakit mas Bob... Nakal sekali
kamu... nakal sekali kamu...." kata
Ika sambil tangannya meremas
punggungku dengan kerasnya.
Aku pun mulai menggerakkan
kontholku keluar-masuk memek
Ika. Aku tidak tahu, apakah
kontholku yang berukuran
panjang dan besar ataukah
lubang memek Ika yang
berukuran kecil. Yang saya tahu,
seluruh bagian kontholku yang
masuk memeknya serasa dipijit-
pijit dinding lobang memeknya
dengan agak kuatnya. Pijitan
dinding memek itu memberi rasa
hangat dan nikmat pada batang
kontholku.
"Bagaimana Ika, sakit?" tanyaku
"Sssh... enak sekali... enak sekali...
Barangmu besar dan panjang
sekali... sampai-sampai
menyumpal penuh seluruh
penjuru lobang memekku...,"
jawab Ika.
Aku terus memompa memek Ika
dengan kontholku perlahan-
lahan. Payudara kenyalnya yang
menempel di dadaku ikut
terpilin-pilin oleh dadaku akibat
gerakan memompa tadi. Kedua
putingnya yang sudah
mengeras seakan-akan
mengkilik-kilik dadaku yang
bidang. Kehangatan
payudaranya yang montok itu
mulai terasa mengalir ke dadaku.
Kontholku serasa diremas-remas
dengan berirama oleh otot-otot
memeknya sejalan dengan
genjotanku tersebut. Terasa
hangat dan enak sekali.
Sementara setiap kali menusuk
masuk kepala kontholku
menyentuh suatu daging hangat
di dalam memek Ika. Sentuhan
tersebut serasa menggelitiki
kepala konthol sehingga aku
merasa sedikit kegelian. Geli-geli
nikmat.
Kemudian aku mengambil kedua
kakinya yang kuning langsat
mulus dan mengangkatnya.
Sambil menjaga agar kontholku
tidak tercabut dari lobang
memeknya, aku mengambil
posisi agak jongkok. Betis kanan
Ika kutumpangkan di atas
bahuku, sementara betis kirinya
kudekatkan ke wajahku. Sambil
terus mengocok memeknya
perlahan dengan kontholku,
betis kirinya yang amat indah
itu kuciumi dan kukecupi
dengan gemasnya. Setelah puas
dengan betis kiri, ganti betis
kanannya yang kuciumi dan
kugeluti, sementara betis kirinya
kutumpangkan ke atas bahuku.
Begitu hal tersebut kulakukan
beberapa kali secara bergantian,
sambil mempertahankan rasa
nikmat di kontholku dengan
mempertahankan gerakan maju-
mundur perlahannya di memek
Ika.
Setelah puas dengan cara
tersebut, aku meletakkan kedua
betisnya di bahuku, sementara
kedua telapak tanganku meraup
kedua belah payudaranya. Masih
dengan kocokan konthol
perlahan di memeknya,
tanganku meremas-remas
payudara montok Ika. Kedua
gumpalan daging kenyal itu
kuremas kuat-kuat secara
berirama. Kadang kedua
putingnya kugencet dan
kupelintir-pelintir secara
perlahan. Puting itu semakin
mengeras, dan bukit payudara
itu semakin terasa kenyal di
telapak tanganku. Ika pun
merintih-rintih keenakan.
Matanya merem-melek, dan
alisnya mengimbanginya
dengan sedikit gerakan tarikan
ke atas dan ke bawah.
"Ah... mas Bob, geli... geli... Tobat...
tobat... Ngilu mas Bob, ngilu...
Sssh... sssh... terus mas Bob,
terus.... Edan... edan... kontholmu
membuat memekku merasa enak
sekali... Nanti jangan
disemprotkan di luar memek,
mas Bob. Nyemprot di dalam
saja... aku sedang tidak subur..."
Aku mulai mempercepat gerakan
masuk-keluar kontholku di
memek Ika.
"Ah-ah-ah... benar, mas Bob.
benar... yang cepat... Terus mas
Bob, terus..."
Aku bagaikan diberi spirit oleh
rintihan-rintihan Ika. tenagaku
menjadi berlipat ganda.
Kutingkatkan kecepatan keluar-
masuk kontholku di memek Ika.
Terus dan terus. Seluruh bagian
kontholku serasa diremasÂ-
remas dengan cepatnya oleh
daging-daging hangat di dalam
memek Ika. Mata Ika menjadi
merem-melek dengan cepat dan
indahnya. Begitu juga diriku,
mataku pun merem-melek dan
mendesis-desis karena merasa
keenakan yang luar biasa.
"Sssh... sssh... Ika... enak sekali...
enak sekali memekmu... enak
sekali memekmu..."
"Ya mas Bob, aku juga merasa
enak sekali... terusss... terus mas
Bob, terusss..."
Aku meningkatkan lagi
kecepatan keluar-masuk
kontholku pada memeknya.
Kontholku terasa bagai diremas-
remas dengan tidak karu-karuan.
"Mas Bob... mas Bob... edan mas
Bob, edan... sssh... sssh... Terus...
terus... Saya hampir keluar nih
mas Bob...
sedikit lagi... kita keluar sama-
sama ya Booob...," Ika jadi
mengoceh tanpa kendali.
Aku mengayuh terus. Aku belum
merasa mau keluar. Namun aku
harus membuatnya keluar
duluan. Biar perempuan Sunda
yang molek satu ini tahu bahwa
lelaki Jawa itu perkasa. Biar dia
mengakui kejantanan orang
Jawa yang bernama mas Bobby.
Sementara kontholku merasakan
daging-daging hangat di dalam
memek Ika bagaikan berdenyut
dengan hebatnya.
"Mas Bob... mas Bobby... mas
Bobby...," rintih Ika. Telapak
tangannya memegang kedua
lengan tanganku seolah mencari
pegangan di batang pohon
karena takut jatuh ke bawah.
lbarat pembalap, aku mengayuh
sepeda balapku dengan semakin
cepatnya. Bedanya,
dibandingkan dengan pembalap
aku lebih beruntung. Di dalam
"mengayuh sepeda" aku
merasakan keenakan yang luar
biasa di sekujur kontholku.
Sepedaku pun mempunyai daya
tarik tersendiri karena
mengeluarkan rintihan-rintihan
keenakan yang tiada terkira.
"Mas Bob... ah-ah-ah-ah-ah... Enak
mas Bob, enak... Ah-ah-ah-ah-ah...
Mau keluar mas Bob... mau
keluar... ah-ah-ah-ah-ah...
sekarang ke-ke-ke..."
Tiba-tiba kurasakan kontholku
dijepit oleh dinding memek Ika
dengan sangat kuatnya. Di
dalam memek, kontholku merasa
disemprot oleh cairan yang
keluar dari memek Ika dengan
cukup derasnya. Dan telapak
tangan Ika meremas lengan
tanganku dengan sangat
kuatnya. Mulut sensual Ika pun
berteriak tanpa kendali:
"...keluarrr...!"
Mata Ika membeliak-beliak.
Sekejap tubuh Ika kurasakan
mengejang.
Aku pun menghentikan
genjotanku. Kontholku yang
tegang luar biasa kubiarkan
diam tertanam dalam memek
Ika. Kontholku merasa hangat
luar biasa karena terkena
semprotan cairan memek Ika.
Kulihat mata Ika kemudian
memejam beberapa saat dalam
menikmati puncak orgasmenya.
Setelah sekitar satu menit
berlangsung, remasan
tangannya pada lenganku
perlahan-lahan mengendur.
Kelopak matanya pun membuka,
memandangi wajahku.
Sementara jepitan dinding
memeknya pada kontholku
berangsur-angsur melemah.
walaupun kontholku masih
tegang dan keras. Kedua kaki Ika
lalu kuletakkan kembali di atas
kasur dengan posisi agak
membuka. Aku kembali menindih
tubuh telanjang Ika dengan
mempertahankan agar
kontholku yang tertanam di
dalam memeknya tidak tercabut.
"Mas Bob... kamu luar biasa...
kamu membawaku ke langit ke
tujuh," kata Ika dengan mimik
wajah penuh kepuasan. "Kak Dai
dan pacar-pacarku yang dulu
tidak pernah membuat aku ke
puncak orgasme seperti ml. Sejak
Mbak Dina tinggal di sini, Ika
suka membenarkan mas Bob
saat berhubungan dengan Kak
Dai."
Aku senang mendengar
pengakuan Ika itu. berarti
selama aku tidak bertepuk
sebelah tangan. Aku selalu
membayangkan kemolekan
tubuh Ika dalam masturbasiku,
sementara dia juga
membayangkan kugeluti
dalam onaninya. Bagiku. Dina
bagus dijadikan istri dan ibu
anak-anakku kelak, namun tidak
dapat dipungkiri bahwa tubuh
aduhai Ika enak digeluti dan
digenjot dengan penuh nafsu.
"Mas Bob... kamu seperti yang
kubayangkan. Kamu jantan...
kamu perkasa... dan kamu
berhasil membawaku ke puncak
orgasme. Luar biasa
nikmatnya..."
Aku bangga mendengar ucapan
Ika. Dadaku serasa
mengembang. Dan bagai anak
kecil yang suka pujian, aku ingin
menunjukkan bahwa aku lebih
perkasa dari dugaannya.
Perempuan Sunda ini harus
kewalahan menghadapi
genjotanku. Perempuan Sunda
ini harus mengakui kejantanan
dan keperkasaanku. Kebetulan
aku saat ini baru setengah
perjalanan pendakianku di saat
Ika sudah mencapai
orgasmenya. Kontholku masih
tegang di dalam memeknya.
Kontholku masih besar dan
keras, yang hams
menyemprotkan pelurunya agar
kepalaku tidak pusing.
Aku kembali mendekap tubuh
mulus Ika, yang di bawah sinar
lampu kuning kulit tubuhnya
tampak sangat mulus dan licin.
Kontholku mulai bergerak
keluar-masuk lagi di memek Ika,
namun masih dengan gerakan
perlahan. Dinding memek Ika
secara berargsur-angsur terasa
mulai meremas-remas kontholku.
Terasa hangat dan enak. Namun
sekarang gerakan kontholku
lebih lancar dibandingkan
dengan tadi. Pasti karena
adanya cairan orgasme yang
disemprotkan oleh memek Ika
beberapa saat yang lalu.
"Ahhh... mas Bob... kau langsung
memulainya lagi... Sekarang
giliranmu... semprotkan air
manimu ke dinding-dinding
memekku... Sssh...," Ika mulai
mendesis-desis lagi.
Bibirku mulai memagut bibir
merekah Ika yang amat sensual
itu dan melumat-lumatnya
dengan gemasnya. Sementara
tangan kiriku ikut menyangga
berat badanku, tangan kananku
meremas-remas payudara
montok Ika serta memijit-mijit
putingnya, sesuai dengan mama
gerak maju-mundur kontholku di
memeknya.
"Sssh... sssh... sssh... enak mas
Bob, enak... Terus... teruss...
terusss...," desis bibir Ika di saat
berhasil melepaskannya dari
serbuan bibirku. Desisan itu
bagaikan mengipasi gelora api
birahiku.
Sambil kembali melumat bibir Ika
dengan kuatnya, aku
mempercepat genjotan
kontholku di memeknya.
Pengaruh adanya cairan di
dalam memek Ika, keluar-
masuknya konthol pun diiringi
oleh suara, "srrt-srret srrrt-srrret
srrt-srret..." Mulut Ika di saat
terbebas dari lumatan bibirku
tidak henti-hentinya
mengeluarkan rintih kenikmatan,
"Mas Bob... ah... mas Bob... ah...
mas Bob... hhb... mas Bob... ahh..."
Kontholku semakin tegang.
Kulepaskan tangan kananku dari
payudaranya. Kedua tanganku
kini dari ketiak Ika menyusup ke
bawah dan memeluk punggung
mulusnya. Tangan Ika pun
memeluk punggungku dan
mengusap-usapnya. Aku pun
memulai serangan dahsyatku.
Keluar-masuknya kontholku ke
dalam memek Ika sekarang
berlangsung dengan cepat dan
berirama. Setiap kali masuk,
konthol kuhunjamkan keras-
keras agar menusuk memek Ika
sedalam-dalamnya. Dalam
perjalanannya, batang kontholku
bagai diremas dan dihentakkan
kuat-kuat oleh dinding memek
Ika. Sampai di langkah terdalam,
mata Ika membeliak sambil
bibirnya mengeluarkan seruan
tertahan, "Ak!" Sementara
daging pangkal pahaku bagaikan
menampar daging pangkal
pahanya sampai berbunyi: plak!
Di saat bergerak keluar memek,
konthol kujaga agar kepalanya
yang mengenakan helm tetap
tertanam di lobang memek.
Remasan dinding memek pada
batang kontholku pada gerak
keluar ini sedikit lebih lemah
dibanding dengan gerak
masuknya. Bibir memek yang
mengulum batang kontholku
pun sedikit ikut tertarik keluar,
seolah tidak rela bila sampai
ditinggal keluar oleh batang
kontholku. Pada gerak keluar ini
Bibir Ika mendesah, "Hhh..."
Aku terus menggenjot memek
Ika dengan gerakan cepat dan
menghentak-hentak. Remasan
yang luar biasa kuat, hangat,
dan enak sekali bekerja di
kontholku. Tangan Ika meremas
punggungku kuat-kuat di saat
kontholku kuhunjam masuk
sejauh-jauhnya ke lobang
memeknya. beradunya daging
pangkal paha menimbulkan
suara: Plak! Plak! Plak! Plak!
Pergeseran antara kontholku
dan memek Ika menimbulkan
bunyi srottt-srrrt... srottt-srrrt...
srottt-srrrtt... Kedua nada
tersebut diperdahsyat oleh
pekikan-pekikan kecil yang
merdu yang keluar dari bibir Ika:
"Ak! Uhh... Ak! Hhh... Ak! Hhh..."
Kontholku terasa empot-
empotan luar biasa. Rasa hangat,
geli, dan enak yang tiada tara
membuatku tidak kuasa
menahan pekikan-pekikan kecil:
"lka... Ika... edan... edan... Enak
sekali Ika... Memekmu enak
sekali... Memekmu hangat sekali...
edan... jepitan memekmu enak
sekali..."
"Mas Bob... mas Bob... terus mas
Bob rintih Ika, "enak mas Bob...
enaaak... Ak! Ak! Ak! Hhh... Ak!
Hhh... Ak! Hhh..."
Tiba-tiba rasa gatal menyelimuti
segenap penjuru kontholku.
Gatal yang enak sekali. Aku pun
mengocokkan kontholku ke
memeknya dengan semakin
cepat dan kerasnya. Setiap
masuk ke dalam, kontholku
berusaha menusuk lebih dalam
lagi dan lebih cepat lagi
dibandingkan langkah masuk
sebelumnya. Rasa gatal dan rasa
enak yang luar biasa di konthol
pun semakin menghebat.
"Ika... aku... aku..." Karena
menahan rasa nikmat dan gatal
yang luar biasa aku tidak
mampu menyelesaikan
ucapanku yang memang sudah
terbata-bata itu.
"Mas Bob... mas Bob... mas Bob!
Ak-ak-ak... Aku mau keluar lagi...
Ak-ak-ak... aku ke-ke-ke..."
Tiba-tiba kontholku mengejang
dan berdenyut dengan amat
dahsyatnya. Aku tidak mampu
lagi menahan rasa gatal yang
sudah mencapai puncaknya.
Namun pada saat itu juga tiba-
tiba dinding memek Ika
mencekik kuat sekali. Dengan
cekikan yang kuat dan enak
sekali itu. aku tidak mampu lagi
menahan jebolnya bendungan
dalam alat kelaminku.
Pruttt! Pruttt! Pruttt! Kepala
kontholku terasa disemprot
cairan memek Ika, bersamaan
dengan pekikan Ika,
"...keluarrrr...!" Tubuh Ika
mengejang dengan mata
membeliak-beliak.
"Ika...!" aku melenguh keras-
keras sambil merengkuh tubuh
Ika sekuat-kuatnya, seolah aku
sedang berusaha rnenemukkan
tulang-tulang punggungnya
dalam kegemasan. Wajahku
kubenamkan kuat-kuat di
lehernya yang jenjang. Cairan
spermaku pun tak terbendung
lagi.
Crottt! Crott! Croat! Spermaku
bersemburan dengan derasnya,
menyemprot dinding memek Ika
yang terdalam. Kontholku yang
terbenam semua di dalam
kehangatan memek Ika terasa
berdenyut-denyut.
Beberapa saat lamanya aku dan
Ika terdiam dalam keadaan
berpelukan erat sekali, sampai-
sampai dari alat kemaluan, perut,
hingga ke payudaranya seolah
terpateri erat dengan tubuh
depanku. Aku menghabiskan
sisa-sisa sperma dalam
kontholku. Cret! Cret! Cret!
Kontholku menyemprotkan lagi
air mani yang masih tersisa ke
dalam memek Ika. Kali ini
semprotannya lebih lemah.
Perlahan-lahan tubuh Ika dan
tubuhku pun mengendur
kembali. Aku kemudian
menciumi leher mulus Ika
dengan lembutnya, sementara
tangan Ika mengusap-usap
punggungku dan mengelus-elus
rambut kepalaku. Aku merasa
puas sekali berhasil bermain seks
dengan Ika. Pertama kali aku
bermain seks, bidadari lawan
mainku adalah perempuan
Sunda yang bertubuh kenyal,
berkulit kuning langsat mulus,
berpayudara besar dan padat,
berpinggang ramping, dan
berpinggul besar serta aduhai.
Tidak rugi air maniku diperas
habis-habisan pada pengalaman
pertama ini oleh orang semolek
Ika.
"Mas Bob... terima kasih mas Bob.
Puas sekali saya. indah sekali...
sungguh... enak sekali," kata Ika
lirih.
Aku tidak memberi kata
tanggapan. Sebagai jawaban,
bibirnya yang indah itu kukecup
mesra. Dalam keadaan tetap
telanjang, kami berdekapan erat
di atas tempat tidur pacarku. Dia
meletakkan kepalanya di atas
dadaku yang bidang, sedang
tangannya melingkar ke
badanku. Baru ketika jam
dinding menunjukkan pukul
22:00, aku dan Ika berpakaian
kembali. Ika sudah tahu
kebiasaanku dalam mengapeli
Dina, bahwa pukul 22:00 aku
pulang ke tempat kost-ku
sendiri.
Sebelum keluar kamar, aku
mendekap erat tubuh Ika dan
melumat-lumat bibirnya
beberapa saat.
"Mas Bob... kapan-kapan kita
mengulangi lagi ya mas Bob...
Jangan khawatir, kita tanpa
Ikatan. Ika akan selalu
merahasiakan hal ini kepada
siapapun, termasuk ke Kak Dai
dan Mbak Dina. Ika puas sekali
bercumbu dengan mas Bob,"
begitu kata Ika.
Aku pun mengangguk tanda
setuju. Siapa sih yang tidak mau
diberi kenikmatan secara gratis
dan tanpa ikatan? Akhirnya dia
keluar dari kamar dan kembali
masuk ke rumahnya lewat pintu
samping. Lima menit kemudian
aku baru pulang ke tempat kost-
ku.
TAMAT